Undip Periksa Mahasiswa yang Edit Konten Porno AI

Peristiwa Deepfake di Lingkungan Pendidikan

Universitas Diponegoro (Undip) menunjukkan sikap serius terhadap kasus yang melibatkan salah satu mahasiswanya, Chiko Radityatama Agung Putra, yang diketahui memproduksi konten pornografi berbasis kecerdasan buatan atau deepfake. Direktur Jejaring Media, Komunitas, dan Komunikasi Publik Undip, Nurul Hasfi, menyatakan bahwa pihak kampus memandang serius penyebaran video bermuatan asusila hasil rekayasa digital yang dilakukan oleh seorang mahasiswa Fakultas Hukum.

Nurul menjelaskan bahwa Undip telah menangani kasus ini secara internal. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa aksi tersebut dilakukan oleh Chiko ketika masih berstatus sebagai pelajar sekolah menengah atas. Meskipun tindakan itu dilakukan sebelum menjadi mahasiswa Undip, kampus tetap tidak mentolerir perbuatan semacam ini. Proses disipliner sedang berlangsung untuk menentukan tindakan lebih lanjut.

Undip memiliki Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual yang aktif melakukan edukasi literasi digital serta pendampingan bagi korban kekerasan seksual di lingkungan kampus maupun ruang digital. Langkah-langkah ini bertujuan untuk memberikan perlindungan dan dukungan kepada para korban serta mencegah terulangnya kejadian serupa.

Penanganan oleh Pihak Berwenang

Sementara itu, Kepolisian Daerah Jawa Tengah telah meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan. Kepala Bidang Humas Polda Jawa Tengah, Komisaris Besar Artanto, mengungkapkan bahwa status perkara telah ditingkatkan ke tahap penyidikan. Namun, hingga saat ini, Chiko belum ditetapkan sebagai tersangka. Penyidik masih dalam proses melengkapi berkas perkara dan memeriksa saksi tambahan.

Polisi juga berkoordinasi dengan SMAN 11 Semarang untuk memeriksa sepuluh korban. Pemeriksaan melibatkan ahli ITE, pidana, digital forensik, dan sosiologi hukum. Selain itu, pihak kepolisian memastikan perlindungan identitas serta keamanan psikologis para saksi dan korban. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa proses hukum berjalan dengan adil dan aman bagi semua pihak yang terlibat.

Dalam penanganannya, polisi menerapkan Undang-Undang Pornografi dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Menurut Artanto, langkah ini bertujuan memberikan efek jera terhadap pelaku kejahatan seksual berbasis digital. Dengan adanya regulasi yang ketat, diharapkan dapat mencegah terjadinya tindakan serupa di masa depan.

Awal Kasus Deepfake

Kasus ini bermula dari pembuatan dan penyebaran video deepfake yang menampilkan wajah sejumlah siswi dan guru SMAN 11 Semarang. Mayoritas korban masih berusia 16–19 tahun, dan jumlahnya diperkirakan belasan orang. Video-video tersebut menimbulkan kekhawatiran besar terhadap keamanan dan privasi para siswa serta guru di sekolah tersebut.

Peristiwa ini menjadi peringatan penting bagi seluruh komunitas pendidikan dan masyarakat luas akan bahaya penggunaan teknologi seperti deepfake. Kecerdasan buatan bisa digunakan untuk tujuan negatif jika tidak diatur dengan baik. Oleh karena itu, penting bagi institusi pendidikan dan lembaga hukum untuk terus meningkatkan kesadaran dan edukasi tentang risiko serta konsekuensi dari penggunaan teknologi ini.

Vedro Imanuel Girsang berkontribusi dalam penulisan artikel ini.