Layanan Mobil Es Krim Keliling RSJ Kalawa Atei Dorong Kesadaran Masyarakat Tentang Kesehatan Jiwa

DI Di bawah naungan pepohonan lebat di sisi jalan Garuda Induk, terlihat seorang mobil tenang berdiri parkir. Kendaraan itu disebut sebagai "Mobil Es Krim, Edukasi, dan Skrining Mental". Meskipun bukan merupakan truk penjaja makanan manis seperti yang biasanya dikira oleh para anak-anak, ini adalah bagian dari upaya inovatif layanan rumah sakit jiwa Kalawa Atei guna mencapai mereka-mereka yang membutuhkan perhatian dengan cara yang lebih rendah hati, sehingga tidak membuat orang merasa dinilai atau dimusuhi.

Pada pagi hari tersebut, udara di Palangka Raya tetap terasa dingin ketika penduduk lokal bermunculan secara bertahap. Wanita muda itu menempati tempat duduk yang telah tersedia dan langsung asyik meng-scan kode batang di meja registrasi menggunakan telepon genggamnya.

Di belakang meja kecil yang dijadikan tempat pendaftaran, Dewi Agustiana dari Promkes RSJ Kalawa Atei menyambut setiap orang dengan senyum hangat saat mereka tiba.

"Mau mencoba skrining dahulu mbak? Mudah lho, nantinya hanya perlu melakukan scanning," katanya sembari mengedipkan mata.

Atmosfernya tidak kaku, malah seolah menjadi layanan publik reguler biasa. Yang unik adalah bahwa tempat ini menyajikan area bagi orang-orang untuk saling bertukar cerita, meresapkan setiap kata-kata, serta memperdalam pemahaman tentang jati diri masing-masing.

Di dalam mobil, yang telah dimodifikasi menjadi ruang konsultasi kecil, Dewi Hasanah, M.Psi., Psikolog dari RSJ Kalawa Atei, sedang mendampingi seorang pengunjung.

Dewi menyatakan bahwa kebanyakan pengunjung hadir karena mengalami masalah stres, disfungsi tidur, atau merasa "kurang oke" tanpa mengetahui bagaimana memulainya.

"Dan hal tersebut normal. Kami semua mungkin pernah merasakannya, dan mencari bantuan dari seorang psikolog tidak menunjukkan kelemahan, tetapi berani," katanya pada hari Rabu (4/6).

Di luar mobil, ada beberapa yang juga telah menunggu. Mereka tak hanya datang untuk ikut screening, tapi juga karena rasa ingin tahu.

Proyek ini diberi nama Es Krim bukan tanpa sebab. Di samping menjadi akronim untuk Edukasi dan Screening Mental, pilihan nama tersebut juga bertujuan supaya terkesan lebih menyenangkan dan kurang menyeramkan.

“Kesehatan jiwa itu masih jadi hal yang tabu. Nama es krim ini membantu mengikis rasa takut itu sedikit demi sedikit,” jelas Dewi Agustiana.

Mobil ini berfungsi secara berkala tiga hari dalam satu minggu, yaitu pada Hari Selasa, Rabu, dan Kamis, sementara tempat pelayanannya beralih dari satu daerah ke daerah lainnya di area Kota Palangkaraya. Lokasinya mencakup kawasan kampus, institusi pendidikan, sampai fasilitas publik seperti Jalan Garuda Induk. Tiap harinya, kendaraan tersebut mengantar sekitar sepuluh penumpang. Meskipun jumlah itu tidak besar, namun sudah cukup efektif sebagai awal pembuka dialog-dialog signifikan yang telah lama tertunda.

Bukan hanya orang muda saja, layanan ini juga telah mendapatkan kunjungan dari kelompok lanjut usia. Menurut Dewi Hasanah, terdapat seorang nenek berumur 75 tahun yang tiba di tempat tersebut bersama putranya dan mengikuti sesi konseling dengan independen.

"Momennya sangat tersentuh. Itu menunjukkan bahwa tak pernah ada kata terlambat untuk memulai peduli tentang kesehatan mental," katanya.

Sebaliknya, terdapat beberapa hambatan. Salah satunya adalah adanya pelajar SMA yang ragu untuk hadir akibar rasa malu. Oleh sebab itu, lokasi seperti berada di bawah pohon di Jl. Garuda Induk, yaitu area yang sunyi namun tetap mudah dicapai, dipilih sehingga masyarakat dapat merasa lebih nyaman.

Mendekati siang, mobil Es Krim masih banyak dilirik pengguna jalan. Seakan penasaran, mobil apa itu?

“Harapan kami sederhana, masyarakat jadi lebih terbuka. Tidak malu atau takut lagi bicara tentang kesehatan mental. Jangan tunggu sampai terlambat. Kadang kita merasa baik-baik saja, tapi ternyata tidak,” tambah Dewi.

Program ini gratis. Tanpa syarat rumit. Hanya datang, duduk, dan bercerita. Selebihnya, biarkan para profesional membantu menemukan jalan.

Dan hari itu, di bawah pohon-pohon rindang Jalan Garuda Induk, cerita-cerita yang selama ini disimpan sendiri mulai mendapat tempat untuk pulang. (*/ala)