Ekonomi Malang Diperkirakan Terus Menguat di 2025 Meski Hadapi Tantangan Global

KMI NEWS, MALANG — Kinerja ekonomi wilayah kerja Bank Indonesia (Malang diperkirakan akan terus tumbuh dengan kuat pada tahun 2025, yaitu sekitar 4,6%-5,4% secara year-on-year (yoy)).

Febrina, Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) di Malang, menyampaikan upside potential Pertumbuhan Produk Domestik Regional Brutto (PDRB) pada tahun 2025 sebagian besar dipengaruhi oleh daya beli yang tinggi serta permintaan dari luar daerah.

Hal itu disampaikan Febrina dalam acara Sekartaji (Sinergi Memperkuat Resiliensi Perekonomian Dinamika melalui Pengembangan Sektor Unggulan Daerah) di Malang, Selasa (17/6/2025).

"Akan tetapi, ada sejumlah tantangan yang harus diperhatikan, termasuk dinamika ekonomi dunia serta fluktuasi harga barang-barang hasil bumi," jelas Febrina.

Dia menekankan bahwa sejumlah tanggapan terhadap kebijakan harus ditingkatkan guna mendukung perkembangan ekonomi, termasuk dengan memperkokoh permintaan dalam negeri dan mengoptimalkan kesempatan meningkatnya ekspor.

Menurutnya, dalam kaitan ini, bauran kebijakan moneter dan makroprudensial Bank Indonesia yang didukung percepatan digitalisasi sistem pembayaran terus disinergikan dengan kebijakan stimulus fiskal emerintah, termasuk dukungan terhadap implementasi program Asta Cita.

Terkait inflasi, Febrina memperkirakan wilayah kerja Malang masih berada di range target pada 2025.

Inflasi yang dikontrol dengan baik di tahun 2025 dipengaruhi oleh kelangsungan dari program-program utama dalam mengelola inflasi seperti Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID). Gerakan Nasional Penanggulangan Inflasi Makanan (GNPIP), menjaga ketersediaan suplai sayuran dan beras meski dengan kondisi cuaca yang stabil, serta kesempatan bagi pemerintah untuk mendukung ketahanan pangan nasional.

Kepala Biro Ekonomi di Sekretariat Pemerintah Propinsi Jawa Timur, Aftabuddin RZ, menyebut bahwa pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan di Jawa Timur diperkirakan akan naik menjadi lebih baik lagi pada tahun 2025.

Pertumbuhan ekonomi ditopang oleh sektor investasi dan konsumsi rumah tangga yang tetap baik, serta terjaganya permintaan eksternal.

"Prospek inflasi 2025 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan tahun 2024, namun tetap terkendali di rentang sasaran nasional 2,5±1%," ucapnya.

Kepala Tim Ekonomi Kreatif di Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan dan Pengembangan Nasional (PPN/Bappenas), Imron Rosadi Surya, menyebut bahwa kenaikan target pertumbuhan ekonomi hingga tahun 2026 terbilang signifikan. Melihat beberapa ketidakstabilan global yang ada, hal ini membawa potensi untuk mengalami perlambatan. downside risk ).

Menurut dia, perkembangan ekonomi pada tahun 2026 yang dilihat dari segi belanja dipacu oleh konsumsi penduduk, invesitas, serta perdagangan luar negeri.

Bidang usaha utama ini dipengaruhi oleh sektor manufaktur, layanan akomodasi, informasi dan komunikasi, serta pertanian.

Profesor dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Drs. Moch Khusaini, menyebutkan bahwa Pulau Jawa tetap menjadi penggerak utama perekonomian nasional berkat sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) yang tertinggi sebesar 57,43% serta tumbuhnya stabilitas di angka 4,99%. Di sisi lain, Sulawesi menunjukkan laju pertumbuhan tahunan terkemuka yaitu 6,40%.

Menurut dia, ketimpatan antar wilayah tetap jadi masalah besar karena sejumlah provinsi malah menunjukkan pertumbuhan yang merosot.

Kesenjangan dalam sumbangan dan perkembangan di berbagai daerah menggambarkan kebutuhan akan campur tangan kebijaksanaan guna meningkatkan integrasi, penanaman modal, serta mendistribusikan kembali pembangunan secara merata di semua wilayah.

Struktur ekspor dari Indonesia menuju Amerika Serikat mayoritas terdiri atas produk-produk hasil industri pengolahan, diiringi dengan sejumlah Produk lainnya. Subsektor ini mengindikasikan ketergantungan yang signifikan pada pasar di Amerika Serikat (AS).

Di tahun 2024, penjualan produk manufaktur ke Amerika Serikat mengalami pertumbuhan signifikan menjangkau USD 25,1 miliar, yang menyumbang sebesar 12,9% dari total ekspor manufaktur di Indonesia.

Sebanyak empat belas industri mencerminkan paparan yang besar, sehingga membuat mereka sangat sensitif terhadap pergantian tariff oleh AS.

Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, mengamati bahwa struktur ekspor Indonesia menuju Amerika Serikat mayoritas berasal dari produk-produk manufaktur, di mana sejumlah subsektor memiliki ketergantungan signifikan pada pasar AS.

Menurutnya pada tahun 2024, nilai ekspor sektor manufaktur ke Amerika Serikat meningkat menjadi US$ 25,1 miliar dan ini menyumbang 12,9% dari seluruh eksport manufaktur di Indonesia.

"Sebanyak 14 sektor industri mengalami tingkat paparan yang cukup besar, sehingga membuat mereka sangat rawan terhadap pergantian tariff dari Amerika Serikat," katanya.