Bank Indonesia Ubah Insentif KLM Jadi Berbasis Komitmen Kredit

Perubahan Skema Insentif KLM dari BI
Bank Indonesia (BI) akan melakukan perubahan signifikan terhadap skema insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM). Sebelumnya, insentif diberikan berdasarkan realisasi atau backward looking, tetapi kini akan diubah menjadi sistem forward looking yang berfokus pada komitmen perbankan dalam menyalurkan kredit ke sektor tertentu.
Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, Irman Robinson, menjelaskan bahwa perubahan ini bertujuan untuk memastikan penyaluran kredit dari sisi suplai tidak mengalami hambatan. Dengan demikian, BI menyiapkan skema insentif KLM yang baru agar bank dengan komitmen tinggi dalam pertumbuhan kredit tidak terganggu oleh masalah likuiditas.
"Sebelumnya kita memberi insentif setelah mereka melakukan performa, tapi sekarang kita berikan sebelum mereka melakukan performa. Hal ini dimaksudkan agar bank yang memiliki komitmen tinggi dalam pertumbuhan kredit tidak terhambat oleh masalah likuiditas," jelas Irman saat Media Gathering di Bukittinggi, Jumat (24/10).
Penyesuaian Kebijakan Berdasarkan Komitmen
Irman menambahkan bahwa selama ini ada bank dengan pertumbuhan kredit yang tinggi, tetapi juga ada bank yang kurang aktif. Masing-masing bank biasanya memiliki sektor prioritas dalam penyaluran kredit. Kebijakan ini akan mulai berlaku pada 1 Desember 2025.
"Dalam kebijakan baru ini, kami akan melihat komitmen bank dalam penyaluran kredit pada triwulan mendatang dan memberikan insentif berdasarkan komitmen tersebut," ujarnya.
Penilaian Risiko Kredit dan Prudensial Lending
BI akan melakukan kajian (assesment) untuk melihat skor kredit macet atau non performing loan (NPL) setiap sektor. Meskipun demikian, BI tetap meminta setiap bank untuk mengutamakan prinsip prudensial lending dalam pemberian kredit.
"Kami menetapkan syarat bahwa bank harus tetap menjaga prudensial lending mereka, sehingga tidak bisa hanya karena ingin mendapatkan insentif, mereka terus tumbuh di sektor-sektor dengan NPL yang sudah cukup tinggi," kata Irman.
Koordinasi dengan OJK
Irman menyatakan bahwa BI akan berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk bersama-sama mengkaji kesiapan perbankan dan sektor yang bisa diprioritaskan. Dalam penyusunan sektor-sektor yang ditargetkan, beberapa sub-sektor dengan NPL tinggi tidak akan dimasukkan dalam objek pemberian insentif KLM.
"Sub-sektor dengan NPL tinggi yang rata-rata terjadi di industri tidak akan masuk sebagai objek insentif KLM," jelasnya.

Penguatan Kebijakan KLM yang Berbasis Kinerja
Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan bahwa insentif KLM dengan skema terbaru diberikan kepada bank atas komitmennya dalam menyalurkan kredit/pembiayaan kepada sektor tertentu (lending channel), serta menetapkan suku bunga kredit yang sejalan dengan arah kebijakan suku bunga BI (interest rate channel).
"Penguatan Kebijakan KLM yang berbasis kinerja dan berorientasi ke depan yang berlaku efektif mulai 1 Desember 2025," kata Perry saat konferensi pers, Rabu (22/10).
Besaran Insentif yang Diberikan
Insentif KLM yang dapat diterima bank terdiri dari dua saluran, yaitu:
- Saluran pinjaman insentif, dengan batas maksimal 5 persen dari Dana Pihak Ketiga (DPK)
- Saluran insentif suku bunga, dengan batas maksimal 0,5 persen dari DPK
Total insentif yang diterima bank bisa mencapai maksimal 5,5 persen dari DPK.
Sektor yang Mendapat Insentif
Sektor yang mendapatkan saluran pinjaman insentif antara lain:
- Sektor pertanian, industri, dan hilirisasi
- Sektor jasa, termasuk ekonomi kreatif
- Sektor konstruksi, real estate, dan perumahan
- Sektor UMKM, koperasi, inklusi, dan berkelanjutan
Besaran insentif pada lending channel juga memperhitungkan faktor penyesuaian berdasarkan realisasi pertumbuhan kredit/pembiayaan dibandingkan dengan komitmen periode sebelumnya.
Sementara itu, pengukuran insentif suku bunga kredit/pembiayaan didasarkan pada kecepatan perbankan dalam menyesuaikan suku bunga kredit/pembiayaan baru terhadap suku bunga kebijakan Bank Indonesia.
Gabung dalam percakapan