Amphuri: Bahaya di Balik Kebijakan Umrah Mandiri

Ruang Baca.CO.ID - JAKARTA
Kebijakan Umrah Mandiri Dinilai Berpotensi Membahayakan Jamaah
Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) menyampaikan kekhawatiran terhadap kebijakan pemerintah yang mengatur penyelenggaraan umrah mandiri. Kebijakan ini diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2025, khususnya Pasal 86 ayat (1) tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Ketua Bidang Humas dan Media DPP Amphuri, Abdullah Mufid Mubarok, menyoroti risiko besar yang mungkin terjadi jika kebijakan ini diterapkan tanpa payung hukum yang jelas. Menurutnya, jamaah bisa menghadapi berbagai masalah seperti gagal berangkat, penipuan visa, akomodasi tidak layak, atau keterlambatan transportasi.
“Tanpa perlindungan hukum yang kuat, jamaah bisa menjadi korban tindakan tidak profesional dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” ujarnya.
Peluang bagi Calo dan PPIU Ilegal
Abdullah juga memperingatkan bahwa kebijakan ini berpotensi membuka peluang bagi calo atau pihak tidak resmi yang menawarkan jasa penyelenggaraan tanpa izin. Hal ini dapat memicu praktik Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) ilegal yang merugikan jamaah dan mencoreng reputasi Indonesia di mata Pemerintah Arab Saudi.
“Tanpa pengawasan yang ketat, kebijakan ini bisa menciptakan pasar gelap penyelenggaraan umrah yang sulit dikontrol oleh negara,” tambahnya.
Dampak pada Industri Umrah Nasional
Amphuri menilai kebijakan umrah mandiri akan memengaruhi ekosistem industri umrah nasional, terutama dalam jangka pendek. Sebagian masyarakat mungkin tertarik untuk menempuh jalur mandiri karena menganggapnya lebih fleksibel dan murah. Namun, Abdullah menjelaskan bahwa secara praktis, biaya umrah mandiri justru berpotensi lebih tinggi karena jamaah membeli tiket dan hotel dengan harga publik tanpa potongan korporat yang biasanya diperoleh biro perjalanan resmi.
Selain itu, ketidakefisienan logistik serta kemungkinan biaya tambahan akibat kendala di lapangan membuat total pengeluaran jamaah bisa meningkat. Sementara PPIU resmi biasanya mendapatkan harga kontrak dan fasilitas khusus dari maskapai, hotel, serta mitra layanan di Arab Saudi.
“Jadi, umrah mandiri tidak otomatis lebih hemat, bahkan sering kali justru berisiko membengkak karena tidak ada sistem perlindungan terintegrasi,” katanya.
Perlu Bimbingan dan Layanan Profesional
Abdullah menegaskan bahwa mayoritas jamaah tetap membutuhkan bimbingan dan jaminan layanan profesional, mulai dari pengurusan visa, transportasi, akomodasi, hingga pendampingan ibadah. “Umrah bukan hanya perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan spiritual yang membutuhkan arahan dari penyelenggara berpengalaman,” ungkapnya.
Karena itu, Amphuri optimistis bahwa biro resmi akan tetap menjadi pilihan utama bagi masyarakat yang mengutamakan keamanan, kenyamanan, dan ketertiban dalam beribadah.
Langkah Solutif yang Diajukan oleh Amphuri
Meskipun demikian, Amphuri menegaskan pihaknya menghormati kebijakan pemerintah sebagaimana tertuang dalam UU No. 14 Tahun 2025. Namun, implementasinya diminta dilakukan secara hati-hati dan terukur agar tidak menimbulkan masalah baru di lapangan.
Sebagai bentuk kontribusi, Amphuri mengusulkan beberapa langkah solutif, antara lain:
- Menjadikan PPIU resmi sebagai mitra strategis pemerintah
- Menerbitkan aturan turunan yang jelas terkait mekanisme umrah mandiri
- Membentuk sistem registrasi dan pelaporan bagi jamaah mandiri
- Menegakkan hukum terhadap penyelenggara ilegal
“Amphuri bukan sekadar pelaku usaha, tetapi mitra strategis negara dalam menjaga marwah ibadah. Kami siap bersinergi agar umat dapat beribadah dengan aman, teratur, dan bermartabat,” pungkas Abdullah.
Gabung dalam percakapan