TikTok Dikenakan Denda Fantastis Rp9,8 Triliun karena Melanggar Privasi di Uni Eropa

Ruang Baca News, JAKARTA – TikTok Dikenakan denda senilai 530 juta euro atau kira-kira Rp9,8 triliun oleh otoritas pengawas privasi utama. Uni Eropa menyusul kekhawatiran serius terhadap praktik perlindungan data pengguna.

Regulator juga memerintahkan TikTok untuk menghentikan transfer data ke China dalam waktu enam bulan jika mekanisme pemrosesannya tidak sesuai dengan hukum privasi Eropa.

Melansir Reuters, Pada Sabtu (3/5/2025), Komisi Perlindungan Data Irlandia (DPC), sebagai badan regulator utama kebijakan privasi di Uni Eropa bagi perusahaan berskala global, mengungkapkan bahwa TikTok belum bisa membuktikan jika data para penggunanya dari wilayah UE yang diakses secara remote oleh karyawan mereka di China telah terlindungi dengan memenuhi standar ketat perlindungan sebagaimana ditentukan melalui regulasi UE.

DPC mengklarifikasi bahwa TikTok gagal memberikan tingkat keamanan yang cukup terhadap kemungkinan penetrasi data oleh pihak berwenang Cina, sesuai dengan hukum anti-spesialisme serta peraturan lainnya yang dikatakan TikTok melenceng jauh dari standar privasi data di wilayah Eropa.

TikTok memberikan respons tegas terhadap keputusan itu, menegaskan bahwa perusahaan sudah menerapkan prosedur hukum Uni Eropa, seperti klausa kontrak standar, guna memanage akses remote dengan pembatasan yang ketat serta pengawasan yang cermat. Selain itu, TikTok menyatakan niat mereka untuk melakukan upaya kasasi terkait dengan vonis tersebut.

Perusahaan menyatakan bahwa otoritas pengawas tidak memperhatikan fitur perlindungan baru yang diluncurkan mulai tahun 2023, seperti pemeriksaan bebas dari pihak ketiga atas akses jarak jauh serta simpanan informasi pelanggan Uni Eropa dalam server spesifik di Eropa dan AS.

TikTok, yang saat ini mengakomodasi sekitar 175 juta pengguna di Eropa, menyatakan bahwa sampai saat ini mereka belum pernah mendapatkan permintaan informasi pelanggan dari pihak berwenang Tiongkok, serta sama sekali tidak membagi data tersebut.

“Keputusan ini berpotensi menciptakan preseden yang berdampak luas terhadap perusahaan dan industri global yang beroperasi di Eropa,” kata TikTok seperti dikutip Reuters, Sabtu (3/5/2025).

Dalam penyelidikan yang berlangsung selama empat tahun ini, DPC melihat bahwa walaupun TikTok sudah menyatakan tidak menyimpan data Uni Eropa di China saat proses pemeriksaan tersebut, namun perusahaan itu sendiri mengumumkan beberapa bulan yang lalu bahwa mereka baru sadar pada Februari bahwa ada sejumlah kecil datanya yang disimpan di China dan kini telah dikeluarkan dari sana.

"DPC melihat hal ini dengan sangat serius dan sedang mengkaji apakah tindakan pengaturan tambahan perlu dilakukan," kata Wakil Komisioner Graham Doyle.

Ini adalah hukuman kedua yang ditimpakan pada TikTok oleh DPC. Tahun 2023, organisasi tersebut diganjar denda sebesar 345 juta euro karena melanggar aturan privasi data anak-anak dalam wilayah Uni Eropa.

Sebagai badan pengawas utama terkait GDPR di Eropa, DPC Irlandia memiliki peranan penting dalam mengatur perusahaan teknologi multinasional seperti Microsoft, LinkedIn, X (mantan nama Twitter), serta Meta, karena adanya markas regional mereka yang berlokasi di Irlandia.

Menurut ketentuan GDPR yang berlaku pula di Islandia, Liechtenstein, dan Norwegia, otoritas pengawas memiliki wewenang untuk mengenaikan sanksi denda sampai dengan 4 persen dari total Pendapatan Global Perusahaan Pelanggaran.