Pria Tanpa Arah Moral Sering Menggunakan 7 Frasa Ini, Psikolog Ungkap Ketimpangan Nilainya

Ruang Baca News Kompas moral merupakan panduan internal yang mengarahkan individu dalam menentukan apa yang baik dan buruk.
Untuk banyak orang, arah etis mereka dibangun melalui prinsip-prinsip rumah tangga, keterlibatan pribadi, rasa simpati, serta pemahaman akan lingkungan sosialnya.
Tetapi, terdapat jenis pria yang sepertinya kehilangan—orang pun mungkin menolakkannya—kompas moral tersebut.
Mereka tidak selalu jahat dalam arti yang ekstrem, tapi tindakan dan kata-katanya sering kali menunjukkan keburukan karakter yang tersembunyi.
Menariknya, psikologi kontemporer menyebutkan bahwa orang-orang semacam itu kerap kali memperlihatkan dirinya lewat cara berbahasanya.
Tidak disadari, mereka menggunakan kata-kata tertentu yang menunjukkan kurangnya belas kasihan, kewajiban, atau kejujuran moral.
Menurut laporan dari Geediting di hari Senin (3/5), ada tujuh frase yang kerap digunakan dan menunjukkan dampak negatifnya berdasarkan analisis seorang psikolog; yaitu bagaimana frasa-frasa tersebut bisa mencerminkan sifat-sifat pribadi yang kurang baik.
1. "Bukan kesalahan saya itu."
Pernyataan tersebut merupakan indikasi jelas dari kontrol eksternal, di mana seseorang cenderung mengatribusikan kesalahan pada hal-hal diluar diri mereka sendiri ketika gagal.
Psikolog mengatakan hal ini merupakan suatu bentuk penyingkiran kewajiban.
Pria yang sering kali menggunakan kalimat tersebut mencerminkan kegagalannya dalam mengenali kesalahannya sendiri serta mempelajari hal-hal baru berdasarkan pengalamannya, suatu tanda karakter dewasanya masih rendah.
Mengapa hal itu berisiko: Seseorang yang selalu memvoniskan pihak lain tanpa henti lebih mungkin mengalami stagnasi dalam perkembangan emosi mereka serta kerap meruntuhkan hubungan akibat ketidakmampuan untuk menyadari bagian dirinya sendiri dalam suatu perselisihan.
2. "Aku hanya jujur."
Pada tampilan pertama, kejujuran kelihatan sebagaimana suatu nilai yang positif.
Namun, saat kalimat tersebut dipakai untuk membela perkataan yang menusuk hati atau kasar, hal itu tidak lagi dianggap jujur—tetapi menjadi agresivitas tersembunyi yang disamarkana sebagai kesampaian berbicara dengan terbuka.
Psikolog mengatakan hal ini disebut dengan kejujuran yang dimanfaatkan.
Mengapa hal ini bisa menjadi masalah: Seringkali dipakai untuk merugikan orang lain tanpa peduli akan dampaknya, sekaligus menutupi kekurangan dirinya sendiri. Orang-orang semacam itu biasanya sangat licik serta memiliki tingkat empati yang rendah terhadap perasaan sesama manusia.
3. "Yang lain pun sama saja."
Inilah contoh rationalisasi yang umum ditemui.
Frasa ini digunakan untuk membenarkan perilaku buruk dengan menunjuk pada kesalahan orang lain.
Dalam bidang psikologi moral, hal tersebut dikenal sebagai penyesalan moral yang berkurang, yakni suatu mekanisme pikiran untuk mengecilkan rasa bersalah terkait dengan tindakan tidak bermoral.
Mengapa hal ini bisa menjadi masalah: Sebaliknya dari mengembangkan diri, mereka malah menemukan alasan untuk dibenarkan oleh sekitar mereka.
Inilah yang disebut buta moral dan hal itu menjadikan orang tersebut susah untuk berkembang secara etis.
4. "Aku nggak peduli."
Tindakan mengabaikan hal-hal dengan cara yang terbuka, khususnya pada situasi di mana rasa simpati seharusnya hadir, mencerminkan adanya kekurangan emosi.
Dalam bidang psikologi kepribadian, hal tersebut biasanya berhubungan dengan sifat dark triad—terutama psychopathy yang ringan.
Mengapa hal ini bisa jadi masalah: Ungkapan tersebut mencerminkan kegagalan dalam memahami atau menghargai emosi oranglain (atau bahkan mungkin menolaknya), yang pada gilirannya memberi tahu pihak lain bahwa perasaan mereka diabaikan.
Pada suatu hubungan, hal itu sangat merugikan.
5. "Itu cuma bercanda."
Frasa ini sering muncul setelah komentar ofensif atau merendahkan.
Dalam bidang psikologi sosial, hal tersebut disebut dengan tersembunyiannya agresivitas dibalik lelucon atau guyonan.
Hal ini kerap dipakai untuk mengelakkan kewajiban emosional terkait dengan perkataan yang menyakitkan.
Kenapa hal ini bisa menjadi masalah: Hal itu mengindikasikan ketidaktahuan tentang etika sosial serta kurangnya kesadaran dan pengendalian emosi yang matang.
Sebaliknya dari mengaku bahwa perkataannya merugikan orang lain, ia membebaskan diri dengan mementingkan kurangnya pengaruh ucapan yang diberikan.
6. "Kamu terlalu sensitif."
Inilah contoh tipikal dari gaslighting halus—mengkritik emosi korban daripada mengevaluasi tindakannya sendiri.
Dalam psikologi, ini termasuk dalam kategori manipulasi emosional.
Mengapa hal ini berisiko: Kalimat tersebut dapat menghancurkan keyakinan seseorang terhadap kemampuan dirinya dan menyebabkan keragu-raguan akan insting pribadinya.
Inilah karakteristik seseorang yang tak dapat (atau enggan) bersimpati dengan cara yang sehat.
7. "Hal utama adalah gue mendapat keuntungan."
Pernyataan tersebut menggambarkan pendekatan terhadap utilitarianisme egoistik di mana aspek etika dinilai berdasarkan sejauhmana manfaat individu dapat diraih, tanpa memperhatikan konsekuensinya bagi pihak lain.
Ini adalah ekspresi narsisisme yang praktis.
Kenapa hal ini bisa berisiko: Pria dengan prinsip seperti itu biasanya mengeksploitasi orang lain.
Mereka memandang hubungan sebagai alat, bukannya akhir dari segalanya, serta condong untuk menyepelekan aturan sosial atau moralitas demi keuntungan diri sendiri.
Kesimpulan: Bahasa Menjadi Pantulan Jiwa
Kata-kata tidak sekadar sarana berkomunikasi—they merupakan pintu masuk menuju prinsip-prinsip internal seseorang.
Pria yang telah hilang arah dalam etika seringkali tak sadar kalau ungkapan-ungkapan yang dianggapnya biasa justru mencerminkan banyak hal perihal dirinya sesungguhnya.
Psikologi kontemporer menekankan bahwa bagaimana seseorang berkomunikasi merupakan petunjuk yang signifikan tentang rasa simpati mereka, kejujuran, serta tingkat kematangan etisnya.
Bila Anda kerap menemui ungkapan-ungkaran tersebut dari pihak lain dalam kehidupan Anda – baik itu pasangan, sahabat, bos, atau kolega – mungkin sudah tiba waktunya untuk mempertanyakan: Apakah individu ini sesungguhnya mengedepankan prinsip-prinsip positif, atau justru Anda tengah bermukabalah dengan seseorang yang minim panduan etis?
Gabung dalam percakapan