Prediksi PHK 2025: Inilah Sektoral Yang Terancam Paling Parah

Gelombang penghentian hubungan kerja diperkirakan akan terus berlangsung sepanjang tahun ini. Situasi ekonomi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor baik dari dalam maupun luar perusahaan.
Mohammad Faisal dari Executive Director Core menyebut bahwa faktor internal di antaranya disebabkan oleh penurunan daya saing berbagai perusahaan pasca pandemi COVID-19. Faisal menjelaskan bahwa kebijakan pascavirus corona ini cenderung lebih memusatkan upaya pada kelompok kurang mampu. Di sisi lain, sejumlah besar orang termasuk dalam kategori tengah yang mendekati batasan kemiskinan juga merasakan dampak negatif kondisi ekonomi melemah tersebut.
"Pekerja dengan gaji dan jam kerja rendah mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Jumlah pendapatan mereka yang terkena pemutusan hubungan kerja pun tak semua dapat kembali bekerja di sektor formal," jelasnya ketika diwawancara. RB NEWS.co.id , Jumat (23/5).
Di samping itu, jumlah pemutusan hubungan kerja ini sangat dipengaruhi oleh kebijakan luar negeri semisal, tensi perdagangan setelah diberlakukannya tariff impor AS. Sama halnya dengan penurunan nilai komoditas yang nantinya dapat mempengaruhi performa perusahaan dalam bidang pertambangan serta peternakan.
- Pemutusan Hubungan Kerja yang Diperkirakan Mencapai 280 Ribuan Pekerja Tahun 2025, Berikut Alasannya
- Menteri Perindustrian Tolak Ramalan Pemutusan Kerja bagi 280 Ribuan Orang, Ungkapkan Pertumbuhan Investasi di Sektor Manufaktur Meningkat
- Menaker: Angka Pemutusan Hubungan Kerja Meningkat Menjadi 26 Ribuan Orang, Dengan Jawa Tengah dan Jakarta Sebagai Penyumbang Terbanyak
Pada saat yang sama, Kepala Departemen Makroekonomi dan Keuangan di Institute for Development of Economics and Finance (Indef), M. Rizal Taufikurahman menyebutkan bahwa masih ada tekanan struktural yang belum terselesaikan, termasuk rendahnya kemampuan masyarakat untuk membelanjakan uang mereka, pertumbuhan ekspor yang terhenti, ditambah lagi kurangnya insentif fiskal bertipe kontrasyklusif (yang bergerak kebalikan dari tren perekonomian secara umum).
"Tanpa intervensi kebijakan yang bersifat antisipatif, inklusif dan berbasis data by name by address, prediksi adanya gelombang PHK bukanlah skenario pesimis, melainkan dasar yang cukup realistis," ujarnya.
Rizal mengatakan, terdapat sejumlah sektor yang rentan terkena gelombang PHK tahun ini. Sektor tersebut adalah:
1. Sektor manufaktur yang mengandalkan pasar luar negeri
Menurut Faisal, sektor dengan intensitas tinggi pekerjaan yang fokus pada pasar luar negeri mengalami tekanan paling besar untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Bidang ini mencakup industri tekstil, garmeneri, pembuatan alas kaki, serta otomotif. Berbagai sektor itu dihadapkan pada serentetan tantangan termasuk penurunan permintaan internasional, bebannya dalam proses produksi lokal, sampai kekakuannya dalam struktur upah tenaga kerja.
2. Sektor yang terdampak pada efisiensi pemerintah
Industri yang terpengaruh efisiensi pemerintah seperti infrastruktur, perhotelan, event, akan rentan terkena gelombang PHK tahun ini.
3. Bidang pertanian serta nelayanannya
Dampak ekonomi di sektor ini dipengaruhi oleh perubahan iklim yang akhirnya dapat menurunkan produksi. Menurut Faisal sektor-sektor tersebut kini sudah menunjukkan gejala efisiensi tenaga kerja.
"Hal ini mengindikasikan bahwa tantangan di bidang tenaga kerja kita bersifat multidimensi dan memerlukan respon kebijakan yang tak sekadar reaktif, namun juga harus berorientasi pada strategi serta melibatkan beberapa departemen," katanya.
Beda Data PHK Kemnaker dan BPJS Ketenagakerjaan
Sebelumnya, Dewan Pengawas BPJS mengatakan hingga April 2025 telah terjadi 24,36 ribu korban PHK.
“Prediksi dan potensi korban PHK yang akan terjadi untuk tahun 2025 ada sekitar 280 ribu korban PHK,” kata Ketua Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan Muhammad Zuhri saat rapat dengan Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin (20/5).
Sementara Kementerian Ketenagakerjaan mendata korban PHK hingga 20 Mei 2025 telah mencapai 26.455 orang. Industri pengolahan menjadi sektor dengan jumlah PHK terbanyak selama lima bulan pertama tahun ini.
Tindakan PHK terbesar terjadi di Jawa Tengah mencapai 10.695 orang. Provinsi kedua dan ketiga dengan jumlah PHK terbanyak adalah Jakarta sebanyak 6.279 orang dan Riau sejumlah 3.570 orang.
Gabung dalam percakapan