Perang Dagang Reda, Apakah IHSG Akan Mencapai Level 7.000?

RB NEWS.CO.ID - JAKARTA. Tension dalam perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China sedang menurun, bersamaan dengan masa libur panjang di Bursa Saham Indonesia.

Head of Research Kiwoom Sekuritas Liza Camelia Suryanata menyebut bahwa walaupun perjanjian dagang antar dua negara tersebut masih bersifat sementara, semakin meningkatnya sentimen global yang positif diperkirakan dapat membantu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak naik. bullish dalam jangka pendek pada perdagangan Rabu (14/5).

Meskipun demikian, lantaran perjanjian tersebut belum mengatasi persoalan-persoalan yang mendasarinya, kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan hanya akan berlangsung dalam batasan tertentu dan tetap rentan untuk melakukan pembetulan secara teknis terutama pada level-area tersebut. resistance previous high sekitar 6.970 sampai 7.000 yang berfungsi sebagai resistance psikologis.

Apabila tingkat kritis ini dapat dilewati, IHSG berpeluang untuk terus menguat meraih sasaran 7.100–7.150 sebelum akhir Mei.

Dalam jangka sedang, IHSG mungkin akan menyentuh resistance 7.200–7.250, dengan peluang mencapai 7.300 jika didukung sentimen positif global.

Ini bisa terwujud apabila dalam rapat FOMC bulan Juni atau Juli tahun 2025, The Fed secara resmi mengurangi tingkat suku bunganya menjadi 25 point basis. Tambahan dari hal tersebut, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pun diproyeksikan naik berkat hasil keuangan perusahaan-perusahaan untuk semester kedua di tahun 2025 yang menjanjikan. Di sisi lainnya, batas atas maupun bawahannya juga turut ditentukan. support Kuat diperdagangkan sekitar 6.800, dengan support pada level 6.650 hingga 6.550.

Arah Dana Asing

Menurut Liza, perjanjian ini paling tidak menghasilkan dua konsekuensi. Pertama , memberikan manfaat positif bagi negara-negara sedang mengembangkan diri. Penurunan ancaman dari perang dagang mungkin akan memicu ketertarikan para investor internasional untuk berinvestasi di instrumen yang lebih riskan, seperti saham dan surat utang Indonesia. Akan tetapi, perkembangan tersebut dapat dibatasi oleh pola tren saat ini. foreign net sell Yang telah menyentuh angka Rp 54 triliun sejak awal tahun, mengindikasikan bahwa minat investor asing terhadap IHSG tetap rendah.

Dampak kedua , Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memiliki potensi untuk tertinggal dibandingkan dengan bursa saham di China dan Amerika Serikat (AS), yang sudah lebih awal memberikan respons positif terhadap optimisme perdamaiannya. Bahkan, Goldman Sachs menaikkan perkiraan pertumbuhan ekonomi AS pada kuarter IV-2025 hingga 1%. Sementara itu, Morgan Stanley melaporkan peningkatan posisinya. bullish hedge funds pada saham China.

"Alih-alih mengharapkan asing berbalik net buy "Kemungkinan besar justru akan ada peralihan di kedua pasar tersebut," ujar Liza pada penelitiannya, Selasa (13/5).

Dengan rasio P/E indeks CSI 300 China sebesar 12,64 kali yang hampir setara dengan IHSG pada angka 13,33 kali, pasar saham China memiliki potensi untuk menjadi pesaing kuat dalam menggaet aliran dana global.

Meskipun demikian, Liza menekankan bahwa para pemain di pasar tidak perlu terlalu cemas. Mengingat perkiraan peningkatan pertumbuhan ekonomi kedua negara pengonsumsi utama global ini, Indonesia memiliki kesempatan untuk mendapatkan keuntungan, khususnya dalam bidang komoditas, dikarenakan struktur pasar Indonesia yang didominasi oleh sektor komoditas.

Sebaliknya, Liza menjelaskan bahwa penilaian indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tetap cukup menarik berdasarkan rasio harga-earnings (PER). forward 13–14%, lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata historis lima tahun. Di samping itu, latar belakang keuangan perusahaan yang kuat, terutama pada sektor perbankan, telekomunikasi, serta infrastruktur transportasi/Logistik. Keuntungan bersih dari para emiten periode kuartal I-2025 meningkat 19,32% secara year-on-year, mencerminkan peningkatan dalam pengelolaan biaya.