Nuklir di Balik Terapi Kanker: Prinsip dan Tantangan Medis

PIKIRAN RAKYAT - Penelitian medis nuklir sedang berlangsung sebagai alternatif pengobatan kanker, terutama bagi pasien dalam tahap akhir yang cukup rumit dan tidak dapat diatasi melalui bedah, radiasi luar, ataupun kemoterapi.
Akan tetapi, ketakutan masyarakat tentang paparan radiasi nuklir serta biaya yang perlu dikeluarkan, membentuk hambatan tersendiri bagi implementasinya.
Dalam penjelasannya, spesialis radiologi nuklir Dr. Ryan Yudistiro, SpKN(K), M.Kes, FANMB, Ph.D mengatakan bahwa metode dalam kedokteran nuklir beroperasi dengan menggunakan radioisotop yang ditujukan secara langsung kepada sel-sel kanker.
Langkah ini dikenal sebagai terapi radiasi internal sistematik yang tertuju, seringkali dipakai dalam pengobatan kanker prostat serta tumor neuroendokrin di tahapan lanjutan.
Walaupun telah berevolusi sejak awal tahun 1940-an, kedokteran nuklir baru-baru ini mulai mendapatkan sorotan ekstra dalam sepuluh tahun terakhir. Ini sesuai dengan meningkatnya permintaan untuk metode pengobatan yang lebih tepat sasaran dan disesuaikan bagi pasien individu.
Ryan menekankan bahwa pendidikan masyarakat tetap menjadi masalah besar. Banyak pasien masih memandang istilah "nuklir" sebagai sesuatu berbahaya, dan sebagian pasien merasa khawatir ketika diarahkan ke layanan medis nuklir akibat keterkaitannya dengan paparan radiasi intensif.
Ryan mengatakan bahwa beberapa orang merasakan sensasi seperti akan diciduk saat acara konferensi pers di Siloam Oncology Summit 2025 baru-baru ini.
Ryan menyebutkan bahwa intensitas radiasi pada tindakan medis nuklir jauh lebih rendah daripada yang terdapat pada pemeriksaan CT Scan maupun rontgen. Staf di bidang kedokteran nuklir pun tak perlu menggunakan perlengkapan proteksi dari radiasi ketika melakukan pengecekan pada pasiennya.
"Pada saat pasien di kedokteran nuklir, dipindai, diperiksa, itu petugasnya tidak perlu lari, ngumpet, atau pakai baju perlindungan radiasi, karena radiasinya kecil sekali. Sebaliknya, di radiologi diagnostik, pada saat CT scan atau X-ray-nya jalan atau menyala, itu mereka harus ngumpet karena radiasinya besar. Jadi, kalau yang ditakutkan radiasi, kedokteran nuklir justru radiasinya lebih kecil daripada radiologi diagnostik," tuturnya.
Ryan mengatakan bahwa dari segi biaya, kedokteran nuklir malah dapat mengurangi total pengeluaran perawatan medis. Tes seperti pemeriksaan PET scan mampu memastikan tahap penyakit kanker dengan tepat, sehingga pasien dapat diberikan terapi yang sesuai.
“Itu bisa menghindarkan dari terapi yang tidak efektif dan mahal,” ujarnya.
Terkesan mahal
Dia menyebutkan bahwa walaupun prosedur medis nuklir tampaknya memiliki harga tinggi, namun keuntungan yang didapat sepadan dengan biaya tersebut. Menurutnya, terapi ini memberikan solusi yang lebih spesifik dan menghasilkan efek samping minimal. Pendekatan yang lebih akurat seperti itu bisa memperbaiki kualitas hidup pasien secara signifikan.
"Kalau dilihat dari biayanya, mungkin relatif mahal. Tapi, kalau dilihat dari manfaatnya, itu sebanding dengan biaya yang dikeluarkan," tuturnya.
Spesialis kedokteran nuklir lainnya, Prof. Dr. Marcel P.M. Stokkel, MD, Ph., menyebut terapi kanker dalam kedokteran nuklir ini sebagai terapi radionuklid. Menurutnya, pendekatan radionuklid disebut sebagai bentuk radiasi internal yang bekerja langsung pada lokasi kanker di dalam tubuh.
Metode ini disebutnya berbeda dari paparan radiasi eksternal yang memancarkan sinyal dari luar tubuh. "Pada terapi radionuklida, sumber radiasinya didekati ke area tumor," jelas dokter dari Bagian Kedokteran Nuklir di Netherlands Cancer Institute – Antoni van Leeuwenhoek Hospital (NKI-AVL) di Amsterdam, Belanda tersebut.
Radiasi internal dirancang untuk memusnahkan tumor atau paling tidak mencegah pertumbuhannya. Menurut Stokkel, metode ini pun bisa menahan laju metastasis atau perpindahan sel kanker ke bagian tubuh lainnya.
"Menurut pendapat saya, hal tersebut merupakan keunggulan terapi radionuklida pada saat ini," katanya.
Sejumlah latihan dan praktik klinis telah membuktikan keberhasilan terapi ini pada beberapa jenis tumor. Meski begitu, penelitian terus dikembangkan untuk memperluas penggunaan metode ini pada tipe kanker lainnya.
“Masa depan benar-benar terang dalam hal tersebut, memiliki alternatif baru, pilihan baru untuk tipe tumor lain,” katanya. (*)
Gabung dalam percakapan