Mewujudkan Impian Ekonomi 8 Persen Indonesia Lewat Sektor Perumahan

JAKARTA, RB NEWS Dalam menghadapi badai disrupsi teknologi serta hambatan ekonomi dunia, CEO Lippo Group James Riady menyampaikan ide brilian bernama "Mimpi Indonesia".
Dihadapkan dengan kedua menteri tersebut, yakni Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait serta Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, bersama dengan Dirjen Kekayaan Negara dari Kementerikan Keuangan Rio Siliban, beberapa pemimpin bank besar dan industri teknologi terkemuka juga turut hadir. James pun membeberkan kepada mereka tentang potensi sektor properti untuk berperan sebagai pendorong ekonomi yang signifikan.
Visi Mimpimu Indonesia bertujuan untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi negara ini sebesar 8% setiap tahun dengan cara meningkatkan pembangunan perumahan serta pemukiman di tanah air.
James kemudian menyoroti pengalaman negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS) dan China yang membuktikan peran krusial sektor perumahan.
Dengan mengintegrasikan infrastruktur, lapangan kerja, teknologi kecerdasan buatan (AI), dan nilai budaya, gagasan ini tidak hanya bertujuan memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, tetapi juga membangun warisan yang dapat diwariskan ke generasi mendatang.
"Di China, di Amerika, permukiman tersebut menjadi elemen kunci dan segala sesuatu dalam pengembangan Amerika selama dua abad," terangkan James pada hari Jumat, tanggal 23 Mei 2025.
Bahkan, krisis hipotek ( mortgage crisis ) yang melemahkan ekonomi Amerika Serikat dan global, menggambarkan pentingnya sektor tersebut. Begitu juga di Tiongkok, sektor properti menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi.
Di Indonesia juga, James menyadari adanya peluang serupa. Hal ini tidak terjadi begitu saja. James menjelaskan tentang efek berantai yang signifikan akibat pembangunan rumah tersebut.
Dia mengatakan bahwa tiap rumah yang terbangun bisa membuka kesempatan kerja untuk 4, 5 sampai 6 tenaga kerja secara langsung, tanpa memperhitungkan pekerjaan ekstra yang timbul dari pembuatan fasilitas penunjang seperti jalanan, sistem listrik, serta penyediaan air minum.
Apabila Indonesia berhasil menghasilkan satu juta unit hunian setiap tahunnya, hal tersebut bisa membentuk sampai dengan sepuluh juta kesempatan kerja.
Angka tersebut cukup penting mempertimbangkan terdapat 100 juta tenaga kerja di Indonesia yang belum memiliki pendidikan lanjutan ataupun keahlian tertentu.
Dengan menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk menaikkan produktivitas dalam konstruksi, industri properti bisa jadi jawaban atas masalah pengangguran serta membantu meroketkan pertumbuhan ekonomi sampai 8% setiap tahunnya.
Oleh karena itu, menurut James, program rumah subsidi yang menjadi fokus pemerintah Indonesia untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) perlu didukung.
Menurut data Kementerian PUPR (sebelum berubah jadi PKP), sejak pemberlakuan Fasilitas Pembiayaan Perumahan (FLPP) pada 2010, lebih dari 2 juta MBR telah mendapatkan rumah layak huni dengan harga terjangkau.
Peraturan-peraturan penunjang pun selalu diupdate, misalnya dengan menaikkan ambang atas harga hunian bersubsidi sebanyak 2,7% setiap tahun sesuai dengan Indeks Harga Perdagangan Besar, agar tetap terjaga kelancaran akses.
Mentalitas Generasi Muda
James kemudian menggarisbawahi perbedaan mindset di antara komunitas China dan Indonesia.
Di China, orang-orang lulusan sekolah menengah atas cenderung berpikir bahwa mereka harus membeli rumah. Di sisi lain, di Indonesia, walaupun tersedia pekerjaan, mengakses kredit tetap menjadi hambatan.
Dalam tradisi Melayu dan Indonesia, mempunyai rumah merupakan suatu warisan yang bisa diserahkan kepada generasi berikutnya.
James menekankan bahwa rumah subsidi bukan sekadar tempat tinggal, tetapi simbol Indonesian Dream.
"Jadi, akses kredit perumahan yang terjangkau menjadi kunci. Dengan dukungan bank seperti BTN dan kebijakan pemerintah, 18 juta orang dengan pendapatan tetap berpotensi membeli rumah subsidi," tegasnya.
Menurut dia, membangun perumahan berimbang bukan cuma soal bangunan fisik saja, tapi juga harus ada dukungan dari fasilitas penopang lain seperti jalanan, pasokan listrik, serta sumber air yang layak.
Setiap proyek pembangunan perumahan memunculkan dampak berantai yang signifikan, mendorong lebih dari 175 industri terkait, meliputi segmen material konstruksi sampai layanan angkutan.
Hal ini sesuai dengan data yang menunjukkan bahwa sektor real estat di tahun 2022 berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,31 persen.
Teknologi kecerdasan buatan (AI) pun turut menjadi aspek penting dalam mimpi Indonesia versi James. AI bisa dioptimalkan untuk memperbaiki tahap perancangan, pemodelan, serta pengerjaan proyek, yang pada gilirannya akan menurunkan biaya dan durasi pembangunannya.
Dengan tingkat efisiensi ini, semakin banyak hunian bersubsidi bisa dibangun guna memenuhi kebutuhan. backlog perumahan, yang berdasarkan Susenas 2020 mencapai 12,75 juta keluarga.
Lippo Group dan Nobu Bidik 50.000 Rumah
Dukungan penuh dari pemerintah, khususnya Kementerian PKP untuk pembangunan rumah subsidi disambut baik oleh James.
Ia menyatakan persetujuannya dengan aturan bangunan tidak boleh kurang dari 1 (lantai/tingkat) dan tanahnya boleh kurang dari 1 (luas), yang sesuai dengan minat masyarakat.
Komitmen Lippo Group melalui PT Bank Nationalnobu Tbk (Nobu Bank), akan menyalurkan 50.000 KPR subsidi dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
"Dengan sinergi antara pemerintah, pengembang, dan perbankan, impian memiliki rumah bagi seluruh lapisan masyarakat bukan lagi sekadar angan, melainkan target yang bisa dicapai, sekaligus memicu pertumbuhan ekonomi yang signifikan bagi Indonesia," tuntas James.
Gabung dalam percakapan