Menakar Arah Gerak Logam Mulia Usai Kesepakatan Tarif AS - China

RB NEWS.CO.ID – JAKARTA Setelah menyetujui tarif perdagangan antara AS-China di awal minggu ini, nilai logam mulia seperti emas dan perak turun secara signifikan. Meski demikian, kedua jenis logam tersebut tetap dilihat optimis untuk masa depan sampai dengan akhir tahun 2025.
Mengutip Bloomberg , harga emas spot dilaporkan mengalami penurunan sebesar 5,20% dalam seminggu terakhir. Pada hari Selasa (13/5) pukul 17:40 WIB, nilai emas mencapai level US$ 3.253,0 per ons troy, yang mana ini adalah kenaikan sebesar 0,52% dibanding dengan perdagangan sebelumnya.
Angka tersebut sudah meningkat lebih dari 22% sejak awal tahun 2025. Sementara itu, harga perak berada di posisi US$ 33,04 per ons, naik 1,35% dibanding hari sebelumnya, namun anjlok 0,54% dalam seminggu terakhir.
Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo menyebutkan bahwa koreksi dalam harga emas putih disebabkan oleh respon terhadap dinamika sentimen jangka pendek di pasar internasional. Penyelesaian kesepakatan pengurangan tariff antara Amerika Serikat dan Tiongkok telah membantu mendingankan ketidakstabilan ekonomi dunia.
Ini merupakan faktor pendorong utama bagi minat pada emas dan perak. Oleh karena itu, apabila ada tanda-tanda kestabilan dalam ekonomi dunia, perilaku para investor cenderung mengubah posisi mereka. risk on dan beralih pada aset-aset berisiko," jelas Sutopo kepada RB NEWS.co.id, Selasa (13/5).
Mata uang Amerika Serikat juga menjadi sorotan setelah tercapainya suatu persetujuan, yang selanjutnya membantu menekan harga emas dan perak di awal minggu lalu. Sementara itu, indeks dolar (DXY) berada di posisi 101,5 dengan kenaikan sebesar 2,10% dibanding seminggu sebelumnya.
"Kekuatan dolar AS ini menyebabkan harga emas dan perak menjadi lebih tinggi untuk para pemodal yang berada di luar zona dolar, sehingga dengan sendirinya menurunkan minat pembeli," jelas Sutopo.
Wahyu Tribowo Laksono, pendiri Tradeindo, menyatakan bahwa setelah ada penyesuaian harga untuk emas dan perak, banyak orang cenderung memindahkan dana mereka ke instrumen investasi lainnya yang dipandang memiliki prospek pertumbuhan lebih baik di tengah skenario risiko yang berkurang.
Dari kesepakatan tersebut kembali menghasilkan dampak positif pada kondisi pasar finansial. Sebagai contoh, di sektor bursa saham, penurunan ketidakpastian tentang perang perdagangan membuat aset saham, terlebih yang berkaitan dengan perkembangan perekonomian dunia, semakin diminati.
Obligasi korporasi dengan peringkat investasi juga menawarkan alternatif imbal hasil yang lebih menarik dibandingkan aset tanpa imbal hasil seperti emas dan perak.
"Beberapa investor bahkan memindahkan dananya ke mata uang yang dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi dunia seperti Dolar Australia (AUD) atau Dolar Kanada (CAD),” jelas Wahyu kepada RB NEWS.co.id, pada hari Selasa (13/5).
Meski begitu, Wahyu menilai bahwa logam mulia, khususnya emas masih memiliki daya tarik tersendiri sebagai diversifikasi portofolio dan lindung nilai terhadap inflasi serta sistematik jangka panjang.
Khusus perak, prospek ke depan juga akan sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi global dan perkembangan teknologi, mengingat 50% permintaan perak didominasi oleh sektor industri.
Apabila pertumbuhan ekonomi dunia terus berlanjut dan industri semakin maju, kebutuhan akan perak mungkin saja bertambah.
Namun, penting pula untuk mengingat bahwa perak juga mempunyai sifat-sifat sebagai sebuahaset. safe haven "Meski tidak serumit emas, perak cenderung lebih dipengaruhi oleh masalah ekonomi, sehingga daya tahannya relatif lebih rendah daripada emas," ungkap Wahyu.
Ke depan, investor perlu mencermati sentimen seperti data ekonomi AS dan China, arah kebijakan suku bunga Federal Reserve (Fed), perkembangan geopolitik, dan eskalasi perang dagang usai penundaan 90 hari.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuabi menggarisbawahi bahwa meskipun ada pengumuman tentang penurunan tensi dalam perang dagang antara AS dan Cina, tarif impor yang telah disetujui tetap berada pada level cukup tinggi.
AS akan mengurangi tarif impor atas barang-barang yang berasal dari China dari 145% menjadi 30%, sementara itu pula China akan mengurangi tarif terhadap produk-produk AS dari 125% hingga tinggal 10%. Perjanjian ini bakal efektif sejak tanggal 14 Mei 2025 dan bersifat sementara untuk jangka waktu 90 hari kedepan.
"Penurunan bahkan hanya 10% saja sebenarnya dianggap cukup signifikan dan dapat memiliki dampak yang kuat pada ekonomi dunia, apalagi jika mencapai 30%," ungkap Ibrahim kepada RB NEWS.co.id, Selasa (13/5).
Ibrahim berpendapat bahwa pasaran sudah mulai memahami kembali dan merespons informasi tentang perjanjian tariff ini, yang sebenarnya bersifat sementara. Oleh karena itu, ancaman ketidakstabilan global tetap terbuka.
Wajar saja bila emas makin berharga, sebab para pemodal kian rajin membeli barang ini. safe haven ini," tambah Ibrahim.
Menurut perkiraannya, Ibrahim percaya bahwa harga emas kemungkinan besar akan naik sampai ke angka US$ 3.700 per ons troi menjelang akhir tahun 2025, sementara harga perak diperkirakan berada di kisaran US$ 32.00 per ons.
Wahyu menambahkan bahwa harga emas diperkirakan akan berkisar antara US$ 2.800 sampai dengan US$ 4.000 untuk setiap ons troy, sedangkan harga perak diprediksi ada di kisaran US$ 25,00 hingga US$ 40,00 tiap ons hingga akhir tahun ini.
"Dalam skenario bullish Apabila terdapat sentimen negatif di pasaran global, kemungkinan besar harga emas akan berada dalam kisaran US$ 3.350 hingga US$ 3.600 per troy ounce, sementara itu harga perak diperkirakan akan bergerak pada rentang US$ 36,00 sampai dengan US$ 40,00 per ons.
Berbeda jika ada sentime positif di pasar global, maka ada potensi skenario bearish dengan harga emas berada dikisaran US$ 2.950 – US$ 3.150 per ons troi, dan harga perak dikisaran US$ 29.00 – US$ 31 per ons hingga akhir tahun 2025," tutup Sutopo.
Gabung dalam percakapan