India dan Pakistan Capai Gencatan Senjata, Namun Tetap Saling Klaim Kemenangan Perang

India dan Pakistan menyatakan klaim masing-masing terhadap hasil dari pertemuan cepat namun intens yang hampir menyeret kedua negara berbekal nuklir tersebut ke tepian perang. Meski demikian, para ahli menjelaskan bahwa campur tangan Amerika Serikat sebagai faktor utama untuk menciptakan gencatan senjata di antara kedua belah pihak telah memberikan unggulannya kepada Pakistan pada ranah diplomasi.

Pihak berwenang India menyatakan bahwa mereka telah sukses mencegah partisipasi Islamabad dalam aktivitas terorisme bersifat internasional melalui serangan rudal pada basis militer yang ada di Pakistan dan diyakini menjadi pusat operasi teroris tersebut.

Sebaliknya, Pakistan menyatakan telah menjatuhkan lima pesawat tempur India seminggu sebelumnya dan dengan tegas mengklaim bahwa mereka telah mencapai "kemenangan bersejarah" melawan musuh bebuyutannya. Ini merupakan kali pertama di mana kedua negara tersebut saling mengirim drone militer ke wilayah masing-masing.

"Inidia akan merasa bersalah karena yakin bahwa masih ada cukup tempat bagi sikap saling menghina meskipun berada dalam naungan senjata nuklir," ujar Ankit Panda, seorang peneliti tingkat lanjut di Carnegie Endowment for International Peace di Washington seperti dilansir oleh Financial Times pada hari Selasa (13/5).

Menurutnya, militer Pakistan akan merasa cukup dengan tindakan balasan mereka dan akan meninggalkan tempat tersebut sambil berpikir bahwa keamanan sudah dipulihkan.

India mengatakan, sedikitnya 16 warga sipil dan lima tentaranya tewas. Sedangkan militer Pakistan mengatakan 11 tentara dan 40 warga sipil, termasuk 15 anak-anak, telah tewas sejak 6 Mei. India telah mengklaim bahwa sebanyak 40 personel militer Pakistan tewas.

Namun, para ahli menilai bahwa walaupun kedua negara sudah saling memberikan dampak besar, upaya diplomasi Amerika Serikat dalam mencegah konflik secara menyeluruh malah menjadikan India marah. Mereka juga memposisikan AS sebagai negara yang mensupport teroris.

Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang telah menyatakan penghargaan kepada kedua belah pihak untuk berdamai dengan mendorong keduanya agar mengakhiri perang tersebut. Dia juga menekankan bahwa "penyelesaian masalah bisa saja terwujud tentang Kashmir," daerah bertumpu populasi Muslim yang menjadi pusat perselisihan ini.

Kedua negara mengklaim wilayah tersebut, yang telah mereka perebutkan tiga kali, secara keseluruhan. Namun, New Delhi menentang mediasi internasional apa pun. Kementerian luar negeri India membantah memiliki rencana untuk melakukan perundingan.

Sebaliknya, para diplomat Pakistan menyambut positif niat Trump untuk membacking beragam usaha yang bertujuan menangani masalah di Jammu dan Kashmir, daerah yang dikendalikan oleh India.

Shyam Saran, sebelumnya adalah mentri luar negeri India, menyebut peristiwa itu sebagai mundurnya usaha New Delhi dalam mencegah negara-negara lain menempatkan dirinya dan Pakistan pada posisi yang sama rata.

"Selama beberapa tahun belakangan ini, kita sudah sukses membuang garis pemisah antara India dengan Pakistan dan kini tak lagi dilihat seperti sepasang kembar jahat yang selalu berseteru," ungkap Saran.

Kongres Nasional India, yakni partai oposisi utamanya, meminta Perdana Menteri Narendra Modi untuk memberikan penjelasan tentang alasan Presiden Donald Trump sebagai orang pertama yang menyebarkan berita gencatan senjata tersebut serta merinci syarat-syaratnya.

New Delhi sekarang tengah menjalani diskusi dengan Washington yang diupayakan bisa mencegah penerapan tarif 26% terhadap produk-produk India yang diekspor ke Amerika Serikat. Trump menyatakan pada hari Senin (12/5), bahwa dia sudah memakai isu perdagangan sebagai tekanan kepada India dan Pakistan supaya berhenti melanjutkan konflik mereka.

"Saya menyampaikan bahwa kita akan menjalankan berbagai macam perdagangan bersama, namun mari kita hentikan hal ini. Apabila kalian tak mengakhirinya, maka kami juga tidak akan melanjutkan setiap jenis dagang," ungkap Trump.

Pejabat dari Kementerian Luar Negeri India, yang enggan disebutkan identitasnya, mengklaim bahwa tak terdapat sebarang pembicaraan berkaitan dengan dagang pada perdebatan antara New Delhi dan Washington di akhir pekan tersebut. Perihal transaksi komersial sama sekali tidak menjadi topik dalam dialog soal perselisihan itu.

Pada pidatonya setelah memenangkan pemilu di TV pada Senin (12/5), Modi malah menggarisbawahi apa yang dia sebut sebagai kesuksesan tentara India.

Kesuksesan melibatkan serangan, seperti penggunaan misil untuk mengincar basis udara serta "infrastruktur teroris" sebagaimana diungkap oleh India, yang melewati batasan konflik tradisional di Kashmir. Targetnya antara lain adalah pangkalan udara Noor Khan, yang berada tak jauh dari pusat senjata nuklir Pakistan.

Modi menyampaikan bahwa India telah memenangkan waktu dengan menangguhkan operasinya dan siap untuk melakukan serangan akurat serta tegas ke markas para teroris. Dia juga menekankan bahwa ancaman serangan teror skala besar di kancah internasional sebagian besar bermula dari institusi yang ia sebut sebagai " universitas terorisme dunia" di Pakistan.

Perdana Menteri Pakistan Shehbaz Sharif menyatakan pula bahwa negaranya meraih "keberhasilan luar biasa." Dia menjelaskan dalam sebuah pengumuman dari Islamabad bahwa Pakistan berhasil membatasi serbuan agresif India serta melumpuhkan sejumlah besar penduduk sipilnya. Tindakan ini dilakukan dengan menciptakan ketidakamanan di wilayah perkotaannya menggunakan rudal dan drone militer.

Mereka kemudian menyelenggarakan perayaan untuk menghormati gencatan senjata di tengah pertikaian yang membebani negara dengan kondisi ekonomi terbatas itu.

Islamabad juga menyatakan bahwa mereka sudah sukses menggunakan pesawat buatan Tiongkok untuk menjatuhkan lima pesawat perang India, minimal satu di antaranya adalah jenis Rafale dari Perancis seminggu yang lalu.

Negara tersebut menyebutkan pula telah meluncurkan rudal balistik menuju India dengan sasaran sekitar dua belas fasilitas militer di akhir pekan. Marsekal Udara India Awadhesh Kumar Bharti pada hari Minggu enggan membenarkan klaim tentang penembakan pesawat tempurnya, namun dia menyampaikan bahwa adanya korban merupakan hal biasa dalam sebuah perang dan seluruh pilot India berhasil kembali pulang secara selamat.

Analisis menyebutkan bahwa pertarungan tersebut membentuk pola baru dalam kenaikan cepat tensi di antara dua pihak bersaing. Meskipun demikian, mereka juga menjelaskan bahwa New Delhi belum berhasil memunculkan masalah terorisme sebagai fokus utama, sebab sorotan global justru tertuju pada bahaya senjata nuklir.

India menyatakan bahwa serangan udara tersebut merupakan balas dendam untuk penyerangan terhadap wisatawan yang terjadi sebulan sebelumnya di Kashmir bagian India, yang dilancarkan oleh kelompok bersenjata dengan dukungan dari Pakistan. Sementara itu, Pakistan menyangkal tuduhan tersebut dan menegaskan bahwa mereka tidak mensponsori teroris serta tidak memiliki keterlibatan dalam peristiwa tersebut.

Mereka juga mengajak untuk dilakukan "penyelidikan yang adil" terhadap kejadian tersebut, hal ini dibantah oleh India. Sebaliknya, India turut disalahkan karena diduga menyokong gerakan separatis di daerah Barat Provinsi Bergolak Balochistan.

"Kesadaran global sekali lagi difokuskan pada kebenaran bahwa area ini adalah sumber panas nuklir," ujar Pratap Bhanu Mehta, seorang peneliti tingkat tinggi dari Pusat Studi Kebijakan yang berbasis di New Delhi.