Dukungan terhadap "Sumpah Beruang", Ketua DPRD Banyumas Subagyo Ungkap Potensi Pengelolaan Sampah hingga Miliman Rupiah
RB NEWS, PURWOKERTO - Pembawa Acara: Sebelumnya kita sudah membahas tentang pertanyaan mengenai APBD senilai 4 triliun serta masalah penanganan sampah?
Subagyo:
Alhamdulillah untuk kondisi saat ini di Banyumas yang memiliki populasi mencapai 1,8 juta jiwa dan area seluas 139 ribu hektare. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerahnya adalah 4 triliun rupiah serta 10 miliar rupiah.
Berikut ini kami peroleh angka PAD sebesar Rp1 Triliun 165 Miliar sebagai contoh, namun seperti halnya daerah-daerah lain, tetap memiliki ketergantungan cukup besar. Kemandiriannya juga belum optimal dan berada di kisaran antara 30 hingga 36 persen.
Rata-rata kabupaten di Indonesia menerima alokasi dana perimbangan sebesar kira-kira 75% dari total APBD mereka. Kabupaten Banyumas telah menyediakan layanan yang memadai, terutama dalam hal penanganan sampah.
Kami telah sukses mengakhiri operasi TPA. TPA di Banyumas kini tak lagi beroperasi dan digantikan oleh proses pengolahan limbah di gudang yang akan ditangani di beberapa gudang tersebut.
Keberhasilan Banyumas tidak terletak pada penanganan sampah saja tetapi juga menciptakan suasana di mana pengelolaan sampah menjadi tanggung jawab bersama yang dapat membahayai kesehatan. Namun demikian, peradaban dan masyarakat telah menyadari hal ini dan kemudian mengambil langkah-langkah proaktif.
Mereka menyeleksi dengan cermat. Sampah-sampah yang dapat digunakan dipilih sementara sisanya akan diantarkan ke Tempat Pemrosesan Akhir BLE.
Kita bisa menghasilkan penghasilan dengan mengolah limbah plastik dicacah menjadi RDF sebagai bahan bakar.
Jika dikalkulasikan dengan sederhana, 1 ton setara dengan Rp 500 ribu. Apabila kita berhasil mengirimkan 40 ton dalam sehari, pendapatan yang diperoleh adalah Rp 20 juta per hari. Artinya, omzet bulanan akan mencapai kisaranRp 600 juta.
Kemudian dikalikan dengan 12 bulan menjadi Rp 7,2 miliar.
Untuk sementara, pendapatan yang diterima oleh pemerintah daerah masih terbatas pada retribusi saja. Namun di masa depan, potensi tersebut dapat dikembangkan melalui manajemen dan komersialisasi oleh Pemkab. Baru-baru ini, ada kunjungan dari Menteri Lingkungan Hidup (LH) yang berjanji akan memberikan peralatan tambahan untuk penanganan limbah.
Kita punya potensi pengolahan sampah sampai 200 ton per hari. Kalau 100 ton saja kita garap dan Rp 500 ribu per ton nya, maka bisa Rp 50 juta per hari, berapa setahun banyak.
Cuma persoalannya sekarang adalah penyediaan lahan untuk RDF nya itu. Karena kan kering. Artinya dalam upaya meningkatkan.
Host: Kalau APBD pengelolaan sampah bagaimana?
Subagyo:
Tentu saja, kami belum bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Walaupun kami memiliki slogan "sumpah beruang". Mengubah sampah menjadi uang.
Itu semangat kita kedepan.
Sampah tidak hanya menjadi beban tetapi juga merupakan kesempatan. Pendapatan dari pengelolaan sampah belum diakomodasi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Namun, hal ini bisa berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat.
Kelompok sadar lingkungan yang mendirikan sebuah koperasi. Akibatnya, pengolahan sampah di Banyumas menjadi lebih berprestise. Dahulunya, sampah tersebut terbuka dan tidak terurus dengan baik.
Sampah yang sudah berubah menjadi residu tersebut selanjutnya dihimpun untuk dibakar dan sisa hasil bakarnya dapat digunakan sebagai material dalam proses produksi batu bata dari sampah.
Sampah lembab tersebut selanjutnya dipakai dalam proses pembuatan maggot. Dalam sehari, hingga mencapai 40 kilogram, sangat menguntungkan.
Host: Pertanyaan tentang sistem parkir yang semakin padat, khususnya saat Lebaran di mana hampir setiap meter memiliki ruang untuk parkir, bagaimana pengembangan selanjutnya?
Subagyo:
Masalah parkir memang seringkali menjadi topik yang membosankan di mana-mana, tetapi penting untuk diperbincangkan. Tujuan dari sistem parkir ini adalah mengatur aliran lalu lintas agar lebih tertib dan lancar serta meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Namun saat ini masih ada kesalahan persepsi antara masyarakat dan pemerintah daerah tentang hal tersebut.
Justru terdapat pandangan bahwa tempat parkir tersebut merupakan hak saya. Parkiran memiliki dua aspek. Salah satunya dapat dianggap sebagai pajak dan yang lainnya adalah retribusi. Perbedaannya yaitu jika pajak diberlakukan pada sektor swasta yang mengelola layanan parkir. Sedangkan retribusinya mencerminkan suatu bentuk pelayanan bagi publik dengan konsekwensinya adanya pengumpulan uang dari warga ke pemerintahan.
Yang sebenarnya melaksanakan pemungutan retribusi adalah pemerintah, bukannya masyarakat. Namun, terjadi kesalahpahaman di mana orang-orang mengira "daerah ini milikku dan aku yang harus memulai." Mereka yang melakukan pengumpulan dana tersebut seharusnya menjadi wakil dari pemerintahan tetapi perlu adanya kolaborasi.
Jadi saat ini belum ada perjanjian resmi terkait hal tersebut. Penataan parkir dianggap sebagai salah satu bentuk retribusi, dan setiap pemerintah memiliki metode pengumpulannya masing-masing. Tiap wilayah punya caranya sendiri-sendiri dalam mengatur ini. Misalnya saja ada yang melakukan lelang untuk seluruh kabupaten.
Hingga kini, potensi yang tersedia masih belum terwujud sepenuhnya. Di Banyumas, misalnya, potensi dari retribusi parkir bisa mencapai Rp23 miliar namun realisasinya hanya sekitar Rp1,5 miliar saja. Sehingga target mereka untuk mengumpulkan Rp2 miliar pun tak tercapai. Karena alasan tersebut, saya mulai mempertimbangkan bagaimana layanan kepada publik dapat ditingkatkan agar pemerintah daerah juga bisa meraih lebih banyak pendapatan dari retribusi parkir.
Host: Formulasinya sudah ketemu pak?
Subagyo:
Nah, salah satu caranya yaitu dengan memastikan bahwa setiap petugas penitipan kendaraan menyetorkan uang secara langsung ke pemerintah kabupaten melalui sistem QRIS atau perbankan lainnya yang disediakan oleh pemda tersebut. Saat ini kita memiliki sekitar 1.545 tenaga penepi kendaraan. Jika masing-masing dari mereka menyetor Rp10 ribu per harinya dan dikalikan dengan jumlah total penjaga parkir serta ditambahkan untuk seluruh tahun, maka nominalnya akan mencapai hingga Rp5 miliar.
Pajak parkir yang dulunya 25% dari total pendapatan saat ini berkurang menjadi 10%, dan hal itu memberikan insentif signifikan bagi para pebisnis dalam industri parkir, terutamanya untuk usaha parkir tersebut. Rata-rata, setelah mengumpulkan data dari pemilik tempat parkir, kami menemukan bahwa jika ingin mencapai laba sesungguhnya maka perlu meningkatkan tarif parkir.
Kami tak perlu menaikkannya, cukup dengan mengelola saja sudah oke. Mereka hanya membayar Rp10ribu per hari. Dalam satu tahun telah mencapai Rp5, 6 miliar. Jadi kita nggak perlu repot-repot lagi. Uang yang dipinjamkan menjadi lebih sedikit. Sebuah peribahasa bilang, semakin pinjaman dikurangi, semakin banyak kata-kata bertambah. Inilah ide utamanya.
Namun, banyak pihak yang merespons para pengendara. Seakan tidak ada habisnya di Banyumas ini menjadi kota bagi para penata parkir. Hanya dengan tarif motor Rp1.000 dan mobil Rp2.000, sebetulnya hal tersebut sudah lumayan jika dilihat secara total. Misalkan saja setiap lokasi dapat mengumpulkan pendapatan hingga sepuluh kali lebih besar, maka hasil akhir bisa mencapai Rp10ribu. Berpindah-pindah tempat untuk memarkir kendaraan pun tetap hanya membayar satu ribu rupiah per titik parkiran.
Host: Pro dan kontra di antara para petugas penarik biaya parkir, bagaimana realisasinya?
Subagyo:
Saya bertanya kepada divisi humas kabid perparkiran tentang estimasi untuk tahun 2026. Saya mengusulkan meningkatkan anggaran dariRp1.5 menjadi Rp5 miliar apakah mereka bisa melaksanakan hal tersebut. Namun, tampaknya mereka bersedia melakukan itu.
Host: Apa pendapat Anda tentang area Kebondalem sebagai tempat investasi yang baru?
Subagyo:
Akhirnya, kebondaleman yang sebelumnya dioperasikan oleh pihak ketiga bisa dikembalikan kepada pemerintah Kabupaten Banyumas. Saat ini mereka merencanakan tempat itu menjadi destinasi utama untuk kuliner dan hiburan warga setempat.
Sebab makanan dan hiburan merupakan elemen penting dalam mencapai kemakmuran namun tetap memberi peluang bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) serta kepada pebisnis skala atas.
Ingin mencicipi masakan yang favorit di kalangan rakyat. Jika soal peraturan telah dikelola oleh kita semua, maka kita dapat menganggapnya selesai jika memang demikian adanya.
Namun, penghitungannya untuk kompensasi tersebut masih berjalan. Sebagai contoh, para pedagang yang telah lama menyewa dari pihak ketiga ini belum diselesaikan sampai sekarang.
Ini penting untuk diteliti apakah mereka akan memperpanjang kontraknya. Setelah itu, pengusaha tersebut akan menyerahkan kembali ke pemerintah daerah atau menggunakan metode alternatif.
Saran saya untuk masyarakat Banyumas adalah tetap mempertahankan semangat positif. Kepemimpinan Mas Dewo menawarkan peluang bagi perbaikan dan diharapkan dapat membawa masa depan yang lebih baik.
Dengan ciri-ciri yang tegas dan langsung dalam memahami aspirasi publik, hal ini harus dioptimalkan serta dilakukan komunikasi bersama seluruh pemangku kepentingan. Tak terdapat persoalan apa pun yang tak bisa dituntaskan. Protes di jalanan sia-sia namun lebih bijaksana untuk mengunjungi kantor Dewan dan mencapai penyelesaian melalui dialog. Semua akan terselesaikan secara tertib dan bermartabat. (jti)
Gabung dalam percakapan