DJSN Ungkap Faktor di Balik Kenaikan Jumlah Peserta Nonaktif BPJS Kesehatan

RB NEWS , JAKARTA — Jumlah peserta nonaktif BPJS Kesehatan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Per Maret 2025, jumlah peserta nonaktif tercatat sebanyak 56,8 juta jiwa, naik dari 55,4 juta pada akhir 2024 dan 53,8 juta pada 2023. Adapun pada 2022, jumlah peserta nonaktif berada di angka 44,4 juta jiwa.

Merespons permasalahan tersebut, Ketua Komisi yang bertugas untuk pengawasan, pemantauan, serta evaluasi dari Dewan Jaminan Sosial Nasional ( DJSN ) Muttaqien menyampaikan bahwa lonjakan peserta nonaktif disebabkan oleh berbagai faktor yang saling terkait.

Dia menyebutkan bahwa peserta yang tidak aktif termasuk dalam dua kelompok besar, yakni disebabkan oleh perubahan data dan tunggakannya pembayaran iuran.

"Nonaktifnya jumlah peserta mencakup mereka yang telah pindah dan beberapa lainnya yang telat membayar tunggakan. Penanganan kedua kondisi ini perlu menggunakan strategi yang berbeda," jelas Muttaqien kepada Bisnis pada Rabu (14/5/2025).

Muttaqien menjelaskan sebanyak 41,5 juta peserta nonaktif berasal dari proses mutasi data, terutama karena perpindahan segmen kepesertaan dari Penerima Bantuan Iuran (PBI), Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) Pemda, PBPU, maupun Pekerja Penerima Upah (PPU).

Dia juga menyoroti bahwa mayoritas peserta nonaktif berasal dari segmen PBPU dan Bukan Pekerja (BP), terutama dari kelompok pekerja informal.

"Dominansi pasar pada segmen PBPU dan BP, terutama bagi pekerja informal. Kelompok ini umumnya kurang memiliki pendapatan yang stabil, sehingga ketaatan dalam pembayaran iuran cenderung berfluktuasi," katanya.

Dia menegaskan bahwa masalah kemampuan membayar merupakan prioritas utama dalam mengatasi hal ini. Meskipun begitu, ia juga menunjukkan bahwa tindakan tidak bertanggung jawab masih sering terjadi di kalangan masyarakat.

Menurutnya masih terdapat peserta hanya aktif ketika membutuhkan layanan kesehatan, lalu menunggak atau berhenti membayar setelah itu. “Pendekatan terhadap perilaku moral hazard ini harus dicegah seoptimal mungkin,” katanya.

Untuk itu, lanjut Muttaqien, DJSN menilai pentingnya peningkatan edukasi publik dan sosialisasi mengenai kepatuhan terhadap kewajiban iuran.

“Yang perlu dilakukan juga adalah peningkatan edukasi publik dan sosialisasi kepatuhan agar kesadaran terhadap hak dan kewajiban terhadap program JKN dapat dipahami oleh masyarakat,” tegasnya.

Selain itu, DJSN bersama Kemenko PMK, BPJS Kesehatan, dan BPJS Ketenagakerjaan sedang mendorong integrasi muatan jaminan sosial ke dalam dunia pendidikan sebagai strategi jangka panjang untuk membentuk kesadaran sosial sejak dini.

“DJSN dan Kemenko Pemberdayaan Masyarakat bersama BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan terus mendorong terintegrasinya muatan jaminan sosial ini di dunia pendidikan,” ujarnya.

Tak hanya itu, Muttaqien juga menyoroti perlunya efektivitas dalam pelaksanaan sanksi administratif bagi peserta nonaktif. Terkait dengan keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Muttaqien menyebutkan bahwa pembahasan mengenai penyesuaian iuran masih berlangsung.

Namun, kebijakan pemerintah tetap fokus untuk tetap meningkatkan mutu dan keberlanjutan Program JKN. Dia juga mengonfirmasi bahwa opsi pemutihan tunggakan iuran telah masuk dalam pembahasan internal.

"Terkait dengan penanganan keterlambatan iuran sudah ditinjau oleh kelompok kerja manfaat, tarif, dan iuran, juga hal ini termasuk ke dalam beberapa skenario yang dibahas di Pokja," demikian disimpulkan Muttaqien.