China Buka Kembali Pasar Pesawat Boeing untuk Indonesia

Jakarta, IDN Times – China telah mencabut larangan satu bulannya terkait pengiriman pesawat Boeing setelah menandatangi perjanjian perdagangan sementara dengan Amerika Serikat (AS). Pihak berwenang di China mulai memberitahukan kepada maskapai nasional dan otoritas penerbangan bahwa mereka dapat kembali menerima pesawat dari AS tersebut dalam minggu ini.

Perusahaan penerbangan diperbolehkan untuk menentukan sendiri jadwal serta rincian logistik pengiriman. Kebijakan baru ini membawa angin segar bagi Boeing, perusahaan yang sempat tersandung akibat masalah keselamatan, kendala dalam proses produksi, dan perseteruan perdagangan internasional. Diperkirakan kira-kira 50 pesawat dari Boeing akan diserahkan kepada China tahun 2025.

Step ini ditujukan untuk mengakselerasi penyelesaian permintaan armada penerbangan dari China dan pada saat yang sama menjadi indikator upaya merestorasi hubungan perdagangan antar kedua negeri tersebut.

1. Amerika Serikat dan Tiongkok mengurangi sementara bea masuk mereka

Kedua pihak setuju mengurangi tarif impor selama periode 90 hari dalam upaya mereda ketegangan perdagangan. Amerika Serikat menyetujui pengurangan tariff atas produk-produk Cina dari angka semula 145% hingga turun ke 30%, sedangkan Tiongkok melakukan hal serupa dengan penurunan tariff barang-barang AS yang awalnya berada di tingkat 125% menjadi hanya 10%. Selain itu, Tiongkok juga menunda beberapa bentuk pembalasannya terhadap langkah-langkah tersebut.

Kebijakan ini melibatkan barang-barang seperti alat-alat medis, zat-zat kimia, serta penyewaan pesawat terbang. Gejala-gejala tekanan ini pertama kali nampak di akhir bulan April tahun 2025 saat China mengumumkan siapannya memperbaiki iklim perdagangannya dengan perusahaan-perusahaan Amerika Serikat. Akan tetapi, persetujuan ini hanya bersifat sementara dan dapat dibatalkan apabila negosiasi-negosiasi jangka panjang tidak berhasil.

Tahap ini mencerminkan usaha dari kedua belah pihak untuk mengurangi tensi perdagangan yang sudah berdampak pada sektor manufaktur global, seperti industri pesawat terbang.

2. Boeing merasai manfaat dari peraturan yang diubah tersebut.

Pencabutan larangan ini memberi keuntungan besar bagi Boeing, yang tengah menghadapi krisis kualitas dan produksi. Dengan pengiriman ke China kembali berjalan, Boeing terhindar dari biaya mencari pembeli baru dan mendapat pembayaran signifikan saat pesawat diserahkan.

Dilansir dari The Times of India , Selasa (13/5/2025), China diharapkan akan memberikan kontribusi sebesar 20% terhadap permintaan pesawat global secara keseluruhan selama dua puluh tahun mendatang. Ini menjadikan negara tersebut sebagai pasar yang sangat penting bagi Boeing serta rival utamanya, Airbus. Di tahun 2018 saja, sepertigalah dari total produksi Boeing sudah berhasil diserahkan kepada pihak China saat kedua belah pihak masih berhubungan baik. Namun setelah adanya pembatasan pengiriman, banyak pesawat harus dikembalikan kembali ke Amerika Serikat, sehingga mendorong Boeing untuk mencari peluang pasar baru seperti India, Malaysia, dan juga Arab Saudi.

Analis industri menyatakan optimisme terhadap potensi pasar China bagi Boeing, yang kini berfokus memperkuat posisinya di wilayah tersebut.

3. Kecemasan tambahan mengganggu perjanjian perdagangan

Walau telah terjadi peningkatan, keraguan tetap menggelayuti kesepakatan tersebut. Penangguhan selama tiga bulan mungkin akan berakhir apabila pembicaraan tidak berhasil mendapatkan solusi yang konstan. Hingga kini belum ada pengumuman formal dari pihak otoritas penerbangan Tiongkok, serta seorang juru bicara Boeing enggan memberikan komentar. Juga belum ditentukannya waktu untuk pengiriman pesawat kepada maskapai di Tiongkok.

Menurut laporan The Straits Times yang mengutip Bloomberg Boeing saat ini dihadapkan dengan berbagai tantangan baru, termasuk masalah kualitas pasca insiden gagalnya komponen pintu dari model 737 Max pada bulan Januari tahun 2024. Riwayat mencatat bahwa China sebelumnya telah menjadi negera pertama yang mengambil tindakan untuk mencekal operasi pesawat 737 Max pada tahun 2019 usai dua kejadian musibah penerbangan tersebut, hal itu memperlihatkan sikap hati-hati mereka terhadap produk-produk Boeing.

4. Bersaing melawan Airbus serta perjanjian perdagangan lainnya

Perselisihan perdagangan antara administrasi Trump dan Biden membuat perusahaan penerbangan asal Tiongkok lebih condong untuk mengorder pesawat dari Airbus, yaitu rival utama Boeing. Pemblokiran atas pengiriman produk Boeing semakin mengeraskan kedudukan Airbus dalam pangsa pasarnya di Tiongkok, negara yang menjadi salah satu pusat industri penerbangan terbesar di planet ini.

Sebaliknya, Boeing juga mendapatkan dorongan dari sebuah perjanjian perdagangan terpisah. Minggu kemarin, Gedung Putih meresmikan pakta dagang dengan Inggris yang mencakup kesepakatan sebesar 10 miliar dolar AS (kira-kira Rp166 triliun) untuk menjual 32 unit pesawat Boeing 787-10 Dreamliner ke British Airways. Perjanjian tersebut memperlihatkan posisi Boeing yang kian berpengaruh di tengah kompleksitas perdagangan internasional.