Wamen Stella soal Kabur Aja Dulu: Bisa Membantu Perekonomian Negara

Tagar #KaburAjaDulu mulai menyebar pada awal bulan Februari 2025. Tagar tersebut digunakan oleh netizen untuk mengungkapkan kecemasan mereka dan mengisyaratkan bahwa Indonesia sedang mengalami situasi yang tidak stabil.

Tagar tersebut pertama kali muncul di platform media sosial X. Menariknya, tagar #KaburAjaDulu yang digaungkan oleh muda-mudi di Indonesia mendapat tanggapan dari para diaspora yang lebih senior.

Beberapa diaspora memanfaatkan tagar ini untuk berbagi informasi tentang peluang studi maupun pekerjaan di luar negeri sebagai salah satu cara untuk "mengembara" dari Indonesia.

Menggali Aspek Positif dari Fenomena "Kabur Aja Dulu"

Wakil Menteri Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi (Wamendiktesristek) Prof. Stella Christie mengatakan bahwa fenomena ini tidak selalu memiliki pengaruh negatif, tetapi juga memiliki banyak sisi positif yang bisa dimanfaatkan untuk kemajuan Indonesia.

"Tentu saja kalau kita kabur dari kenyataan, kata 'kabur' itu terdengar negatif, tapi sebenarnya ada banyak hal positif yang bisa kita lihat dari fenomena ini," ujar Direktur Sains dan Teknologi Stella saat menjadi narasumber dalam program Naratama di Menara Kompas, Palmerah Selatan, Jakarta Pusat, Senin (24/2/2025).

Salah satu dampak positif yang ia tekankan adalah kesempatan bagi individu untuk mengembangkan kemampuan mereka di luar negeri.

Dia berpendapat bahwa jika banyak orang menempuh pendidikan atau berkarier di luar negeri dan mampu mengoptimalkan potensi mereka, mereka tetap dapat memberikan kontribusi bagi Indonesia, meskipun berada di luar negeri.

“Ini adalah konsep yang telah terbukti sangat bermanfaat bagi perekonomian dan pertumbuhan ekonomi suatu negara, serta pertumbuhan sains dan teknologi. Contoh yang sangat penting adalah di Amerika Serikat, di mana ada diaspora dari India dan Tiongkok,” jelas Prof. Stella.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bagaimana diaspora dari negara lain, seperti India dan Tiongkok, telah memberikan kontribusi signifikan bagi negara asal mereka.

"Di universitas terbaik di dunia, banyak profesor dari diaspora yang merekrut mahasiswa dari negara asal mereka. Ini membuka jalan bagi transfer ilmu dan peluang kerja yang lebih luas," kata dia.

Ia juga memberikan contoh Satya Nadella, CEO Microsoft yang berasal dari India, yang telah menciptakan banyak lapangan kerja di India, bahkan membuka peluang pekerjaan offshoring di India.

Mekanisme yang terjadi tidak hanya berlaku pada penerimaan mahasiswa, tetapi juga melibatkan kerjasama antara diaspora dan lembaga pendidikan di dalam negeri.

"Itu akan sangat memengaruhi, nanti pertumbuhannya akan ke dalam negeri pun itu akan sangat baik, karena ada kolaborasi antara yang di luar dan yang di dalam," kata Profesor Stella.

Diaspora Indonesia masih tertinggal

Laporan Kompas.id menunjukkan, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan mencatat selama 2019-2023, jumlah orang Indonesia yang hijrah menjadi warga Singapura sekitar 1.000 orang per tahun.

Atau migrasi orang-orang Indonesia yang berpendidikan tinggi ke luar negeri.

Tetapi menurut Prof. Stella, angka tersebut tidak dapat dikatakan masif, tetapi masih relatif dan tergolong sedikit jika dibandingkan dengan diaspora yang ada di Amerika Serikat. Menurutnya, Indonesia membutuhkan lebih banyak diaspora yang memiliki posisi strategis di luar negeri.

"Jumlah mahasiswa Indonesia yang berada di Amerika Serikat sangat kecil dibandingkan dengan jumlah mahasiswa India atau Cina yang belajar di Amerika Serikat," katanya, menunjukkan bahwa Indonesia masih tertinggal dalam hal jumlah diaspora di luar negeri.

Meskipun jumlahnya masih sedikit, Profesor Stella menghargai kontribusi masyarakat Indonesia yang berada di luar negeri.

Ia menceritakan bagaimana banyak teman diasporanya yang berada di Inggris, Cina, dan Amerika Serikat telah membantu mengambil dan membimbing mahasiswa dari Indonesia, serta memperkenalkan mereka dengan rekan-rekan peneliti lainnya.

"Teman-teman ilmuwan diaspora saya, saya sangat beruntung bertemu dengan ilmuwan ini, sangat hebat dan sangat bersemangat untuk berkontribusinya," ujarnya.

.

Merujuk pada pergerakan tenaga kerja terdidik dari suatu negara yang dapat menciptakan lapangan kerja atau memberikan kontribusi bagi negara asal mereka. Pengalaman di luar negeri dianggap dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan dapat dimanfaatkan secara efektif ketika mereka kembali ke tanah air.

.

"Suatu hari nanti, menurut saya, hal ini akan menjadi kekhawatiran. Karena itu, kita harus berjaga-jaga sekarang dengan mengembangkan industri dan menciptakan lapangan kerja yang dapat menarik kembali orang-orang yang sudah berkarier di luar negeri," ujarnya.

Dia juga mengatakan bahwa meskipun sirkulasi otak sudah berjalan, jumlah individu yang terlibat di luar negeri masih sangat kecil.

Maka dari itu, diaspora Indonesia yang sukses di luar negeri juga memiliki peran penting dalam membangun negara, bahkan dari luar wilayah geografisnya.

," katanya.

Menurutnya, diaspora yang kompeten tidak hanya berkontribusi secara langsung, tetapi juga memperkuat pengaruh Indonesia dalam pertukaran ide global.

"Kekuatan Indonesia dalam diskusi global akan semakin besar jika kita memiliki diaspora yang dapat dipercaya. Jadi, bukan hanya soal pergi dan kembali, tetapi juga membangun, mengajak, dan berkontribusi dari mana pun kita berada," katanya.