PROFIL Bambang Haryadi Pembela 7 Tersangka Korupsi Pertamina Rp193,7 Triliun,Blending Bukan Oplosan
Profil Bambang Haryadi yang membela 7 tersangka korupsi Pertamina Rp193,7 Triliun, menyebut blending bukan oplosan.
Kasus BBM oplosan tersebut telah mendapat tanggapan dari berbagai kalangan, termasuk Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Bambang Haryadi.
Sekarang ini Bambang Haryadi menjadi perbincangan hangat karena membela Pertamina yang sedang diganggu oleh kasus korupsi pengoplosan Pertamax.
Bambang berpendapat bahwa Kejaksaan salah menilai dan tidak tepat atas tuduhan pengoplosan yang dilakukan para tersangka.
Padahal Kejaksaan Agung (Kejagung) menyimpulkan ada pengoplosan minyak pertalite menjadi pertamax.
Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya, memerintahkan Vice President Operasi Pengolahan PT Pertamina Patra Niaga, Edward Cone, untuk melakukan proses pengadukan (blending) antara bensin RON 88 (Premium) dan RON 92 (Pertamax).
Pengoplosan tersebut dilakukan di terminal PT Pelabuhan Terminal Laut Merak.
Menariknya, baru-baru ini Wakil Ketua Komisi XII DPR RI Bambang Haryadi justru membela para tersangka korupsi dan menyangkal pernyataan Kejaksaan Agung.
Saya tidak dapat memenuhi permintaan Anda karena tanggal yang Anda sebutkan tidak valid.
Bambang menjelaskan perbedaan antara blending dengan campuran.
Rencana itu, katanya, akan gagal jika bensin dicampur dengan minyak tanah atau cairan lainnya, yang kemudian mengubah kualitas bensin menjadi lebih jelek.
"Itu merupakan campuran. Sedangkan semua jenis bensin itu pasti di-blending. Baik di kilang pun akan di-blending," kata Bambang.
RON 90 tersebut kemudian dilakukan pemadaman di gudang/depo untuk diubah menjadi RON 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan.
Ditemukan informasi bahwa Wakil Ketua Komisi XII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bambang Hariyadi melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Pertamina di Cibubur, Kamis (27/2/2025).
Hal itu dilakukan untuk memastikan tidak ada Pertamax oplosan seperti yang dikhawatirkan publik dalam beberapa hari terakhir. Dalam sidak itu, Bambang juga mendorong agar dilakukan uji laboratorium atas produk BBM RON 92, Pertamax milik Pertamina.
Dia juga meminta agar hasil uji laboratorium itu dipublikasikan untuk memulihkan dan melestarikan kepercayaan masyarakat terhadap Pertamina.
“Kalau prosesnya di laboratorium, kita tidak bisa melihat. Tapi hasilnya pasti akan diumumkan secara terbuka. Kita menunggu hasil pengujian, semoga bisa segera keluar, besok pagi. Menurutnya, yang akan mengumumkan nanti adalah Pak Menteri (Menteri ESDM) sendiri,” kata dia.
Bambang Haryadi, politisi Partai Gerindra yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, menjabat sebagai pengawas di PT Pertamina.
Dia membela PT Pertamina dari tuduhan Kejaksaan Agung RI tentang dugaan manipulasi BBM RON 90 dan BBM RON 92.
Setelah menghubungi PT Pertamina dan penyalur BBM di DPR RI, Bambang Haryadi mengatakan bahwa kesalahan dalam pernyataan Kejaksaan Agung mengenai pengoplosan BBM.
Dia percaya pada keterangan Pertamina yang menyatakan bahwa mereka hanya melakukan blending yang berbeda artinya dengan pengolahan.
Di mana blending dimaksud hanya untuk menambah kualitas BBM, bukan mengubah RON BBM.
“Jadi saya minta masyarakat tenang, tidak ada itu penambahan zat aditif bisa mengubah RON, RON itu tidak bisa diubah tapi ditambah nilai dan kelebihan seperti pewarnaan dan seterusnya,” katanya seperti dilansir dari Kompas TV, yang dikutip dari WartaKotaLive.com
Bambang semakin khawatir bila kepercayaan masyarakat terhadap Pertamina menurun karena isu tersebut.
Karena Pertamina adalah penyalur BBM terbesar di Indonesia, sehingga bisa mengganggu rantai pasokan distribusi BBM ke masyarakat.
Bambang menganggap bahwa ada sedikit kesalahan dalam penyelidikan di Kejaksaan Agung terkait kasus yang melibatkan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan.
“Mungkin ada sedikit kesalahan dalam konteks pengujian hukum di Kejaksaan Agung ini,” jelasnya.
Siapa sebenarnya Bambang Haryadi?

PROFIL Bambang Haryadi
Bambang Haryadi adalah politisi dari Partai Gerindra.
Sekarang ini dia menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi XII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Bambang Haryadi lahir di Jember, Jawa Timur, 20 Agustus 1979.
Dia adalah lulusan dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Manajemen Industri dan Jasa Indonesia.
Sebelum terjun ke dunia politik, Bambang Haryadi pernah berkecimpung di sektor bisnis swasta.
Bambang pernah menjabat sebagai Direktur CV Binatama Mandiri Express (1999–2004).
Dia pernah menjabat sebagai Manajer Pemasaran PT Jurindo Sakti Utama (2004–2007), dan Direktur Pemasaran PT Tri Mitra Jaya (2007–2010).
Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai Ketua Utama PT Visitama Citra Nusantara (2010–2013).
Setelah memasuki dunia politik, karier Bambang Haryadi semakin mengemuka.
Ia berhasil menjabat sebagai Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia selama tiga periode.
Bambang menjabat pada periode 2014–2019, 2019–2024, dan 2024–2029 (saat ini).
Jabatannya adalah sebagai Anggota Komisi VII (2014–2019).
Selanjutnya, Anggota Komisi III (2019–2021), Wakil Ketua Komisi VII (2021–sekarang), Wakil Ketua Komisi XII (2024–sekarang).
Pertamina Kerahkan Influencer
Seusai kasus korupsi Pertamina senilai Rp193,7 triliun menjadi viral, Anggota Dewan Energi Nasional Eri Purnomohadi menyebutkan pemerintah harus menenangkan masyarakat dengan cara mengatasi isu tersebut.
"Tentu harus ada tindakan yang segera dari pemerintah. Pemerintah harus langsung mengajak Fitra Eri berbicara kepada masyarakat, karena beliau memiliki jutaan pengikut di medsos, karena kontroversi ini banyak berkembang di media sosial," kata Eri dalam tayangan YouTube TV One News, dilansir pada Kamis (27/2/2025).
Karena menurut Eri, masyarakat harus menyadari perbedaan antara oplosan dengan blending.
Dan yang dilakukan oleh Pertamina terhadap Pertamax adalah pengolahan campuran, bukan pembuatan bahan bakar bercampur kata Eri.
"Tujuan untuk menenangkan masyarakat, bahwa oplos itu salah persepsi. Oplos dengan blending itu berbeda. Jika blending itu resmi, oplosnya terkesan manipulatif," tambah Eri.
Mendengar hal tersebut, Fitra Eri, pengamat otomotif dan influencer, pun mengemukakan tanggapannya.
Dikatakan Fitra Eri, ia tidak bisa menjelaskan kepada masyarakat bahwa BBM Pertamina tidak dioplos melainkan blending.
Kata Fitra Eri, ia sendiri belum tahu apa itu fakta sebenarnya.
"Wah, kalau saya menghubungi Pertamina untuk mengatakan bukanlah bensin campuran. Saya sendiri tidak berani karena saya tidak mengetahui fakta seperti apa, saya hanya sebagai masyarakat biasa dan konsumen," ujar Fitra Eri yang disambut riuh tepuk tangan.
Alih-alih dirinya, Fitra Eri menyarankan pihak Pertamina untuk menjelaskan fakta kasus tersebut kepada publik.
"Saya mendengar dari Kejaksaan Agung ada opini. Saya mendengar pendapat dari DPR, tidak ada opini. Mana yang benar? kalau pun Pertamina mau memulihkan kepercayaan, menurut saya yang dilakukan adalah komunikasi publik yang tepat, tidak harus melalui influencer," ujar Fitra Eri.
Perihal kasus korupsi Pertamina hingga isu pengoplosan bensin, Fitra Eri pun mengulas hal menohok pada diskusi.
Fitra Eri menjelaskan kerugian yang dialami masyarakat jika kendaraannya diisi bensin oktan rendah.
"Saya ingatkan, jika benar bahwa bensin yang kita beli di bawah kualifikasi minimal yang dipersyaratkan oleh mobil kita, maka akan ada hal buruk terjadi," kata Fitra Eri.
"Jika mobil modern, dilengkapi dengan sensor knocking, dia bisa memperlambat waktu pengapian jika mendeteksi oktan bensinnya lebih rendah untuk menghindari gejala knocking yang ditandai awal," tambahnya.
Lebih lanjut, Fitra Eri pun menjelaskan tentang dampak buruk kendaraan jika diisi bensin dengan kualitas yang tidak sesuai.
"Jika di mobil baru, yang akan terjadi adalah tenaga berkurang, konsumsi bahan bakar bertambah. Namun, kita harus ingat, oktan adalah salah satu karakteristik. Ada karakteristik lain seperti densitas, viskositas, nilai kalor, aditif, dan deterjen. Jika ternyata yang masuk ke mesin kita tidak sesuai dengan persyaratan mobil, itu bisa menyebabkan kerusakan dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Misalnya, filter bensin menjadi semakin kotor," kata Fitra Eri.
Masyarakat secara umum yang paling dirugikan dengan bensin oplosan.
"Yang paling berbahaya adalah jika kita memasukkan bensin dengan oktan di bawah yang ditentukan oleh pabrikan dan tidak dilengkapi dengan sensor knocking, maka dapat menyebabkan kerusakan mesin awal, bensin bisa meledak duluan, dan itu dapat menyebabkan biaya perbaikan yang tidak murah," kata Fitra Eri.
Gabung dalam percakapan