Pagi Sore di Simpang Raya yang Sederhana, Jangan Salah Pilih

Rumah Makan Padang, maksudnya adalah rumah makan yang menyajikan menu makanan dengan hidangan khas Padang, dan ada di banyak tempat di seluruh nusantara, tidak terhitung jumlahnya karena sudah sangat banyak.

Tapi, yang kelas premium dalam arti mengincar pelanggan kelas menengah ke atas, tentu jumlahnya terbatas, dan itu pun terdapat di kota-kota besar saja.

Saat ini, terdapat setidaknya 3 Rumah Makan Padang yang layak masuk kelas premium. Ketiganya telah beroperasi dengan model waralaba selama beberapa waktu, sehingga jumlah pelanggan mereka cukup banyak.

Tiga rumah makan yang dimaksud adalah Sederhana, Simpang Raya, dan Pagi Sore. Makanya, agar kelihatan terus menerus, tulisan ini diberi judul: "Pagi Sore di Simpang Raya yang Sederhana, Jangan Salah Pilih".

Baik, kita mulai dengan mengulas Rumah Makan Sederhana, yang sejarahnya bermula di Pasar Benhil Jakarta Pusat dan didirikan oleh seorang perantau asal Minang dari Lintau, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.

Seorang pendatang bernama Bustaman membawa rasa khas masakan Padang ke ibu kota pada tahun 1972. Namun, masakannya disesuaikan dengan lidah masyarakat Jakarta dengan mengurangi tingkat kepedasannya.

Pada tahun 1997, Bustaman mematenkan merek dagang "Sederhana" dan memulai menjalankan bisnisnya. Sehingga, Sederhana pun dibuka di beberapa lokasi di Jakarta dan kota besar lainnya.

Bustaman kemudian terlibat dalam sengketa merek dagang dengan sahabatnya, Djamilus Djamil, yang juga menggunakan nama "Sederhana" untuk restorannya.

Bustaman akhirnya menang dalam persengkitan tersebut, dan Djamil mengganti nama restorannya menjadi “Sederhana Bintaro”. Selain itu, jika pelanggan Sederhana melihat dengan teliti, Sederhana memiliki 3 kategori.

Pertama, Rumah Makan Padang Sederhana dengan logo SA, yang berarti rumah makan tersebut menggunakan resep asli dari keluarga pendiri, dan pengelolaannya dipegang langsung oleh keluarga pendirinya sendiri.

Dua, Rumah Makan Padang Sederhana dengan logo SB, yang berarti rumah makan tersebut menggunakan resep asli dari rumah makan berlogo SA, tetapi pengelolaannya dijalankan oleh orang lain dengan sistem waralaba.

Ketiga, adalah logo SC pada Rumah Makan Padang Sederhana. Berbeda dengan logo SA dan SB, logo SC berarti rumah makan ini tidak ada campur tangan keluarga dan menggunakan resep yang bukan asli.

Jadi, jika ada pelanggan yang merasa bahwa rasa Sederhana yang satu dengan yang lain berbeda, sudah tahu jawabannya bukan?

Warga Sumatera Barat sendiri baru bisa menikmati Rumah Makan Sederhana, dengan dibukanya Sederhana di Padang, Bukittinggi, dan Payakumbuh.

Berikutnya, kita akan membahas Rumah Makan Pagi Sore yang pertama kali dibuka di Palembang, Sumatera Selatan. Pendirinya adalah dua orang teman dari Bukittinggi, Sumatera Barat, yaitu H. Lismar dan H. Sabirin.

Mereka berdua merantau ke Palembang dengan membawa kemampuan kuliner mereka. Mereka membuka restoran pertamanya, Rumah Makan Pagi Sore, di Jalan Jenderal Sudirman, Palembang pada tahun 1973.

Mulai dari tempat kecil, kemudian berkembang dengan membuka cabang di beberapa tempat di Palembang hingga menyebar ke beberapa tempat di Sumatera Selatan.

Pada tahun 2003, manajemen Pagi Sore dipisah antara H. Lismar dan H. Sabirin. Meskipun demikian, keduanya tetap menggunakan nama Pagi Sore.

Dua manajemen tersebut tidak membuat restoran ini kehilangan reputasinya. Malah semakin berkembang dengan memperluas pasar ke Jakarta, Bangka Belitung, dan Bandung.

Cabang di Jakarta dimulai sejak tahun 2006 berada di Rawamangun, Jakarta Timur, dan kini di Jakarta lebih dari 10 cabang sudah ada.

Restoran Pagi Sore milik H. Sabirin dikenal dengan slogannya "Jagonya Rendang" dan memiliki logo berwarna merah, kuning, dan hijau. Restoran ini kemudian dikembangkan oleh anaknya, H. Armaidy.

Sementara itu, H. Lismar memulai ekspansi ke Lubuk Linggau dan Bangka Belitung sebelum akhirnya membuka cabang di Jakarta.

Restoran Pagi Sore milik H. Lismar dikenal dengan logo berwarna putih, hijau, dan kuning, dengan tulisan "Rumah Makan Padang Pagi Sore Khas Minang."

Perbedaan kedua logo tersebut sangatlah jelas dan mudah dilihat oleh pelanggan, sehingga tidak mungkin salah memilih. Berbeda dengan kode SA dan SB di Sederhana yang mungkin luput dari perhatian pelanggan, karena tidak terlihat secara kasatmata.

Ironisnya, masyarakat yang tinggal di kota Padang masih belum bisa menikmati Pagi Sore karena belum ada cabangnya. Padahal, di provinsi tetangga, yaitu Kota Pekanbaru, Riau, sudah ada cabangnya.

Terakhir, kita membahas Rumah Makan Simpang Raya yang awalnya didirikan pada tahun 1969 di Bukittinggi, Sumatera Barat, oleh Muhammad Noor Datuk Maharajo, H. Safar St. Mangkuto, dan H. Usman St. Bangso.

Kemudian, setelah terkenal di Bukittinggi dan Padang, terutama dengan menu ayam pop-nya, Rumah Makan Simpang Raya melanjutkan ekspansi ke Pulau Jawa.

Ekspansi tersebut dimulai pada tahun 1976, ketika adik Muhammad Noor, Noersal Z. Bagindo, membuka cabang pertama di Cipanas, Puncak, Jawa Barat.

Pada awal tahun 1980-an, Rumah Makan Simpang Raya membuka cabang di Jakarta dan sekitarnya, di antaranya di Jl. Kramat Raya dan Ancol, Jakarta Utara, sebelum menyebar ke berbagai penjuru Jabodetabek.

"Istana Ayam Pop" menjadi tagline Simpang Raya. Dikatakan, Simpang Raya lah yang menemukan resep ayam pop yang sekarang juga tersedia di banyak rumah makan Padang lainnya.

Pada menu masakan Padang kuno (sebelum tahun 1970-an) belum ada ayam pop, sehingga ayam pop ini memang kreasi baru, berbeda dengan rendang atau menu lainnya yang telah menjadi makanan tradisional Minang.

Berikut adalah kisah tiga rumah makan kelas premium. Disebut sebagai kelas premium karena harganya relatif mahal. Jika pelanggan memesan nasi dengan dua lauk, ditambah jus, maka mereka harus berharap membayar sekitar Rp 100.000.

Ada beberapa rumah makan Minang kelas premium lainnya di Jakarta, seperti Rumah Makan Merdeka, Rumah Makan Payakumbuah, dan lain-lain, tapi belum bisa disebut legendaris karena baru.