Nusron: Lahan di Area Sungai Perlu Dihapuskan HPL demi Kepentingan Negara

Menteri Agraria dan Tata Ruang atau Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menggarisbawahi pentingnya penerbitan sertifikat Hak Pengelolaan Lahan (HPL) atas nama negara untuk lahan yang terletak di area badan serta tepian sungai.

"Jelaslah bahwa seluruh lahan di area dasar sungai serta rawa-rawa akan dimasukkan ke dalam Hak Pakai Permanen (HPP) atas nama pemerintah," ujar Nusron saat ditemui usai mengikuti Rapat Koordinasi Terbatas tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Persawahan yang berlangsung bersama dengan Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan atau biasa disebut Zulhas, di Jakarta pada hari Selasa, 18 Maret 2025 seperti dilaporkan oleh Antara.

Nusron menjelaskan bahwa aturan tersebut berkaitan dengan regulasi pemerintahan yang mensyaratkan penyerterafikatan lahan non-hutan, mencakup tanah milik negara dan juga wilayah yang dikelola oleh komunitas setempat. Dia berpendapat bahwa area tanah di tepi sungai serta di atas bendungan harus mempunyai definisi hukum yang tegas melalui sertifikat kepemilikan atas nama negara.

Menurut Nusron, jelasnya aturan hukum itu sungguh krusial, terlebih banyak lahan di atas tanggul yang dulunya belum tersertifikasi. Beberapa bagian dari lahan ini sudah dipakai oleh beberapa orang yang selanjutnya memperoleh dokumen kepemilikan lewat beragam entitas, seperti camat serta badan publik lainnya. Jika tanah tersebut adalah aset negeri, maka sertifikat yang diberikan tak bervalidasi karena properti semacam itu ngga bisa diklaim secara perseorangan.

Politikus dari Partai Golkar menyatakan pula bahwa hak kekuasaan atas lahan di area aliran sungai serta daerah pinggirannya dapat bervariasi bergantung kepada cara manajemen sungainya itu sendiri. Apabila sebuah sungai ditangani oleh Kementerian Pekerjaan Umum (PU), menjadi tugas Badan Pengelola Wilayah Sungai (BPWS).

Sebaliknya, apabila sungai itu berada di bawah wewenang Pemerintah Provinsi, maka pengurusannya ada di pihak Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) Provinsi.

Terkait permasalahan yang timbul karena adanya sertifikat tanah yang tidak valid, Nusron menggarisbawahi bahwa Kementerian ATR/BPN sama sekali tidak berniat untuk mencari tahu pihak mana yang bertanggung jawab dalam kasus tersebut. Sebaliknya, Nusron menyajikan sebuah solusi yaitu dengan mendaftarkannya sebagai Hak Pengelolaan Lahan (HPL) atas nama negara guna memastikan kejelasan status hukum serta manajemen lahan-lahan di sekitar tanggul sungai tetap teratur.

Namun, Nusron juga mengakui adanya kendala berkaitan dengan struktur yang telah berdiri diatas lahan tersebut. Apabila konstruksinya dibangun tanpa memiliki hak tanggung yang pasti, maka solusi humanis akan dipertimbangkan dan pilihan untuk memindahkan atau menetapkan lokasi baru pun dapat direalisasikan jika diperlukan.

Dia juga menekankan bahwa pemindahan tidak berarti penggusuran, tetapi lebih kepada langkah-langkah yang memperhatikan unsur-unsur kemanusiaan, yaitu dengan menyediakan alternatif yang sesuai untuk warga yang terpengaruh.

Pada kasus seperti ini, pemindahan lokasi tidak melibatkan kompensasi karena lahan itu sendiri bukanlah properti pribadi dari orang yang mengonstruksinya. Kompensasi hanya bisa diberikan apabila terdapat dokumen kepemilikan resmi untuk tanah tersebut.

Rencana relokasi di masa depan akan mengharuskan berkoordinasi dengan pemerintah lokal serta stakeholder lainnya agar dapat memastikan perpindahan penduduk dilaksanakan secara bermartabat tanpa menyebabkan dampak negatif pada masyarakat.

Di samping itu, Nusron juga menyebutkan tentang lahan yang telah mempunyai surat tapel. Terkait dengan lahan berdasarkan surat tapel tersebut, tim mereka akan mendirikan sebuah komite ketersediaan tanah yang bertugas untuk mengestimasi harga properti melalui evaluasi nilai tanah secara obyektif.

Terkait dengan tempat tanah yang mungkin memenuhi syarat untuk mendapatkan HPL, Menteri ATR menyinggung bahwa salah satu area di mana SHM sering kali ada adalah di daerah Sungai Bekasi, dimana kini sudah mencapai 124 sertifikat.

Ide perpindahan atau penataan ulang ini, sesuai dengan pendapat Menteri ATR, akan dikelola oleh pemerintah lokal serta Departemen PU. Perpindahan tersebut bertujuan untuk memberikan hunian yang pantas dan bermartabat kepada kelompok orang yang terkena dampaknya. Upaya ini diharapkan bisa berlangsung tanpa hambatan dan tetap menjaga stabilitas sosio-ekonomi warga yang mendiami area di seputaran sungai.

Pemimpin lama dari GP Ansor tersebut menyebutkan bahwa merapikan lahan di area sungai serta pesisirnya adalah tindakan krusial guna mencegah kejadian banjir dan memaksimalkan pemangkasan sumber daya air.

"Konsepnya nantinya adalah untuk memindahkan Pemda bersama PU ke lokasi yang lebih layak secara manusia dan dilakukan dengan cara yang beradab. Tentu saja, seluruh lahan dalam area sungai serta daerah pinggirannya akan dikelola oleh pemerintah sebagai Hak Pengelolaan Lahan atas nama negara," ujarnya.