Kisah Orang Pendek Berkaki Terbalik di Gunung Kerinci yang Bikin Peneliti Inggris Bingung
orang pendek berkaki terbalik atau Uhang Pandak di Gunung Kerinci masih menjadi misteri hingga saat ini.
Warga setempat, kearifan lokal, menyebutnya sebagai Uhang Pandak atau dalam bahasa Kerinci artinya orang pendek.
Siapa sebenarnya orang pendek berkaki terbalik di Kerinci ini?
Konon, makhluk tersebut tinggi tubuhnya hanya sekira satu meter, sekujur tubuhnya ditutupi bulu pendek.
Uhang Pandak disebut memiliki kaki terbalik, telapak kakinya menghadap ke belakang.
Meski kondisi demikian, Uhang Pandak mampu bergerak lincah di antara lebatnya hutan.
Beberapa kesaksian lain memberi detail tambahan tentang sosok itu tengah menenteng sebatang tombak kayu dengan tangan yang terlihat kekar.
Cerita tentang orang pendek, pertama kali ditemukan dalam catatan penjelajah Italia, Marco Polo, pada tahun 1292.
Lebih dari 700 tahun lalu, Marco Polo datang ke Sumatera pada tahun 1290-an.
Dilansir dari kompas.com, Marco Polo menggambarkan orang pendek ini hanya rekayasa dan diciptakan manusia.
Dalam buku The Travel of Marco Polo (1926), disebutkan "...orang pendek atau yang sering dibawa ke India diciptakan di pulau ini (Java Minor atau Sumatera)".
Marco Polo menjelaskan bagaimana membuat orang pendek itu.
"Ada semacam monyet (orang utan?) di Sumatera yang ukurannya sangat kecil dan berwajah seperti manusia."
"Ekor monyet ini kemudian dipotong dan seluruh bulunya digunduli dengan menggunakan sejenis salep."
"Kemudian mereka menempelkan rambut panjang ke dagu monyet sebagai pengganti jenggot, memasukkan rambut tersebut melalui pori-pori kulit, sehingga ketika monyet itu mengerut pori-pori akan menyusut dan rambut tersebut tampak tumbuh alami."
"Kaki, tangan, dan anggota badan lain yang tidak sesuai dengan bentuk manusia direntangkan, ditegangkan, dan dibentuk ulang dengan tangan agar menyerupai manusia."
Marco Polo melanjutkan kisahnya.
"Tubuh-tubuh monyet tersebut lalu dikeringkan dan dibalsem dengan kapur barus serta obat-obatan lain sehingga tampak seperti manusia."
"Semua itu adalah tipuan. Karena tidak ada satu pun tempat di seluruh India atau wilayah lain seliar tempat ini pernah ditemukan manusia begitu kecil."
Catatan Marco Polo tentang orang pendek ini memang secara gamblang membantah tentang keberadaan sosok pigmi yang rupanya sudah tersiar luas sejak awal abad ke-13.
Ketika nyaris tak ada lagi lekuk hutan Sumatera yang belum dijelajahi, kisah perburuan tentang keberadaan orang pendek ini menjadi semakin sulit dipertahankan.
Berikut tulisan menarik tentang keberadaan makhluk yang menjadi misteri itu.
Penelitian Van Heerwarden
Kemudian pada 1923, Van Heerwarden, ahli zoologiest Belanda yang berpengaruh pada era 1920-an dan 1930-an, menyebutkan perjumpaan dengan makhluk yang bukan siamang maupun primata di Kerinci.
Pada tahun-tahun itu, dia sedang melakukan penelitian di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat, Kerinci, Jambi.
Dalam catatan, disebutkan bahwa Van Heerwarden menuliskan mengenai pertemuannya dengan beberapa makhluk gelap dengan banyak bulu di badan.
Dia menggambarkan tinggi tubuh mereka setinggi anak kecil berusia 3-4 tahun.
Namun, mereka memiliki bentuk wajah yang lebih tua dan dengan rambut hitam sebahu.
Van Heerwarden sadar, mereka bukan sejenis siamang maupun primata lainnya.
Ia juga mengetahui makhluk-makhluk itu menyadari keberadaan dirinya saat itu, sehingga mereka berlari menghindar.
Satu hal yang membuat Mr. Heerwarden tak habis pikir, semua makhluk itu memiliki persenjataan berbentuk tombak dan mereka berjalan tegak.
Semenjak itu, Van Heerwarden terus berusaha mencari tahu makhluk tersebut, namun usahanya selalu tidak berbuah hasil.
Diduga makhluk itu merupakan orang pendek berkaki terbalik.
Keberadaan orang kerdil atau Uhang Pandak (orang pendek) di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi, pernah dilacak dan diusahakan untuk ditangkap supaya dapat dijadikan sebagai bahan kajian ilmiah.
Hasilnya, setelah dilakukan sejumlah penelitian dan aksi ekspedisi, tetap saja tidak diketahui keberadaannya.
Kehadiran orang pendek berkaki terbalik itu, tak ubahnya dengan makhluk gaib yang sulit dilacak menggunakan kemampuan manusia atau teknologi dan ilmu pengetahuan ilmiah.
Hasil Ekspedisi dan Pencarian
Ekspedisi itu satu di antaranya didanai National Geographic Society.
National Geographic sangat tertarik mengenai legenda Orang Pendek di Gunung Kerinci, Jambi.
Beberapa peneliti telah mereka kirimkan kesana untuk melakukan penelitian mengenai makhluk tersebut.
SAD Sudah Menangkapnya?
Menurut cerita orang-orang dari suku Anak Dalam, suku di Jambi yang memiliki ilmu gaib yang tinggi pun sulit menangkap Uhang Pandak ini.
Bahkan, orang-orang dari Suku Anak Dalam ini pernah dibuat putus asa karena selalu gagal menangkap uhang pandak alias orang kerdil ini.
Peneliti Inggris Menyusuri Hutan
Dua orang peneliti dari Inggris, Debbie Martyr dan Jeremy Holden, telah lama mengabadikan dirinya untuk terus menerus melakukan ekspedisi terhadap eksistensi orang pendek.
Namun, sejak pertama kali mereka datang ke Taman Nasional Kerinci pada tahun 1990, hasil yang didapat masih jauh dari kata memuaskan.
Lain dengan peneliti lainnya, Debbie dan Jeremy datang ke Indonesia dengan dibiayai organisasi flora dan fauna internasional.
Dalam ekspedisi bernama "Project Orang Pendek", mereka terlibat penelitian panjang.
Mereka melakukan usaha-usaha sistematik.
Mereka mengumpulkan informasi dari beberapa saksi mata untuk mengetahui lokasi-lokasi di mana Uhang Pandak kerap dikabarkan muncul.
Kemudian ada metode menjebak pada suatu tempat, ada beberapa kamera yang selalu siap untuk menangkap aktivitas Uhang Pandak.
Namun, akhirnya rasa dua orang itu putus asa. Ekspedisi belum mendapat hasil yang memuaskan alias nihil.
Pakar Cryptozoology
Beberapa pakar Cryptozoology mengatakan bahwa orang pendek mungkin memiliki hubungan yang hilang dengan manusia.
Apakah mereka merupakan sisa-sisa dari genus Australopithecus?
Banyak Paleontologiest mengatakan bahwa anggota Australopithecus masih ada yang bertahan hidup hingga hari ini.
Mereka lebih suka digambarkan sebagai seekor siamang.
Pertanyaan mengenai identitas orang pendek atau Uhang Pandak yang banyak dikaitkan dengan genus Australopitechus ini, sedikit pudar dengan ditemukannya fosil dari beberapa spesies manusia kerdil di Flores beberapa tahun yang lalu.
Ciri-ciri fisik spesies ini sangat mirip dengan penggambaran mengenai Orang Pendek, dimana mereka memiliki tinggi badan tidak lebih dari satu seperempat meter, berjalan tegak dengan dua kaki, dan telah dapat mengembangkan perkakas/alat berburu sederhana, serta telah mampu menciptakan api. Diperkirakan hidup antara 35.000-18.000 tahun yang lalu.
Apakah keberadaan Uhang Pandak benar-benar merupakan sisa-sisa dari Homo Floresiensis yang masih dapat bertahan hidup?
Secara jujur, para peneliti belum dapat menjawabnya.
Peneliti mengetahui, bahwa setiap saksi mata yang berhasil mereka temui mengatakan, lebih mempercayai Orang Pendek sebagai seekor binatang.
Debbie Martyr dan Jeremy Holden, juga mempertahankan pendapat mereka, bahwa Orang Pendek adalah seekor siamang luar biasa dan bukan hominid.
Terlepas dari benar tidaknya mereka adalah bagian dari makhluk halus, binatang, atau pun ras manusia yang berbeda.
Dunia tentunya masih menyimpan misteri tentang mereka yang harus terus dilakukan penelitian keberadaannya.
Intinya, meski manusia modern saat ini sudah begitu tinggi ilmu pengetahuan dan teknologinya, namun ternyata masih kalah dengan ilmu gaib yang dimiliki Orang Pendek di Kerinci.
Gabung dalam percakapan