Efisiensi Anggaran Rp 750 Triliun untuk MBG dan Danantara, Begini Dampaknya

Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmenya untuk melakukan penghematan anggaran sebesar US$ 44 miliar atau sekitar Rp 750 triliun pada tahun pertama masa kepresidenannya.

Kebijakan ini bertujuan untuk menerbitkan dana bagi program-program unggulan, dengan harapan tidak membebankan anggaran negara dengan utang baru.

Tetapi, rencana efisiensi atau penghematan anggaran ini seperti meniti di atas tali tipis, yaitu harus dilakukan dengan seimbang agar tidak terjatuh.

Mengutip paparan Prabowo saat berpidato di acara HUT Ke-17 Partai Gerindra di Sentul, Bogor, Sabtu (15/2), efisiensi anggaran akan dilakukan dalam tiga tahap.

Putaran pertama adalah penghematan dari pos Bagian Anggaran Bendahara Umum (BA BUN) sebesar Rp 300 triliun.

Putaran kedua melalui hasil efisiensi anggaran di seluruh K/L melalui penyisiran sampai ke satuan 9 atau item belanja K/l. Awalnya, efisiensi itu ditargetkan hanya Rp 306,69 triliun, tetapi hasilnya meningkat menjadi Rp 308 triliun.

Namun, hasil efisiensi pada putaran kedua sebesar Rp 59 triliun akan dikembalikan kepada 17 K/L. Dengan demikian, hasil efisiensi pada putaran kedua ini yang tersisa adalah Rp 250 triliun.

Putaran ketiga adalah penambahan penerimaan yang ditargetkan dari dividen BUMN, yang diharapkan mencapai Rp 300 triliun pada tahun 2025.

Dari jumlah tersebut, sekitar Rp 100 triliun akan dikembalikan lagi dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN), sehingga dana yang dimiliki Prabowo pada putaran ketiga ini akan tersisa Rp 300 triliun.

Dengan begitu, dalam tiga putaran ini Prabowo akan mendapatkan sekitar Rp 750 triliun dari kebijakan penghematan anggaran.

Menanggapi hal tersebut, Wijayanto, Ekonom Universitas Paramadina, menganggap angka penghematan anggaran yang disampaikan Prabowo dalam pidatonya sangat membingungkan.

Pasalnya, angka tersebut muncul tiba-tiba sehingga dipertanyakan dari mana asal sumber dana untuk melakukan penghematan besar-besaran tersebut.

"Masih banyak ekonom yang kesulitan memahami asal angka tersebut. Pada kenyataannya, angka tersebut juga akan sulit untuk terwujud," ujar Wija kepada RB News.co.id, Senin (17/2).

Dia khawatir tanpa komunikasi yang jelas dari pemerintah, hal tersebut akan membingungkan para investor terhadap kebijakan di Indonesia yang akhirnya meningkatkan ketidakpastian.

"Iya, angka yang membingungkan sebenarnya akan meningkatkan ketidakpastian, bukan kepercayaan," katanya.

Ia mencontohkan seperti penghematan yang akan dilakukan Prabowo pada putaran ketiga. Ia menilai, pencapaian dividen sebesar 300 triliun rupiah pada tahun 2025 kurang realistis untuk diperoleh, apalagi dengan kondisi perekonomian tahun ini yang lebih sulit dibandingkan tahun 2024.

"Asumsi Rp 200 triliun hingga Rp 300 triliun menurut saya kurang realistis. Jika dividen BUMN 2024 mencapai Rp 85 triliun, target 2025 sebesar Rp 110 triliun saja sudah termasuk optimis," kata Wija.

Dia juga khawatir penghematan anggaran yang terjadi secara besar-besaran dan tiba-tiba ini akan berdampak negatif terhadap perekonomian Indonesia.

Alokasi ke Danantara

Apalagi, hasil efisiensi ini salah satu akan diinvestasikan untuk BPI Danantara, yang menurutnya butuh waktu yang lebih panjang untuk mengejar rencana tersebut meskipun dampaknya dirasa besar.

"K/L akan berdampak secara langsung pada perekonomian, terutama jika pengecilan terjadi secara besar-besaran dan tiba-tiba seperti yang akan dilakukan tahun ini," tukasnya.

Seperti yang diketahui, hasil efisiensi anggaran ini akan digunakan Prabowo untuk membiayai program MBG sebesar US$ 24 miliar. Sementara sisanya US$ 20 miliar akan diserahkan kepada BPI Danantara.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menganggap, belanja pemerintah memang berperan penting dalam menggerakkan perekonomian, menciptakan lapangan pekerjaan, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Oleh karena itu, penghematan anggaran pada beberapa sektor tertentu akan berisiko menurunkan aktivitas ekonomi dan peluang menciptakan lapangan kerja di sektor tersebut.

Dan tata kelola ini akan dijalankan.

Ia khawatir tanpa perhatian yang teliti, hal ini bisa menyebabkan kebocoran anggaran, membuka peluang bagi praktik korupsi, dan merugikan ekonomi yang seharusnya mendapat manfaat dari investasi ini.

Dana sejumlah besar melalui Danantara. Itu juga menjadi pertanyaan yang lain. Jadi banyak hal yang perlu disiapkan dengan baik kalau ingin memprioritaskan pembiayaan untuk Danantara itu. Karena jika tidak itu tadi alih-alih mendapatkan keuntungan, malah bisa menjadi menimbulkan kerugian," kata Faisal.