Akankah Perekonomian Membaik usai BI Turunkan Suku Bunga Acuan?

tersimpul 25 bps menjadi masing-masing 5,0% dan 6,5%.
"Satu persen, menguatnya nilai tukar rupiah sesuai fundamental guna menahan inflasi dalam target, dan kebutuhan upaya pendorong pertumbuhan ekonomi,"628, ujar Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur BI Januari 2023 di Kantor BI, Jakarta Pusat, Rabu (17/1/2023).
Sebelum memutuskan untuk mengurangi bunga acuan, BI telah memperhatikan dinamika yang terjadi pada tingkat nasional dan global selama beberapa bulan terakhir. Baik kepada mata pencaharian nasional maupun dunia, dan juga kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Amerika Serikat (AS) dan Bank Sentral AS, yang biasa disebut The Federal Reserve, atau The Fed.
“Semakin masuk (QUARTAL ke-3 ini) kejelasan pasar semakin jelas. Kendati demikian, itu dari bulan ke bulan berkaitan nomor 2 ini kejelasannya. Itu yang kemudian mendasarkan pada kami ada ruang, ada yang bisa kita manfaatkan. Tapi, karena arahan pemerintah AS, khususnya setelahistingu pilihan presiden AS, (Donald) Trump dan juga naiknya Fed Fund Rate [FFR], kami ikuti dari bulan ke bulan. Bulan-bulan sebelumnya ketidakpastian masih besar,” kata Perry.
Hutang Pemerintah Amerika Serikat (UKM Amerika Serikat)
Kemudian kebijakan FFR juga telah terlihat. Pada 2025, dari prediksi awal yang menyatakan akan turun setidaknya 75 bps, hanya akan menjadi 50 bps saja.
Sekarang, kami sudah memahami, mungkin Fed Fund Rate hanya 25 bps. Itu sudah kami perhitungkan.
Dalam negeri, tingkat inflasi yang menjadi patokan kemampuan belanja masyarakat juga telah memasuki tren inflasi rendah, bahkan sangat jauh dari target Bank Indonesia yang sekitar 2,5 ± 1 persen. Nilai tukar rupiah saat ini juga relatif stabil dan sejalan dengan nilai fundamentalnya di masa depan.
Tak kalah penting, berdasarkan perhitungan BI, pertumbuhan ekonomi nasional tetaplah aman dan stabil di tingkat 5 persen. BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi domestik sepanjang 2025 akan berkisar antara 4,7-5,5 persen.
Yang lebih baik atau mendorong pertumbuhan untuk menciptakan pertumbuhan. Jadi, penurunan suku bunga sekarang dari sisi global masih ada ketidakpastian kebijakan AS dan Fed Fund Rate, namun sudah mulai jelas. Dalam negeri inflasi rendah, rupiah stabil," terang Perry.
Dia juga berharap penurunan suku bunga acuan serta operasi moneter tersebut bisa mendorong peningkatan likuiditas di perbankan. Sehingga, ia mampu untuk mendorong realisasi penyaluran kredit dan menumbuhkan ekonomi nasional lebih kuat lagi.
"Dengan menurunnya suku bunga, operasi moneter, juga akan mengalami ekspansi likuiditas, menambah likuiditas di perbankan untuk meningkatkan pertumbuhan kredit," kata Perry.
BI ternyata punya cukup ruang untuk mengurangi suku bunga acuan, tapi dengan revisi proyeksi bahwa Fed akan mengurangi suku bunga hanya sebanyak dua kali pada 2025—kurang sedikit dari proyeksi sebelumnya yang sebanyak empat kali.
Dari dalam negeri, sejak pertengahan Desember hingga Januari, modal asing keluar dari Indonesia mencapai 750 juta dolar AS. Kondisi ini membuat rupiah melanjutkan depresiasi, mencapai Rp 16.195 per dolar AS pada 9 Januari, turun 2,11 persen dari Rp 15.860 per dolar AS bulan sebelumnya.
"Sementara itu, tingkat inflasi Indonesia di akhir tahun 2024 menurun ke level terendah sejak tahun 1958. Meskipun inflasi yang rendah ini mencapai rekor, kami melihat Bank Indonesia perlu mempertahankan suku bunga 6 persen dalam pertemuan Gubernur di awal tahun 2025, untuk mencegah rupiah melemah lebih lanjut," tulis Laporan Ekonomi Makro Dewan Gubernur BI Januari 2025 yang dikeluarkan Lembaga Penelitian Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), sebagaimana dikutip Sabtu (18/1/2025).
Kepala Ekonom India dan Indonesia dari HSBC Global Research, Pranjul Bhandari, menyatakan bahwa langkah BI menurunkan suku bunga acuan adalah langkah yang tiba-tiba. Ditambah lagi, 38 ekonom yang disurvei oleh Bloomberg memproyeksikan bahwa Bank Indonesia akan mempertahankan suku bunga acuan pada level 6 persen.
“Kita memprediksi akan ada penurunan suku bunga pada kuartal ini, tetapi tidak pada hari Rabu,” ujar Pranjul dalam keterangannya, dikutip Jumat (17/1/2025).
Penurunan suku bunga itu mengejutkan karena semenjak awal tahun, rupiah terus melayang melayang terhadap dolar AS. Sementara itu, untuk menjaga stabilitas rupiah, BI akan menahan bahkan meningkatkan suku bunga acuan jika rupiah terlampau lemah.
"Baru-baru ini, BI justru meningkatkan suku bunga sebanyak dua kali [terhitung pada bulan April 2024 dan Oktober 2023] ketika rupiah melemah, namun lebih tahan daripada saat ini," ujarnya.
Terlepas dari itu, HSBC Global Research memprediksi bahwa penurunan suku bunga acuan akan terjadi sebanyak dua kali pada kuartal II-2025. Dengan demikian, suku bunga acuan akan menjadi 5,25 persen.
"Pengurangan moneter ini secara strategis akan membuat suku bunga acuan sedikit lebih tinggi dari tingkat sebelum pandemi. Mengingat nilai tukar yang lebih fluktuatif selama beberapa tahun terakhir," kata Pranjul.
/gunakan investasi sebagai pendorong utamanya. Karena itu, penurunan suku bunga acuan yang secara historis bertujuan mendorong aktivitas kredit disambut masyarakat dengan harapan dapat mendukung konsumsi dan investasi.
, Jumat (17/1/2025).
Sementara itu, penurunan suku bunga dinilai berpotensi mendorong biaya kredit lebih rendah sehingga akan meningkatkan daya beli masyarakat. Selain itu, biaya pendanaan yang lebih rendah juga dapat merangsang investasi di sektor riil, terutama pada proyek-proyek infrastruktur dan sektor prioritas lainnya.
"Meskipun bunga rendah dapat menyebabkan pelemahan nilai tukar rupiah dalam jangka pendek, hal ini memang dapat meningkatkan daya saing ekspor. Namun, ini juga dapat meningkatkan biaya impor bahan baku," ungkap Josua.
(NPL) juga perlu diatur, terutama di sektor-sektor tertentu yang sensitif terhadap perubahan suku bunga.
Tantangan lain yang perlu dipertimbangkan adalah proyeksi defisit transaksi berjalan yang meningkat 1,4 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) 2025. Hal ini disebabkan karena bisa meningkatkan risiko tekanan eksternal.
Masih dibutuhkan Bi untuk memperhatikan Tujuan Fed dan dinamika pasar global untuk menjaga keseimbangan. Terakhir, transmisi kebijakan moneter seringkali membutuhkan waktu lebih lama karena adanya tantangan struktur di pasar kerja dan sektor keuangan.
"Jadi, secara keseluruhan, penurunan suku bunga BI diharapkan dapat mendorong pertumbuhan kredit dan ekonomi dengan meningkatkan konsumsi serta investasi. Namun, efektivitasnya sangat bergantung pada stabilitas makroekonomi dan dukungan kebijakan struktural," tambah Josua.
Sementara itu, Ekonom Kuartal Global Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto, menilai bahwa penurunan suku bunga acuan akan memberikan dampak positif dan meningkatkan penyediaan kredit, utamanya di sektor produktif, yang kemudian dapat mendorong kebutuhan ekspansi bisnis maupun juga konsumsi masyarakat.
Pada saat yang sama, beban utang masyarakat juga akan mengalami penurunan karena kebijakan moneter yang ditangani BI itu akan tertular ke perbankan. Sehingga, suku bunga pinjaman di bank pun akan seharusnya mengalami penurunan.
, Jumat (17/1/2025).
Myrdal mengakui bahwa penurunan suku bunga yang ditetapkan oleh bank sentral baru akan terjadi paling lambat enam bulan setelah keputusan tersebut diambil. Namun, saat suku bunga kredit telah diturunkan oleh bank-bank, diharapkan akan ada dorongan bagi aktivitas ekonomi.
"Untuk yang seharusnya biaya utang lebih mahal, sekarang menjadi beban utang yang lebih murah. Ini harusnya positif, setidaknya untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi kita," tambah Myrdal.
Mengikuti penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, meminta agar perbankan di Indonesia dapat segera menyampaikan kebijakan itu. Menurutnya, menurunkan suku bunga kredit diperlukan untuk kembali mendongkrak kinerja sektor riil melalui kredit usaha.
"Bank dapat menurunkan tingkat suku bunga dan tingkat suku [ini diharapkan] agar sektor sebenar dapat berjalan," ucapnya saat bertemu pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Kamis (16/01/24).
Gabung dalam percakapan