Siluman Buaya Sungai Singatta
1
Pulau Kalimantan adalah Pulau
terbesar yang ada di Nusantara, dalam bahasa setempat Kalimantan
Kali “Sungai” sedangkan Mantan berarti “Besar” yang berarti
Pulau dengan sungai2 yang besar, Orang2 Melayu menyebutnya dengan nama Borneo,
orang2 Jawa menyebutnya Klemanthan yang dalam bahasa Sanksekerta berarti Pulau
yang beriklim panas, sedangkan pada masa Hindu pulau ini disebut Tanjung
Negara.
Kutai Kartanegara adalah salah satu kerajaan yang berada di
Klemanthan bagian timur, Kutai Kartanegara adalah daerah yang berbukit2 dengan
sungai Mahakam membelah hijaunya perbukitan itu. di bawah kepemimpinan Sultan
Aji Raja Mandarsyah kerajaan Kutai subur makmur, hasil sawah ladang, perikanan
dan ternak melimpah. Sultan Aji Raja Mandarsyah seorang raja yang bijaksana dan
sangat memperhatikan rakyatnya hingga ia sangat dicintai oleh rakyat
Kutai.
Sang Surya baru saja menampakkan diri di Tanah Kutai sebelah
timur, para penduduk desa Kenyamukan memulai kegiatan sehari2 dengan semangat,
Desa Kenyamukan adalah sebuah desa nelayan di tepi muara Sungai sangatta, Desa
ini sangat tenteram dengan pemandangan hijaunya Hutan Bakau yang menyelimuti
alam desa, rumah2 dibuat dari kayu berbentuk panggung dengan tiang tinggi,
tujuan dibangun dengan tiang tinggi agar menghindari luapan air sungai di kala musim hujan yang
sering menimbulkan banjir bandang.
Pagi itu seorang nelayan berusia separuh baya bernama Nawang
bersama anak laki2nya yang masih kecil mendayung perahu Jukung (Perahu Kayu
dari batang pohon yang dilubangi tengahnya) menuju hilir sungai sambil sesekali
melemparkan jalanya, air sungai yang berarus tenang membuat Nawang mudah
mengendalikan Jukungnya. Nawang merasa heran pagi2 ia sudah mendapat banyak
ikan, biasanya ia tak pernah mendapatkan hasil tangkapan ikan sebanyak
itu.
“Tengok nak !! pagi2 maha etam kelah dapat banyak ikan, amun
tiap hari macam ni kaya kita leh (lihat nak !! Pagi2 saja kita sudah dapat ikan
banyak, jika tiap hari seperti ini kita bisa kaya)” teriak Nawang kepada
anaknya yang asyik mengumpulkan ikan2 hasil tangkapan di lantai Jukung.
“iya bapak, Ambung ingin ikan besar ini di bakar, pasti
rasanya lezat sekali” jawab anaknya yang bernama Ambung, dengan hati senang ia
memegang seekor ikan Patin besar dan ditunjukkannya kepada bapaknya.
“nanti mintalah kepada ibumu untuk memasaknya, ibumu pasti
senang dengan hasil ikan tangkapan kita hari ini” Nawang berkata smbil
melemparkan Jalanya.
Jukung kayu yang di naiki Nawang dan Ambung terus mengikuti
alur sungai menuju hilir dan akhirnya sampai di hilir sungai dekat rawa2 yang
banyak di tumbuhi pohon Bakau berukuran besar. Nawang terus melemparkan jalanya
meski hasil tangkapan ikannya sudah banyak. Tanpa disadari oleh Nawang dan
Ambung jika dari rawa2 di balik kerapatan pepohonan Bakau ada sepasang mata
berwarna merah sedang mengintai mereka. Perlahan2 sepasang mata berwarna merah
itu tenggelam ke dalam air sungai yang tenang meluncur ke arah Nawang dan anak
laki2nya.
Dengan gerakan cepat tak terduga sepasang mata merah yang
ternyata milik seekor Buaya berukuran sangat besar hampir enam tombak
panjangnya menyebatkan ekornya ke arah Jukung yang di kemudikan Nawang dari
arah belakang, saking kerasnya sebatan ekor sang buaya Jukung itu terbelah dua
menimbulkan suara berderak keras, cipratan air muncrat ke udara .
Serentak Nawang dan anaknya menjerit dan terpental jatuh ke
air sungai, Jala yang tadi di pegangnya mental entah kemana. Buaya besar itu
memutar tubuhnya di dalam air, melihat pergerakan buaya besar itu Nawang
berteriak kepada anaknya untuk menyelamatkan diri, namun malangnya Ambung
terpental dalam air terlalu dekat dengan jarak Buaya raksasa itu. Nawang
berenang ke arah Ambung mencoba menyelamatkan sang anak. Akan tetapi usahanya
sia2 sebab buaya besar itu laksana kilat langsung menyambar tubuh Ambung, anak
itu menjerit setinggi langit menggapai2kan tangannya dan suaranya hilang begitu
sang buaya menyeret tubuhnya ke rawa2 sungai yang dalam.
“Ambung !! Anakku !! dimana kau nak ? tolong !! tolong !! ”
Nawang seperti orang gila memanggil2 anaknya dan berenang mengejar ke arah
lenyapnya Buaya raksasa itu. Namun ia tak menemukan apa2 selain robekan baju
anaknya yang hanyut di bawa air sungai.
Karena kelelahan dan menanggung beban berat dengan kejadian yang menimpa
anaknya lelaki setengah baya itu tak sadarkan diri. Para Nelayan yang mendengar
suara jeritan minta tolong segera berlari ke arah sumber suara, mereka hanya
menemukan tubuh Nawang pingsan hanyut terbawa arus sungai dan segera menolong
menaikkannya ke darat.
Kira2 sepeminuman teh lamanya dibantu oleh para penduduk
desa Kenyamukan Nawang akhirnya siuman dari pingsannya. Nelayan itu menangis
menceritakan kejadian yang menimpa Ambung anaknya. Istri Nawang hanya bisa
menangis tersedu2 dengan nasib Ambung lalu perempuan ini pun roboh tak sadarkan
diri, para perempuan desa Kenyamukan segera membopong tubuh perempuan itu ke
rumahnya.
Semenjak saat itu Buaya raksasa itu terus menteror penduduk
desa Kenyamukan, korban berjatuhan silih berganti, para penduduk berulang kali
berusaha menangkap buaya itu akan tetapi tiada hasilnya, bahkan Pawang Buaya
yang di datangkan dari berbagai penjuru tak mampu menangkapnya, kebanyakan dari
mereka malah menjadi mangsa sang buaya misterius itu.
Sultan Aji Raja Mandarsyah sangat dibuat resah oleh
keberadaan dan serangan2 buaya raksasa yang menewaskan banyak rakyatnya. Ia
berulang kali mengirim orang2 sakti ke wilayahnya bagian timur itu, semuanya
usahanya sama sekali tak membuahkan hasil. Buaya itu tak mampu ditaklukkan.
Sultan berharap suatu hari akan ada seorang sakti yang mampu menangkap dan
membunuh Buaya pembuat petaka di wilayah kekuasaannya itu. Kepada seluruh
penjuru negeri ia mengadakan sayembara barangsiapa yang mampu menangkap atau
membunuh buaya itu maka akan diberi hadiah satu peti emas batangan.
***
Empat purnama berlalu dari kejadian Nawang dan Ambung
diserang oleh Buaya raksasa, tepian muara sungai desa Kenyamukan nampak begitu
ramai orang yang sebagian besarnya penduduk desa Kenyamukan. Mereka menyaksikan
seorang Pawang yang berasal dari suku Dayak Benuaq, pawang ini memakai rompi
yang di tenun bercorak dan terbuat dari rajutan tanaman Doyo. Di kepalanya
terdapat Selatup , penutup kepala
berbentuk peci berukir terbuat dari Rotan dan bagian belakangnya dihiasi dengan
bulu burung Rangkong, salah satu jenis burung yang di keramatkan oleh suku
Dayak. Pawang itu duduk bersila dengan mata terpejam, di hadapannya sebuah dupa
dengan bara menyala di dalamnya, sang Pawang itu merapalkan mantra2 yang tidak
di mengerti penduduk desa Kenyamukan, sesekali Pawang itu mengambil sepotong
kayu gaharu dari kantong kain di pinggangnya lalu menaburkan ke dalam
pendupaan, bau harum menggidikkan memenuhi Muara sungai itu.
Setelah melafalkan mantera beberapa lama Pawang itu berdiri
sambil cabut Mandau dari sarungnya yang didililit dengan tali di pinggangnya.
Sambil terus melafalkan mantera pawang suku Benuaq itu tusukkan Mandau ke arah
sungai sebanyak tiga kali. Angin tiba2 berhembus sangat kencang, pepohonan
Bakau berderak2 bahkan ada yang tumbang, Para penduduk desa Kenyamukan yang
berkumpul di tempat itu ketakutan dan berteriak2 dengan suara yang gaduh.
Pendupaan milik sang Pawang mental tersapu angin.
Dengan suara bergetar pawang buaya dari suku Dayak Benuaq
itu berkata “Buaya sakti penunggu sungai, hadirlah !! hadirlah !!” angin
semakin kencang berhembus, para penduduk jatuhkan diri mereka sama rata dengan
tanah, ada yang berpegang dengan akar pepohonan bakau agar tak tersapu Angin
kencang. Semua orang di tempat itu dengan pandangan terpana melihat bagaimana
Air di tengah sungai berputar kencang membentuk pusaran besar, dari tengah
putaran air itu muncul sesosok laki2 berwajah gagah memakai pakaian kebesaran
panglima perang suku Dayak, di kepalanya ada Makhkota berhias kepala Burung
Enggang , di pinggangnya tersampir Mandau yang gagangnya juga berbentuk kepala
burung Enggang terbuat dari emas, laki2 itu membawa tameng Kayu Ulin berukir di
tangan kanannya. Anehnya semua penduduk ditempat itu terdiam kaku seperti kena
sirap hingga mereka hanya bisa mendengar percakapan antara sang pawang dengan
laki2 yang datang dari bawah air itu. Laki2 misterius itu berdiri di tengah
puasaran air, Dengan suara dingin dan tegas laki2 misterius itu berkata seraya
menudingkan telunjuk tangannya ke wajah Pawang buaya dari suku Benuaq.
“Kau !! berani sekali mengganggu ketenangan alam kami dengan
Mantera2mu !! apakah kau sudah bosan hidup anak manusia, katakan keperluanmu
?”
Pawang Buaya itu rangkapkan tangannya di depan kepala dengan
sikap menyembah, dengan suara gemetar dia berkata “Ampun Panglima !! hamba
Kumba Banaung dan hamba kemari karena diminta Sultan Kutai untuk mencari
keberadaan Buaya yang telah memakan banyak korban jiwa !!”
Dengan suara
mendengus Laki2 yang dipanggil panglima itu balik bertanya “Kau tertarik dengan
emas yang di tawarkan raja Kutai itu anak Manusia ?”
Dengan buru2 Pawang Buaya bernama Kumbang Banaung itu
menjawab “Ampun Panglima !! hamba sama sekali tak berkeinginan memiliki emas
yang ditawarkan, hamba hanya kasihan melihat para penduduk hidup dalam
kecemasan dan ketakutan”
“Kau ingin menjadi pahlawan anak manusia !! ketahuilah
seringkali kesusahan hidup manusia tercipta akibat kesalahan mereka sendiri,
mereka merusak alam menebang pepohonan, mereka juga menabur racun di sungai
ini, akibatnya banyak dari pasukan dan rakyatku menderita akibat perbuatan
kalian” laki2 yang dipanggil panglima itu membentak dengan suara menggelegar.
“Ampun Panglima !! ampunkan kami !!” Pawang Buaya suku
Benuaq berulang kali memohon ampun dengan sikap menyembah.
“Ketahuilah !! orang2 yang dimangsa buaya itu sama sekali
tidak mati, mereka ditawan di bawah sungai oleh Ratu Siluman Buaya yang jahat,
ia dan pasukannya merampas kekuasaan yang sah dari ratu mahkota yang
sesungguhnya, kerajaan kami sedang dalam keadaan menderita karena di kuasai
sang ratu, berhentilah mencari orang2 itu karena hampir tak mungkin melawan
Ratu Siluman yang jahat itu. Ratu kami yang baik, aku dan pasukanku terpaksa
menuruti segala keinginannya”
“tapi apakah tak ada yang mampu mengalahkan Ratu jahat itu
Panglima ?” Kumbang Banaung kembali bertanya.
Dengan gelengan kepala Panglima itu menjawab “Hampir
mustahil, ia memiliki senjata sakti mandraguna, tapi pernah Ratu kami bermimpi
bahwa akan ada seorang pemuda bersenjatakan Mandau bertuah, dalam mimpi ia
melihat di dada pemuda itu ada Tatung (Tatto dlm bhasa Dayak) bergambar kepala
Harimau yang sedang mengaum akan datang menyelamatkan kerajaan kami, tapi
hingga kini pemuda bertatung dan bermandau bertuah seperti itu tak pernah
muncul”
“jika Ranying (Tuhan agama Kaharingan suku Dayak)
berkehendak !! suatu saat pasti akan datang sang penyelamat itu Panglima”
Kumbang Banaung berkata dengan nada menghibur.
“mudah2an terkabul !! waktuku terbatas di alam duniamu anak
manusia, aku mohon diri dan ku peringatkan kepadamu berhentilah mencari
penduduk yang lenyap itu karena kalian tak akan bisa menemukan mereka kembali,
aku hanya peringatkan kepada kalian agar menjaga alam dan menjaga diri,
peringatkan kepada gadis2 desa agar tidak membasuh rambut mereka dengan
tumbukan biji wijen dan perasan air Jeruk Nipis, itu pantangan terbesar !! jika
dilanggar kalian akan mendapat bencana” setelah berkata Laki2 yang dipanggil Kumbang
Banaung Panglima itu masuk ke tengah pusaran air, mula2 kakinya lalu perlahan2
tubuh hingga kepalanya, pusaran air mengecil lalu hilang sama sekali. Setelah
kepergian Panglima itu Kumbang Banaung tarik napas dalam.
Sirapan yang melanda penduduk desa Kenyamukan lenyap, mereka
mendatangi Kumbang Banaung yang duduk bersila di tepi sungai. Mereka
mengelilingi kumbang Banaung dengan penuh rasa penasaran siapa yang
mendatanginya tadi. Kepala Desa Kenyamukan Bayau Lung bertanya kepada Kumbang
Banaung “Siapakah yang engkau ajak berbicara tadi sanak (saudara dalam bahasa
Kutai) ?”
“Panglima
Kerajaan bawah sungai Sangatta ini, dia menyuruh kita menghentikan pencarian
orang2 desa yang hilang, sudahlah ayo kita tinggalkan tempat ini sebelum
penunggu sungai yang jahat mengetahui keberadaan kita” Kumbang Banaung mengajak
penduduk desa tinggalkan tempat itu.
2
Intan Bintang !! demikian orang2 Desa Kenyamukan menyebut
dara cantik itu, kecantikannya begitu sempurna. Kulitnya kuning langsat,
wajahnya bulat telur dengan pipi merah merona, hidungnya mancung bagus, alisnya
tebal bak semut beriring, dagunya lancip dan belah, matanya bening jika
memandang membuat jantung pemuda2 desa seakan berhenti berdetak. Jika ia
berkata betapa merdu suaranya bak alunan sampeQ (kecapi dayak) yang sahdu
mendamaikan hati yang mendengarnya. Karena kecantikan dan kehalusan budi
pekertinya menjadikan Intan sebagai kembang desa yang diperebutkan banyak
pemuda. orang2 desa menyebutnya bintang, hingga ia selalu dipanggil Intan
Bintang.
Sebagai seorang gadis remaja tentulah memiliki rasa cinta
terhadap lawan jenisnya. Masa muda yang ceria penuh canda tawa, masa muda
begitu indah ibarat bunga yang sedang mekar dan harumnya menyebar kemana2. Masa
muda masa penuh semangat yang membara di dalam relung jiwa. Namun akan menjadi
penyesalan hari tua jika tidak digunakan sebaik2nya seperti sesalnya sang
mentari merah di ujung senja sebab rembulan akan menggantikannya ketika malam
menyelimuti alam semesta, menjadikan sang surya lenyap dan tiada. Ahh Demikianlah
nasib orang2 yang tiada mengindahkan kebaikan,pengalaman dan ilmu yang berguna
dimasa muda, sesal tua tiada berguna hanya menjadi penanggungan derita
sepanjang masa. Lupa bahwa masa jaya akan berganti dengan masa berduka, lupa
bahwa yang abadi hanyalah yang maha pengasih.
Demikian juga dengan Intan Bintang, ia juga memiliki rasa
cinta terhadap seorang pemuda gagah tetangganya sebelah rumah. Sinton!!
Demikian nama pemuda gagah itu, selain memiliki perangai yang baik, Sinton juga
pandai ilmu silat dan bermain SampeQ. Intan terkadang mencuri pandang pemuda ini dengan sembunyi2 dari balik
jendela rumah kayu. Sebaliknya pemuda ini juga mencintai Intan, ia sering
memainkan SampeQ nya dengan petikan merdu dan lagu2 tentang cinta mendamaikan
hati sang Dara yang mendengarnya. Kedua insan muda ini menjalin cinta secara
diam2 sebab Intan takut dengan ayahnya.
Akan tetapi didalam suatu kebahagian cinta insan seringkali
muncul halangan yang tidak menyukai kebahagiaan itu hadir menyelimuti dua hati
yang saling mencintai, halangan itu berasal dari seorang pemuda kampung bernama
Kayan. Kayan telah lama jatuh cinta dengan Intan namun Intan tak membalas
cintanya,Intan merasa bahwa perangai Kayan jauh dari kebaikan. Ia sering
membuat onar di Desa Kenyamukan.
Suatu hari Sinton mengajak Intan jalan2 ke hutan di kaki
bukit untuk mencari bunga2 dan buah2an yang bisa di petik, dua insan itu
berjalan meniti jalan kecil di pinggir desa dengan bergandengan tangan, Intan
merasa bahagia sekali hari itu. Setelah berjalan cukup jauh akhirnya mereka
sampai di dalam hutan yang ditumbuhi pepohonan lebat berdaun rimbun.
“Intan !!
kita sudah sampai dik !!” Sinton berkata kepada Intan yang berjalan
disampingnya.
“Iya abang !! aku penat sekali rasanya, belum pernah aku
datang kemari sebelumnya” menjawab sang Dara sambil duduk beristirahat di
sebuah batu besar.
“teduh sekali bukan tempat ini dik ? abang sering kemari
jika lagi banyak pikiran untuk menenangkan diri sejenak” kata Sinton sambil
membersihkan ranting2 kecil di tempatnya berdiri dengan Mandau yang ia cabut
dari sarung di pinggangnya.
“iya bang, pantas saja abang sering datang kemari, oh ya
kapan kita mulai mencari Bunga dan buah2an hutan bang ?” tanya sang Dara
pula.
“sebentar lagi dik !! tapi jangan jauh2 dari abang sebab
disini banyak binatang buasnya, berhati2lah dan sebut nama Ranying agar diberi
keselamatan” menjelaskan Sinton.
“iya abang !! asal jangan diterkam oleh abang
saja,he..he..he” Intan berkata dengan tertawa mengekeh. Senyum merekah muncul
diwajahnya.
“ada2 saja kau dik !! abang bukan Harimau tapi Singa
ha..ha..ha” Sinton tertawa lebar sambil
cubit pinggang dara cantik itu hingga sang dara terpekik kegelian.
“Abang.... ihhh ” Intan mengejar Sinton yang berlari sambil
tertawa. Kedua insan itu kemudian masuk semakin jauh ke dalam hutan dan asyik
mengumpulkan Bunga2, jamur dan buah2an yang banyak tumbuh ditempat itu dan
memasukkannya kedalam keranjang yang terbuat dari Rotan. Setelah keranjang
dipunggungnya penuh Sinton berkata kepada Intan “cukup untuk hari ini dik !!
kita lebih baik pulang sebelum matahari condong ke barat, nanti orang tuamu
gelisah dan mencarimu”
“aku tadi sudah meminta izin kepada ayah untuk pergi
berjalan2 keliling desa dan ayah sudah mengizinkan bang” menjawab Intan, tangannya
menggenggam setangkai bunga berwarna merah dan menebar bau harum semerbak.
“sebelum pulang adik mau abang ajak ke sebuah telaga kecil
disekitar sini, kita bisa beristirahat sambil melepaskan dahaga, airnya sangat
sejuk dan jernih”
“mau bang !! jauhkah tempatnya dari sini ?” tanya Intan
sembari menghirup aroma bunga yang wangi menyegarkan pernapasan.
“Dekat dik sebentar saja kita sudah sampai” menjawab Sinton
sambil menggandeng kekasihnya. Intan hanya tersenyum dan mengikuti Sinton.
Sampailah mereka di sebuah telaga kecil berair jernih, bunga berwarna warni
tumbuh di tepiannya, kupu2 cantik berwarna warni berterbangan menghisap sari
madu bunga2 yang tumbuh di tempat itu.
“Puji Ranying !! indah sekali tempat ini abang” teriak Intan
penuh kegirangan. Dia berlari menghampiri tepian Telaga dan duduk sambil
mencelupkan sepasang kakinya yang bagus mulus.
“he..he..he
abang kan sudah bilang” Sinton menghampiri tepian telaga, membasuh wajahnya
yang terasa lengket oleh keringat dan meneguk beberapa teguk air Telaga untuk
melepaskan dahaga lalu ia duduk disebelah Intan Bintang. Intan memandangi wajah
kekasihnya, semakin ia memandangi wajah Sinton semakin bertambah2 rasa
cintanya. Bukan saja karena kegagahan sang pemuda akan tetapi karena kelembutan
dan rasa kasih yang ia dapat dari pemuda disampingnya.
Intan Bintang rebahkan kepalanya ke dada bidang sang pemuda,
dengan penuh kasih sayang Sinton membelai rambut Hitam sang dara. Rasa sayang
di hati pemuda ini begitu tulus untuk Intan hingga ia bertekad akan melakukan
apa saja demi cintanya kepada dara itu.
“abang ! aku mencintaimu, jangan tinggalkan aku...” bisik
Intan didalam pelukan Sinton. Sinton rangkul erat tubuh sang Dara dengan lembut
ia menjawab “abang juga mencintai adik, abang janji tak akan pernah tinggalkan
adik”
Dua insan itu hanyut dalam pelukan penuh kasih namun mereka
tersentak kaget dan melepaskan pelukan masing2 ketika satu suara lantang
bergema di tempat itu.
“Jadi ini kelakuan kalian sebagai pemuda – pemudi Dayak yang
menjunjung tinggi norma dan adat !! tahukah kalian jika ketua Adat mengetahui
ini kalian akan dihukum”
Sinton berdiri diikuti Intan Bintang yang bersembunyi
dibalik punggungnya, melihat siapa yang datang Sinton merasa sangat marah.
Bagaimana tidak, orang yang membentak mereka adalah Kayan, pemuda yang selalu
mengganggu hubungannya dengan Intan, pemuda ini memakai rompi tenunan yang
bersulam gambar daun pepohonan, di kepalanya ia memakai Sampa Hangang (Topi kulit kayu) yang dihiasi Bulu burung Enggang
sama seperti yang dipakai Sinton dan laki2 Dayak pada umumnya. Kayan mengajak
serta dua orang kawannya dari desa sebelah.
“kalian telah berbuat sesuatu yang terlarang bagi adat
Dayak, dua orang berlainan jenis sama sekali tidak boleh berduaan di tempat
sepi” Kayan berkata lantang sambil rangkapkan kedua tangannya di dada.
Senyumnya penuh ejekan terhadap Sinton.
Sinton mendengus terlebih dahulu baru menjawab “ jangan
berbicara soal adat istiadat Kayan !! dirimu sendiri saja berperangai jauh dari
adat dan patuturan Ranying !!”
Kayan mendengus marah mendengar ucapan Sinton, dengan geram
dia berkata “apa yang terjadi di sini akan aku laporkan dengan kepala adat, kau
akan merasakan akibatnya”
“Kau hanya iri denganku Kayan karena aku beroleh cintanya
Intan !! sedangkan dirimu hanya bertepuk sebelah tangan !! seharusnya kau
berkaca di air telaga” Sinton menjawab dengan kacakkan kedua tangannya di
pinggang.
Kayan Meludah ke tanah “Puahhh dirimu juga tak pantas
bercinta dengan kembang desa ini, yang harus berkaca adalah dirimu, pasti kau
sudah memberinya guna2 agar ia jatuh cinta”
“Tutup mulutmu Kayan !! itu fitnah keji dari mulutmu yang
kotor, sekarang apa maumu” Sinton loloskan Mandau dari sarung
dipinggangnya.
“aku ingin kau mati pemuda hina !! Arau !! Arong !! bunuh
pemuda ini ” Kayan memberi isyarat kedua kawannya, melihat isyarat Kayan dua
kawannya cabut mandau mereka masing2 dan serang Sinton. Melihat serangan kedua
Kawan Kayan itu Intan Bintang menjerit ketakutan. Sinton menyuruhnya
bersembunyi, Intan Bintang bersembunyi di balik sebatang pohon Ulin besar.
Sinton
sambut serangan kedua penyerangnya dengan tangkiskan Mandaunya “Tranggg !!
Tranggg !! bunga api memercik akibat beradunya ketiga senjata khas Dayak
itu.
Sinton mundur tiga langkah ke belakang dan mulai serangan
dengan Jurus “Shangriyang (Dewa) jagat menebar murka” dengan sebat ia tebaskan
Mandaunya ke arah dua lawannya yang saat itu juga mulai keluarkan jurus2
andalan mereka, lima jurus berlalu. Penuh amarah Sarau dan Arong kembali serang
Sinton dengan Mandaunya, Dua bilah Mandau tajam berkelebat membabat kepala dan
dada kekasih Intan Bintang ini. Melihat tebasan mandau yang menghujani Sinton
Intan Bintang ketakutan dan tutupkan kedua matanya.
Sinton tangkis serangan Mandau yang mengarah kepalanya, ia
mundur satu langkah menghindari sabetan Mandau yang menderu ke dadanya. Mandau
yang menebas ke arah dadanya hanya mengenai tempat kosong. Penuh geram Arong
kembali babatkan Mandaunya, kali ini batang leher Sinton jadi sasarannya,
sementara Arau mengitari Sinton dan tebaskan Mandaunya dari arah belakang.
Diserang dari dua arah dengan gerakan kilat sepertinya sulit bagi Sinton
menghindarinya, Kayan tersenyum penuh kepuasan mengingat sebentar lagi tubuh
Sinton akan terputus dua, namun apa yang dipikirkannya sama sekali tidak
berjalan dengan kenyataannya. Sinton lentingkan tubuhnya ke belakang membentuk
gaya kayang.
Tebasan Mandau Arau yang mengarah pinggangnya lewat sekilan
di atas perutnya, sementara tebasan Mandau Arong yang mengarah lehernya hanya
mengenai tempat kosong dan terus membabat ke arah Arau yang saat itu berada di
belakang Sinton, tebasan Mandau membabat Dada Arau, Arau menjerit setinggi
langit, darah mengucur deras dari robekan besar didadanya. Mandau nya jatuh ke
tanah diikuti tubuhnya. Arau mengejang2 sesaat lalu diam tak berkutik lagi,
racun Mandau bekerja memutus tali jantung dan menghanguskan tubuhnya. Kayan
terperangah dengan apa yang dilihatnya.
Ia banting2kan kakinya ke tanah karena kesal.
Arong menggigil tak percaya ia menebas kawannya sendiri, ia
bersurut mundur sambil pandangi Mandaunya yang berlumuran Darah. Sejenak
kemudian ia sadar dan dengan amarah atas kematian kawannya ia kembali serang
Sinton.
“Mampus kau !! makan Mandau ku ini laknat !!
Sinton keluarkan jurus “Ular Tadung membelit Cabang”, ia
meliuk dua kali hindari tusukkan Mandau pemuda yang bernama Arong itu. Lalu
hantamkan tangan kirinya ke arah kepala Arong, melihat serangan tangan kiri
Sinton, Arong rundukkan kepalanya. Namun serangan tangan kiri Sinton hanya
tipuan saja, ketika Arong merundukkan kepalanya tangan kirinya ia belokkan ke
tangan Arong yang memegang mandau “Krakk” pergelangan tangan Arong patah,
pemuda itu menjerit keras. Mandaunya terlepas, ia pegangi tangannya yang patah
dan “Bukkk” tendangan Sinton melanda dadanya. Arong mencelat mental muntahkan
darah segar.
Sinton yang tak ingin memberi kesempatan kembali hendak tebaskan Mandaunya, melihat Sinton bergerak mendekati kawannya Kayan cabut Sipet (Sumpitan) dari Telep (Sarung sumpit yang terbuat dari seruas bambu), lalu ia tiup Sipet itu dengan mengerahkan tenaga dalam, tiga buah Damek (Peluru sumpit berbentuk anak panah kecil yang dilumuri dari getah kayu Siren, Kayu tuba yang sangat beracun dan dicampur bisa ular serta kalajengking) melesat ke arah punggung Sinton, melihat pergerakan Kayan, Intan Bintang menjerit mengingatkan Sinton. Mendengar deru dari belakangnya Sinton berbalik dan babatkan Mandaunya,
“Trangg, Trangg” Dua buah Damek berhasil di mentahkannya hingga luruh ke tanah, namun satu Damek berhasil lolos, begitu cepatnya lesatan Damek itu Sinton hanya mampu bergerak sedikit menghindari lesatan damek yang menghantam ke arah dadanya, pergerakannya yang sedikit itu mebuat Damek menancap di lengan kirinya, darah mengucur deras. Sinton menjerit kesakitan,Racun Damek mulai bekerja, Intan menjerit melihat kekasihnya terduduk ditanah, ia menghambur mendekati pemuda yang jadi kekasihnya itu. Sinton totok lengannya dan cabut Damek yang menancap di sana. Sinton tak mampu bergerak, racun anak sumpit itu membuat sebagian tubuhnya lumpuh.
“Ha..ha..ha, kau akan segera mati pemuda hina, inilah
akibatnya kau berani menantangku” Kayan tertawa, dengan perlahan ia dekati
Sinton, sebilah Mandau tergenggam di tangannya.
“aku tidak takut mati !! sama sekali tidak !! kau seorang
pengecut membokong dari belakang, ayo berkelahi sampai mati” Sinton menatap
Kayan dengan sorot mata tajam. ia tak mampu berbuat apa2 hanya terbaring di
pangkuan Intan Bintang yang merangkulnya.
“Bagus !! kau memang pendekar sejati Sinton, dan kau Intan
!! kau akan ku bawa kemana aku suka, ha..ha..ha” Kayan totok tubuh Intan hingga
gadis ini diam tak berkutik, lalu ia panggul gadis itu di bahu kanannya.
“Bedebah !! jangan kau ganggu Intan, kau boleh bunuh aku
tapi lepaskan dia” Sinton berkata dengan suara lemah pertanda Racun mulai
mengalir menembus pertahanan totokan di lengannya.
“kau tadi menggonggong seperti Anjing, sekarang memelas tak
berdaya Sinton, Nah terimalah kematianmu agar penderitaanmu segera berakhir
dengan cepat” Kayan ayunkan Mandaunya ke batang leher Sinto, namun sejengkal
lagi mata Mandau yang tajam akan menebas putus leher Sinton, satu bayangan
putih berkelabat dan “Trangg” sesuatu menahan laju tebasan Mandau milik Kayan,
saking kerasnya benda yang menahan laju tebasan Mandau Kayan itu membuat Mandau
milik Kayan Patah dua, ia berseru kaget dan kaget bersurut mundur lalu tanpa ia
duga satu totokan keras melanda dadanya hingga pemuda jahat ini tak berkutik
lagi, Intan Bintang masih tersampir di bahunya.
Kayan mencoba melepaskan totokan yang melanda tubuhnya namun ia tak
mampu, hanya matanya saja yang berputar melihat seorang pemuda berpakaian sangat
aneh baginya, pemuda itu memakai Rompi dan celana panjang putih serta ikat
kepala destar berwarna putih, dibelakangnya tertawa hahahihi seorang lelaki
memakai Baju menyerupai jubah lebar sekali berwarna warni, di kepalanya ia
memakai tarbus tinggi dan dipunggungnya tersampir Guci tanah berisi minuman
keras yang terbuat dari air pohon Aren. Pakaian yang sama sekali berbeda dari
para Dayak di Pulau Klemanthan, siapa mereka ini ? pikir Kayan.
“Mau kita apakan pemuda bermuka Kodok ini Andana ? tanya
lelaki berbaju warna warni sambil memencet2 hidung Kayan, yang ditanya bukan
lain Andana Harimau Singgalang. Dan yang bertanya si Peramal Sinting.
“bagusnya kita apakan ting ? tapi sebaiknya kita kita tolong
pemuda sekarat ini dulu” Andana balik bertanya. Ia berjalan mendekati Sinton
yang terbaring di tanah tak berdaya. Andana meneliti keadaan Sinton yang
sekarat, bibir Sinton membiru tanda racun hampir mencapai Jantungnya, Sinton
hanya melihat bayangan samar dihadapan wajahnya. Dengan suara perlahan ia berkata,
suaranya hampir tak terdengar “Sanghiyang (Dewa) !! apakah kau sudah mau
menjemputku ?”
Andana
celingak celinguk mencari orang yang dipanggil Sanghiyang, melihat Andana yang
bengong Peramal Sinting tertawa keras lalu berkata “ heii Harimau Sing Malang jangan
bengong !! Sanghiyang itu nama Dewa mereka”
“ohh aku kira nama embahmu ting !!!” Andana menjawab
seenaknya sambil tersenyum.
“embahku namanya bagus sob, cantik lagi, hihihi” Peramal
Sinting menjawab sementara tangannya menepuk2 kening Kayan. Sesekali lidahnya
ia cibirkan ke wajah pemuda yang tertotok itu. Kayan tatap wajah Peramal
Sinting dengan pandangan Marah.
“Mana ada namanya embah2 cantik ting, embah2 pasti sudah
pada peot apalagi pekakasnya” Andana berkata sambil tertawa.
“weleh weleh berarti kau suka mengintip embah2 mandi ya sob
?” Tanya Peramal Sinting.
“dasar edan !! sudah sudah aku mau melolong ehh menolong
pemuda ini” teriak Andana Harimau Singgalang. Andana cabut Mandau Sakti Elang
Putih dari balik punggungnya, Mandau itu berkilauan tertimpa sinar matahari
yang mulai condong ke barat, melihat senjata Andana itu mata Kayan mendelik
ketakutan. Andana tempelkan bilah Mandau Elang Putihnya ke lengan Sinton,
pemuda dari puncak Singgalang ini kerahkan tenaga dalam menyedot melalui
tangannya yang memegang Mandau, keringat memercik dari wajah dan tubuhnya. Sebaliknya
Sinton merasakan rasa panas dan dingin bercampur baur ditubuhnya. Setelah
menyedot berulang kali Andana berhasil membersihkan racun di tubuh Sinton.
Pemuda Dayak ini siuman, ia duduk bersila atur napas dan rasa dalam tubuhnya,
Sinton melihat seorang pemuda berpakaian aneh di hadapannya, ia juga melihat
Peramal Sinting yang sedang asyik mencabuti janggut di dagu Kayan. Pandangan
matanya membentur Mandau di tangan Andana, Sinton Kaget bukan kepalang lalu
jatuhkan dirinya dalam sikap berlutut
dihadapan Harimau Singgalang, dengan suara bergetar ia berkata
“Puji Ranying yang maha kuasa !! Mandau sakti Mandau
bertuah, Mandau Panglima Sempung !! sang penyelamat telah datang !! terima
kasih Ranying terima kasih !!
Andana Harimau Singgalang terbengong2 dipanggil sang
Penyelamat, matanya melirik ke arah Peramal Sinting yang ikut bengong.
“Apa maksudmu sobat muda ? ” Andana urut2 keningnya tanda
tak mengerti. Peramal Sinting datang mendekat sambil timang2 Guci
tanahnya.
“Mandau yang kau pegang itu Mandau bertuah miliki leluhur !!
menurut Pawang Kumbang Banaung hanya yang memiliki Mandau bertuah yang mampu
menyelamatkan desa kami dari kekejaman Siluman Buaya Sungai Sangatta” Sinton
menjelaskan.
Andana Harimau singgalang bertanya “Siapa Siluman Buaya itu sobat
? dan apa yang terjadi dengan desa kalian ?
Sinton segera menjawab dengan nada penuh harapan “ Desa kami
akhir2 ini diserang Siluman Buaya yang selalu meminta tumbal, tak ada yang
mampu mengalahkannya bahkan Panglima Kerajaan Bawah Air pun di buat tak
berdaya, Sudikah saudara membantu kami ? tolonglah kami”
Peramal Sinting yang tadi hanya berdiam diri bertanya“
Siluman Buaya itu Jantan atau Betina ?”
“Betina !!
seorang Ratu !! maafkan kelancanganku aku belum mengenalkan diri, namaku Sinton
dan gadis kekasihku itu bernama Intan” jawab Sinton.
“ohh gadis cantik itu kekasihmu, wahh ternyata dirimu sedang
kasmaran sahabat Sinton !! kasihan ada yang lagi patah hati, hihihi” Peramal
Sinting unjukkan mukanya dengan mimik sedih.
Andana yang disinggung si Peramal Sinting hanya pencongkan
mulutnya, Andana masukkan Mandau Elang Putih ke sarungnya di balik punggung
lalu kepada Sinton ia berkata
“Namaku Andana dan kawanku ini bernama Peramal Sinting, kami
terpesat dari tanah Jawa dan sedang mencari jalan pulang, tapi jika kami bisa
membantu orang2 desamu kami akan tinggal beberapa saat disana, tapi jangan
terlalu berharap sobat !! kami hanya berusaha Allah yang punya kuasa”
Sinton mengucapkan terima kasih berulang kali “Terima kasih
Andana !! terima kasih !! kalau boleh tahu Allah itu siapa ? apakah dia
sahabatmu ?” tanya Sinton bingung.
Andana garuk2 kepalanya lalu menjawab “Dia yang menciptakan
alam semesta ini sobat, aku, dirimu, kekasihmu, musuhmu itu bahkan orang edan
yang membawa Guci tanah itu”
Peramal Sinting mengekeh
dibilang orang edan yang membawa guci, dengan bersiul ia menjawab
“lebih enak bawa guci dari pada bawa Mandau, nanti dikira
mau menjagal Sapi”
“ahh semoga Allah mu dan Ranying ku bisa membantu Andana,
mari kita menuju desa” jawab Sinton, kemudian ia melepaskan totokan Intan,
Intan mengucapkan terima kasih kepada Andana atas pertolongannya. Mereka
bersama tinggalkan tempat itu, Peramal Sinting lambaikan tangannya ke arah
Kayan “Selamat Tinggal Muka Kodok !! banyak2 berdoa agar tak ada Harimau yang
melahapmu atau ular Hutan yang mematuk anumu, hihihi”
Ditengah perjalanan Sinton bertanya kepada Andana “apakah
kawanmu itu benar2 sinting sob ?” mendengar pertanyaan Sinton Andana merasa
geli lalu menjawab “Setengah sob !! kadang2 waras tapi lebih banyak sintingnya”
melihat Andana dan Sinton berbisik2, Peramal Sinting yang berjalan di samping
Intan dekati Andana
“Apa yang kalian bisikkan Andana ?” tanya Peramal Sinting.
Andana terus berjalan dengan tersenyum ia menjawab.
“kami bicara tentang anu ting” jawab Andana seenaknya.
“Anu gadis bernama intan itu ?” tanya Peramal Sinting pula
sambil leletkan lidahnya. Andana tertawa mendengar pertanyaan Peramal Sinting.
Andana menggelengkan kepalanya “Bukan ting pikiranmu kotor ting !! anunya Ratu
Buaya”
“Busyet !! memangnya Buaya punya anu sob ?” Tanya peramal
Sinting lagi.
“Kalau tak punya anu mana bisa anu2an ting dan mana bisa
punya anak” Jawab Andana.
“Iya juga ya !! anu ketemu anu jadinya anu, hihihi “ Peramal
Sinting berjalan sambil tertawa hahahihi. Sinton dan Intan berjalan di depan
sekali diikuti Andana dan Peramal Sinting yang asyik meneguk minuman dalam Guci
tanahnya.
3
Bagaimana bisa Andana dan Peramal Sinting berada di Pulau
Klemanthan ? mari kita kembali beberapa hari sebelum Andana menyelamatkan
Sinton dari kematian di tangan Kayan.
Senja itu di tepi Alas Roban, Andana sedang berbaring di
lantai Dangau milik penduduk desa, ia memandangi Saluang milik Puti Seruni yang
ia temukan terjatuh di pedataran Bukit Pangadegan sesaat setelah ia dan para
tokoh golongan putih mengalahkan Pangeran Ular beberapa waktu lalu. Saluang di
tangannya itu membuatnya rindu akan kampung halamannya di ranah Minang, rindu
akan gurunya Datuk Perpatih Alam Sati di puncak Singgalang bahkan rindu akan
Puti Seruni. Teringat akan senyumnya yang manis merona dengan lesung pipit
dikedua pipi, namun sesekali muncul wajah cantik Dewi Aurora, karena rasa
rindunya itu tak sadar Harimau Singgalang Cium Saluang itu dalam2.
Sedang asyik mencium Saluang
milik Puti Seruni satu suara menyahuti dari balik pohon Randu besar
“Hihihi ada orang aneh mencium Seruling, yang asyik dicium
pemiliknya bukan serulingnya”
Andana hentikan mencium Saluang ditangannya lalu berseru
“Siapa disitu ? lekas unjukkan diri”
“masih ingat aku sobat Harimau, kita bertemu lagi !! satu
sosok muncul dari balik pohon randu, begitu melihat siapa yang muncul Andana
berseru
“Ahhhh ternyata wong edan, apa kabarmu ting ?
“aku baik2 saja Andana, tambah awet muda, ha..ha..ha !!”
menjawab Peramal Sinting dengan tertawa.
Andana tertawa lebar “Awet muda ting ? yang ada awet tua
malah !!”
“hihihi, awet muda itu tanda hati bahagia Andana, kalau hati
patah ahhh cepat tua” ujar Peramal Sinting, ia teguk Air Aren dari Guci
tanahnya.
“betul Ting tapi terkadang hati juga butuh wanita yang
mengisinya biar hidup ada maknanya”
“setuju sekali Andana !! tapi jangan patah hati terus, hidup
ini nikmat dan indah jangan dibawa pusing nanti sinting” kata Peramal
Sinting.
“ya seperti dirimu !!” goda Andana.
“Ha..ha..ha..ha” Peramal Sinting tertawa lepas.
“kemana tujuanmu sebenarnya ting ?” tanya Andana
“kemana kaki ini melangkah, menikmati keindahan dunia sobat
Andana”
Andana dan Peramal Sinting terus bercakap2, tak terasa malam
turun menyelimuti pinggiran alas Roban, udara yang tadi terik perlahan menjadi
sejuk. Tanpa disadari Andana dan Peramal sinting dari dalam gelapnya Alas Roban
berhembus angin aneh berbau harum, angin aneh berbau harum itu berhembus ke
arah Andana dan Peramal Sinting.
“Ting !! apakah dirimu mencium bau harum ? tanya Andana,
Peramal Sinting mengendus enduskan hidungnya ke udara lalu menjawab “iya sob
bau harum aneh, jangan2...
Ucapan Peramal Sinting terputus disitu, ia dan Harimau
Singgalang rebah di lantai Dangau, sesaat setelah Andana dan Peramal Sinting
rebah, satu gumpalan asap berhembus dari Alas Roban, gumpalan asap putih itu
membentuk sesosok laki2 berwajah gagah memakai pakaian kebesaran panglima
perang suku Dayak, di kepalanya ada Makhkota berhias kepala Burung Enggang , di
pinggangnya tersampir Mandau yang gagangnya juga berbentuk kepala burung
Enggang terbuat dari emas, laki2 itu membawa tameng Kayu Ulin berukir di tangan
kanannya. Laki2 ini mendatangi Andana dan Peramal Sinting, sebenarnya Andana
dan Peramal Sinting mengetahui kedatangan Laki2 berpakaian Panglima perang
Dayak ini tetapi mereka tak mampu bergerak terkena sirapan.
Laki2 itu mendekati Andana, pandangannya tajam dan dingin.
Laki2 berpakaian Panglima Dayak itu menyibak rompi putih Andana di Bagian dada
sebelah kanan, Harimau Singgalang merasakan sentuhan tangan laki2 itu dingin
seperti es, Andana berusaha menggerakkan tangan dan kakinya namun tak mampu
bahkan lidahnya pun keluh tak mampu berkata, Laki2 misterius melihat Rajah
bergambar Wajah seekor Harimau yang sedang mengaum.
Dia juga menyibak rompi Andana di bagian punggung dimana
tersimpan Mandau Sakti Elang Putih, raut wajah laki berpakaian Panglima Dayak
itu terlihat berubah dan terpancar rasa senang melihat Mandau itu, Andana
mendengar laki2 itu mengucapkan bait – bait kata seperti mantera yang tak mampu
dimengertinya. Lalu laki2 misterius itu tempelkan telapak tangannya ke kening
Andana, satu pijar cahaya biru terlihat dikegelapan malam masuk ke dalam tubuh
pendekar dari Puncak Singgalang itu, Dengan nada bergetar ia berkata
“Sang Penyelamat akhirnya ku temukan juga dirimu, apakah
sahabatnya berpakaian warna warni ini juga perlu aku bawa” membatin lelaki
berpakaian Panglima Dayak itu. ia panggul tubuh Andana di bahu kanannya dan
Peramal Sinting dibahu kirinya, lalu laksana kilat sosok laki2 itu berkelebat
lenyap ke dalam hutan Alas Roban, hanya harumnya saja yang tertinggal di dangau
itu.
***
Matahari menyembul di ufuk timur, hangatnya menerpa wajah
Harimau Singgalang dan Peramal Sinting yang tertidur di bawah Pohon Bangkirai
berukuran raksasa. Kicau burung hutan terdengar bersahutan menyambut pagi.
Suara kokok Ayam hutan bersahut2an di hutan belantara itu. Andana menggeliatkan
badannya dan menggosok2 matanya. Andana memandang berkeliling, ia merasa heran
kenapa bisa tertidur di bawah pohon Bangkirai besar padahal seingatnya semalam
ia berada di dangau di tepi alas Roban. Andana kembali memandang berkeliling
lalu berkata dalam hati “Aneh !! ini bukan Alas Roban, dimanakah aku berada”
Andana menggoyang2kan tubuh Peramal Sinting
“Ting !
bangun sudah siang, tempat ini terasa aneh” Andana tepuk2 pipi Peramal Sinting
“kau mengganggu saja Andana, aku sedang bermimpi indah
bersama gadis cantik, apanya pula yang aneh” Peramal Sinting mengucek2 matanya
lalu ia berseru “Alamakkk !! bukankah kita semalam di Alas roban, mengapa
sekarang di hutan ini, pohon2nya besar dan menyeramkan”
“itulah keanehannya Peramal Sinting ting ting !!” jawab
Andana monyongkan bibirnya, lalu ia kembali berkata “Setahukuh Tanah Jawa tak
memiliki hutan dengan pohon2 seperti ini ting, atau jangan2 kita tersesat di
negeri Siluman”
“kau jangan menakut2i aku Andana !! mana ada negeri Siluman
seperti ini !!” kata Peramal Sinting.
“Semalam ketika kita sedang bercakap2 di Dangau, bukankah
kita mencium bau wangi dan didatangi seorang laki2 misterius” ujar Andana.
“iya betul sekali aku tak bisa menggerakkan tubuhku sama
sekali bahkan anuku” kata Peramal Sinting sembari menunjuk perabotannya.
“husss, ditengah rimba malah bicara ngelantur, nanti
perabotanmu hilang ting, mari kita cari tahu dimana kita berada ” Andana
berdiri lalu berjalan masuk ke dalam rimba belantara diikuti Peramal Sinting,
ia meneliti keadaan disekitarnya. Andana dan Peramal Sinting semakin jauh masuk
ke dalam rimba belantara. Andana dan
Peramal Sinting mendengar suara teriakan dan bentakan orang berkelahi.
“Siapa pula berkelahi di hutan Rimba seperti ini ?” tanya
Peramal Sinting.
“Jangan2 bangsa siluman !! mari kita kesana !! ajak Andana.
Peramal Sinting dan Andana berkelebat menyelinap dibalik pepohonan besar,
mereka melihat di tepi telaga berair jernih seorang pemuda tengah dikeroyok dua
orang bersenjatakan Mandau, melihat pakaian dan Mandau ditangan para penyerang
pemuda seorang diri itu, Andana dan
Peramal Sinting sadar bahwa mereka tersesat di Pulau Klemanthan.
Pemuda yang dikeroyok itu berhasil menjatuhkan kedua
lawannya, namun musuh satunya yang sedari tadi berdiri menonton cabut sebuah
senjata berbentuk Sumpit dan meniupnya, Pemuda yang diserang dengan Sumpit
roboh ke tanah. Ketika pemuda dari pihak pengeroyok hendak menebaskan Mandaunya
Andana berbisik kepada Peramal
“Nyawa pemuda itu terancam ting !! aku harus menolongnya
!!”
“Tapi kita belum tahu sipa mereka Andana” jawab Peramal
Sinting.
“Karena itu kita cari tahu ting, ayooo” lalu Andana
berkelebat dan cabut Mandaunya tepat ketika Pemuda dari pihak pengeroyok itu
(Kayan) menebaskan Mandaunya ke leher Sinton yang terkapar lumpuh, cerita
selanjutnya dapat diketahui pada kisah sebelumnya...
4
Setelah diperkenalkan Sinton kepada Kepala desa dan ketua
adat, Andana dan Peramal Sinting disambut meriah serta dijamu dengan pesta Adat
di Desa Kenyamukan. Andana juga diperkenalkan dengan Pawang Buaya Dayak Benuaq
atau Kambang Banaung. Hari ketiga Andana di desa Kenyamukan, penduduk desa
dikejutkan dengan kabar hilangnya Intan Bintang. Kepala Desa dan para penduduk
telah mencari kesana kemari namun tak kunjung membuahkan hasil. Beberapa tetua
desa menyangka Intan telah diculik Siluman Buaya, Sinton kekasihnya merasa
sangat sedih. Ia seringkali termenung dipinggir sungai dan jarang berbicara
lagi dengan siapapun termasuk orang tuanya. Andana merasa sangat iba kepada
sahabatnya ini, Kepala desa mengumumkan siapa yang sanggup menemukan Intan,
jika ia seorang pemuda maka ia akan dinikahkan dengan Intan anaknya, jika ia
perempuan maka akan dijadikan saudara angkat Kepala desa. Bagaimana Intan bisa
hilang ??
Siang itu sehabis membasuh piring, Intan berniat hendak
mandi di sungai, ketika mengambil peralatan Mandi di kamarnya Intan teringat
akan pantangan untuk tidak berkeramas rambut dengan Tumbukan biji Wijen dan
Perasan Jeruk Nipis, padahal jika rambut dikeramasi dengan kedua jenis tumbuhan
itu bukankah rambut akan tumbuh subur dan lebat, demikian yang ada dibenak
gadis itu.
“Ahh sebaiknya aku mencobanya bukankah rambutku akan tambah
lebih hitam dan lebat, mengapa hal2 yang baik harus menjadi pantangan, lagipula
sekali saja tak mengapa dan orang tuaku juga sedang tak ada” Intan mengambil
beberapa biji Wijin, ia memotong Jeruk Nipis yang ia petik dari pekarangan
rumahnya, kemudian ia tumbuk dan ia campur dengan perasan air Jeruk nipis.
Intan kemudian pergi ke sungai dengan membawa ramuan keramas yang tadi ia
racik.
Intan membersihkan diri disungai sambil bernyanyi2, ia
keramasi rambutnya dengan tumbukan biji Wijen dan jeruk Nipis. Setelah puas
membersihkan diri ia kembali ke rumahnya, Intan terkejut ketika sampai
dirumahnya. Gadis itu melihat seorang pemuda tampan luar biasa berpakaian khas
Dayak sedang berdiri di depan pagar seakan sedang menunggunya dengan sengaja,
Intan merasa tidak mengenal pemuda ini. Dengan senyum merekah dan suara yang
lembut Pemuda ini menyapa
“selamat siang Intan !! maukah kau berjalan2 denganku
sejenak, mari ikut aku “ Pemuda itu memegang tangan Intan, Intan seperti kena
sirap hanya mengikuti kemana Pemuda itu mengajaknya, pemuda itu membawa Intan
ke tepi Sungai, air sungai tiba2 berputar membentuk pusaran dan pemuda itu
bersama intan melompat ke dalam pusaran air dan lenyap begitu Pusaran air
sungai menutup.
Kabar hilangnya Intan merebak keseluruh penjuru desa bahkan
ke desa2 sebelah, banyak para pemuda yang mengagumi Intan merasa berduka,
mereka mencari kesana kemari bahkan sampai jauh ke hilir sungai, namun gadis
kembang desa itu tak jua ditemukan.
Hari keempat hilangnya Intan Bintan....
Tepian Sungai desa Kenyamukan ramai didatangi penduduk
termasuk Kepala Desa dan Sinton, mereka ingin menyaksikan Andana Harimau
Singgalang yang dipanggil sang Penyelamat oleh para penduduk berusaha menyibak
tabir hilangnya orang2 desa. Kumbang Banaung duduk bersila ditepi pantai,
Pawang Buaya ini merapal mantera2nya sambil menaburkan potongan kayu Gaharu
dipendupaan di hadapannya.
“Nama Pawang ini aneh ya, Kumbang Banaung, mungkin kumisnya
yang keriting itu membuatnya seperti Kumbang, hihihi” bisik Peramal Sinting ke
telinga Andana disela2 Kumbang Banaung merafalkan manteranya.
Andana menahan tawa mendengar ucapan Peramal Sinting “Husss,
ngawur kowe ting !!” Andana dan Peramal Sinting terus menunggu sampai Kumbang
Banaung menghentikan bacaan Manteranya. Setelah menyelesaikan bacaan manteranya
Tiba2 air sungai berputar kencang dan membentuk pusaran besar. Andana dan
Peramal Sinting terkejut melihat pusaran air aneh itu.
“Pintu gerbang gaib kerajaan bawah air sudah terbuka Andana
!! apakah kalian siap dan yakin untuk menyelamatkan para penduduk dan
mengalahkan Siluman Buaya ?” Tanya Kumbang Banaung.
Andana berdiam diri, dadanya berdebar keras, selama ini dia
menghadapi banyak musuh yang nyata tetapi kali ini ia harus menghadapi musuh
dari golongan Siluman, Andana sebut nama tuhan dalam hatinya lalu anggukkan
kepalanya. Peramal Sinting juga anggukkan kepalanya.
“kalian Lihat pusaran Air itu !! kita akan melompat ke sana
!! ingat ketika melompat jangan berbicara sepatah kata pun, kalian baru boleh
berbicara ketika melewati batas dunia kita dan dunia Siluman Buaya itu”
menerangkan Kumbang Banaung
“Kakek Kumbang, kami siap” Andana teguhkan hatinya.
“Baiklah ikuti aku !!” laksana seekor Burung Elang Kumbang
Banaung melompat ke tengah pusaran air diikuti Andana dan Peramal Sinting.
Ketiganya lalu lenyap dibawah permukaan air, Pusaran air kembali menutup,
Kepala desa dan para penduduk berharap Andana mampu mengalahkan Siluman Buaya
jahat yang selalu menebar bencana.
Dibawah Air Andana, Kumbang Banaung dan Peramal Sinting
tidak bisa merasakan apa2 selain dingin dan gelap, mereka merasakan tubuh
mereka seperti tersedot ke bawah. Jika tidak ingat kata2 Kumbang Banaung agar
tidak bersuara sedari tadi Andana dan Peramal Sinting berteriak.
Kira2 sepeminuman Teh lamanya dalam keadaan dingin dAn gelap
mereka bertiga melihat cahaya dibawah kaki mereka, Cahaya itu semakin mendekati
Andana, Kumbang Banaung dan Peramal Sinting merasakan mata mereka perih dan
Silau. Ketika mereka bertiga membuka
mata, Harimau Singgalang, Kumbang Banaung dan Peramal Sinting berada di dalam
sebuah hutan rimba lebat yang sangat sunyi yang kelihatannya tak pernah
dijajaki manusia, Pohon2 sangat besar dan menjulang tinggi dengan semak belukar
lebat. Andana dan Peramal Sinting merasa tengkuk mereka dingin dan bertanya2
apakah mereka telah berada di Negeri Siluman Bawah Sungai.
Kumbang Banaung memberi isyarat agar Andana dan Peramal
Sinting mengikuti. Setelah menempuh perjalanan melewati hutan rimba lebat itu
sampailah mereka di sebuah Gapura terbuat dari Kayu Ulin yang penuh ukiran,
setelah melewati gapura itu Kumbang Banaung berkata “Kalian sekarang bisa
bicara !! kita sudah melewati perbatasan !!”
“Kenapa kami tidak boleh berbicara sebelum melewati gapura
ini kek ? padahal tadi kita sudah berada di rimba belantara” Tanya Peramal
Sinting
“Itu hutan Larangan !! jika kalian berbicara disana kalian
akan tersesat selamanya dan tak akan keluar lagi dari hutan itu, sehabis ini
kita akan memasuki perkampungan rakyat kerajaan siluman Buaya” menjelaskan
Kumbang Banaung.
“apakah mereka sama seperti kita kek ?” Tanya Andana yang
dari tadi tak sabar ingin berbicara.
“Wujud asli mereka adalah buaya siluman, namun kalian akan
melihat mereka sama seperti kita, ingat jangan mengganggu mereka, tugas utama
kita adala menemui Ratu Buaya” memperingatkan Kumbang Banaung.
Mereka bertiga berjalan melewati perkampungan ramai namun
kebanyakan dari mereka tampak lesu dan kuyuh seperti habis terkena penyakit,
mereka bertiga sampai di depan sebuah istana megah, setelah mengutarakan maksud
kedatangannya untuk menemui Ratu Buaya kepada penjaga mereka dipersilahkan
masuk.
Mereka dipersilahkan menunggu di sebuah taman yang sangat
sunyi dipenuhi patung2 Kayu berukir, Andana melihat di bagian belakang taman
itu terdapat sangkar Kambing, kambing2 di dalamnya mengembik2 begitu melihat
Andana, Kumbang Banaung dan Peramal Sinting.
“Kenapa kambing2 itu ribut melihat kita Ting ? aku rasa ada
sesuatu yang aneh dengan kambing2 itu” Andana berbisik ke telinga Peramal
Sinting.
“Paling juga lapar kambing2 itu Andana, atau mereka jatuh
cinta padamu, hehehe” menjawab Peramal Sinting sambil mengekeh.
“selamat datang di istanaku wahai manusia – manusia
pemberani” Satu suara perempuan tegas dan dingin bergema di taman sunyi itu.
Andana, Kumbang Banaung dan Peramal Sinting melihat satu sosok perempuan luar
biasa cantik berdiri di hadapan mereka, perempuan itu memakai gaun panjang
berwarna biru yang disisi bagian kakinya terbelah hingga menampakkan paha dan
sepasang kakinya yang mulus, dikepalanya ada mahkota Emas bertabur permata
berkilauan. Itulah Ratu Buaya Sungai Sangatta. Dibelakangnya mengikuti seorang
laki2 berpakaian Panglima Dayak, melihat laki2 ini Andana dan Peramal Sinting
sadar bahwa laki2 itulah yang mendatangi mereka di Alas Roban.
Melihat sosok perempuan
bermahkota emas itu Kumbang Banaung menjura dengan sikap hormat
“Hormat saya Ratu, saya Kumbang Banaung dan saya yang
membawa mereka kemari”
Ratu Buaya Sungai Sangatta mendengus lalu menjawab “katakan
keperluan kalian para manusia ? setelah itu bersiaplah untuk jadi pelayan di
istanaku selamanya, siapa yang datang kemari tak akan bisa keluar lagi”
Mendengar ucapan Ratu Buaya itu Peramal Sinting dan Andana
tersentak kaget, sedangkan Kumbang Banaung hanya diam saja. Ia telah tahu
resiko mendatangi negeri Siluman Buaya.
“Alamakkk !! modar kita di sini Andana, aku belum menikah
disuruh tinggal disini, aduhh biyung kasihan anuku” Peramal Sinting tepuk
keningnya.
“Kumbang Banaung aku bertanya padamu apa kepentingan kalian
datang kemari ?” Tanya Ratu Buaya dengan suara tegas namun dingin.
“Kami kemari ingin membebaskan penduduk yang kalian tangkap
termasuk anak kepala desa” menerangkan Kumbang Banaung.
“ha..ha..ha !! niat yang berani sekali” Ratu Buaya Sungai
Sangatta tertawa mendengar jawaban Kumbang Banaung, suara tertawanya memekakkan
telinga. Andana dan Peramal Sinting tutup telinga masing2 dengan telapak
tangan.
“aku sudah mengatakan siapa yang datang kemari tak akan
pernah kembali lagi, lagipula anak gadis kepala desa itu telah meracuni
rakyatku dengan tumbukan Biji Wijen dan Jeruk Nipis. Kalian telah melihat rakyatku
yang lemas dan kuyuh akibat perbuatan gadis itu. Dia pantas menerima hukuman,
Panglima Bayan tangkap mereka semua dan masukkan ke dalam kandang kambing itu”
perintah Ratu Buaya.
Mendengar perintah sang Ratu laki2 berpakaian Panglima Dayak
itu melompat ke hadapan Kumbang Banaung , Harimau Singgalang dan Peramal
Sinting. Andana siapkan kuda2 dalam jurus Sayap Elang membelah Angkasa, di
tangan kananya ia siapkan ajian pukulan Telapak Halilintar Siap menjaga segala
kemungkinan yang terjadi. Namun satu suara mengiang di telinganya suara laki2 “tahan seranganmu anak muda, kita berada
dipihak yang sama, bertempurlah denganku dalam kepura2an dan aku akan berpura2
kalah, Ratu Buaya teramat sakti tak kan bisa dikalahkan sebelum Kalung Batu Merah Delima di lehernya kau
lepas, nah bersiaplah anak muda” Andana merasa heran, ia yakin Panglima
Bayan yang mengirim suara mengiang itu.
“Serahkan diri kalian baik2 atau kalian hanya akan mati sia2
ditempat ini” Bentak Panglima Bayan, suaranya keras menggelegar.
“Pantang bagi kami menyerah Panglima, aku mewakili dua
kawanku menghadapimu” Andana melompat ke hadapan panglima Bayan.
“Nyalimu besar anak muda, nah majulah !!” lalu didahului
bentakan keras Panglima Bayan serang Harimau Singgalang, Harimau Singgalang mainkan
Jurus Sayap Elang Membelah Angkasa, pertarungan berjalan seimbang masing2 pihak
mengeluarkan jurus2 andalan mereka, Harimau Singgalang coba bertahan walau ia
sedikit bingung dengan permainan silat tanah Klemanthan.
Pada jurus ke lima Panglima Bayan berteriak keras dan
hantamkan Pukulan Sakti “Panikam
Jantung” cahaya biru berkiblat, sesuai namanya pukulan ini langsung menikam
Jantung lawan, siapa saja yang terkena pukulan ini dia langsung mati mendadak
dengan tubuh membiru. Dengan cepat Andana melompat di udara sambil lepaskan
Pukulan “Badai Topan Puncak Singgalang”
Angin kencang Pukulan Badai Topan Puncak Singgalang menahan
laju Pukulan Panikam Jantung yang di lepaskan Panglima Bayan, sesaat tampak
Andana merasa tertekan akan tetapi beberapa saat kemudian Pukulan Badai Topan
Puncak Singgalang mendorong ke belakang pukulan Panikam Jantung. Panglima Bayan
melompat ke udara hindari pukulannya yang berbalik menyerang dirinya.
Masih di udara ia tendangkan kaki kanannya ke kepala Andana.
Harimau Singgalang rundukkan kepalanya dan hantam Panglima Bayan dengan pukulan
Tangan kosong. Melihat angin deras melesat ke arahnya, Panglima Bayan jungkir
balik dua kali di udara. Pukulan Tangan kosong Andana mengenai tempat kosong
dan mnghantam hancur beberapa Patung Kayu di Tempat itu.
Panglima Bayan jejakkan kakinya di tanah dengan tersenyum ia
berkata “ Keluarkan semua kemampuanmu anak muda !!”
Merasa ditantang Harimau Singgalang hantamkan Pukulan
“Telapak Halilintar” , hawa panas menghampar. Panglima Bayan terkejut melihat
serangan kilat itu, ia tangkis Pukulan Andana dengan pukulan tangan kosong
mengandung tenaga dalam tinggi, pukulan Telapak Halilintar terpecah belah.
Pijar pecahannya menghantam batang pepohonan hingga hangus gosong, debu
berterbangan ke udara. Panglima Bayan
terkejut, tangannya bergetar, keterkejutannya membuat ia lengah
Harimau Singgalang dari balik debu yang berterbangan
hantamkan satu Jotosan ke dada Panglima Bayan. Namun Jotosan itu dialiri
sedikit tenaga dalam karena Andana dan Panglima Bayan hanya berpura2 bertempur
“Bukkk”, Panglima Bayan terpental, tubuhnya menghantam sebuah Patung perempuan
terbuat dari kayu hingga patung itu patah berantakan. Panglima Bayan kejang
berapa kali lalu diam tak berkutik lagi, ia hanya berpura2 mati.
Ratu Siluman terkejut bukan main, Panglima Bayan memiliki
ilmu yang sangat hebat tetapi takluk ditangan seorang pemuda dari kalangan
manusia bagaimana bisa. Namun ia sembunyikan keterkejutannya dengan berkata
“Hebat !! hebat !! Panglima Bayan telah kau taklukkan, jangan senang dulu anak
muda kau belum menang” lalu Ratu Buaya bertepuk tangan tiga kali.
Tiga orang pengawal bersenjatakan Lonjo (Tombak) muncul dan
langsung menyerang Andana Harimau Singgalang, Peramal Sinting yang dari tadi
gatal tangan segera berseru “berikan mereka denganku Andana, tanganku gatal
ingin bermain2 dengan mereka” mendengar seruan Peramal Sinting Harimau
Singgalang mundur.
“Majulah bocah2 !! ayo kita bermain2 ” seru Peramal Sinting.
Tiga orang pengawal itu tusukkan tombaknya, tiga tombak menderu ke tubuh
Peramal Sinting. Peramal Sinting sambil tertawa hahahihi menghindari tusukan
tiga tombak penyerangnya. Mendapatkan serangan mereka sia2, ketiga pengawal
ratu buaya itu kembali babatkan dan tusukkan tombak mereka dengan ganas.
Peramal Sinting berteriak seperti anak kecil sambil melompat2,
Lompatan-lompatannya ini kelihatan tidak karuan, acak-acakan. Tapi anehnya
gerakan Peramal Sinting menimbulkan angin yang luar biasa dahsyatnya. Demikian
dahsyatnya sehingga tebasan dan tusukan tombak ketiga lawannya laksana
terbendung. Dengan gerakan kilat Peramal Sinting berkelit dan hantamkan
jotosannya ke arah dada salah satu penyerangnya hingga muntah darah.
“Hey dirimu
rakus sekali !! makan gula merah tidak membagi2, sampai belepotan seperti itu,
hihihi” seru Peramal Sinting kepada pengawal yang tadi kena Jotos dadanya
disela ia menahan serangan dua Pengawal yang masih tersisa.
Dua pengawal itu benar2 dibuat penasaran, betapapun mereka
mengeluarkan jurus2 tombak andalan mereka, seujung kuku pun tak mampu menyentuh
tubuh Peramal Sinting, malahan Peramal Sinting kelihatan bermain2. Mengindari
serangan Terkadang berjingkrak2, terkadang sambil minum air Aren dari guci
tanahnya. Pada jurus ke lima belas dua pengawal itu keletihan kehabisan tenaga.
Ratu Buaya benar2 marah melihat anak buahnya dipermainkan seperti itu. Dengan
berteriak marah dia tebaskan telapak tangannya ke depan. Seperti terkena Pedang
yang tak terlihat tubuh kedua pengawalnya itu putus dibagian pinggang, dari
muncrat dari potongan tubuh keduanya. Mereka mati tanpa mngeluarkan suara
sedikitpun. Perlahan2 kutungan dua tubuh itu berubh menjadi ke wujud aslinya
dua ekor buaya dengan bagian tengah tubuh putus. Harimau Singgalang, Kumbang
Banaung dan Peramal Sinting bergidik ngeri. Itulah kehebatan ilmu “Parang maya”
“Dasar Pengawal2 tak berguna !!
kau benar2 minta mampus anak manusia “ desis Ratu Buaya.
Dengan penuh amarah dia menyerang Andana Harimau Singgalang.
Andana tahan serangan Ratu Buaya dengan Jurus “Silek Kumango” , dua lengan beradu keras, baik Andana maupun ratu
Buaya sama2 terjajar ke belakang. Mereka berdua terus bertempur, tak terasa
sudah memasuki jurus ke dua puluh, perkelahian keduanya tampak berimbang.
Didahului jeritan keras Ratu Buaya keluarkan jurus “Cakar
Buaya berebut mangsa” , lalu srett srettt dari ujung jari2 kedua tangannya
muncur cakar berbentuk cakar buaya berwarna hitam pekat tanda mengandung racun
jahat. Dua cakar berkuku tajam itu menderu ke wajah dan dada Harimau
Singgalang, Andana geser kepalanya ke samping hingga cakar yang mengarah
kewajahnya lewat seujung kuku diatas wajahnya. Untuk menghindari serangan cakar
yang mengarah dada, Andana mundur satu langkah akan tetapi gerakan Ratu Buaya
itu begitu cepat dan brett robeklah dada pakaian Harimau Singgalang. Andana
bersurut mundur pegangi pakaiannya yang robek besar didada.
“Kalau kehebatanmu cuma sebegitu, tak sukar bagiku untuk
meringkusmu, pemuda tolol!” kata Ratu Buaya lalu ia tertawa tergelak2.
“Jangan senang dulu siluman Buaya !! rasakan ini !!” dengan
tenaga Dalam penuh Andana hantamkan Pukulan Telapak Halilintar ,
cahaya putih panas disertai suara memekikkan telinga menhampar di udara
menghantam ke arah Ratu Buaya. Mungkin bagi banyak pendekar Pukulan Telapak
Halilintar Andana sungguh luar biasa tetapi bagi Ratu Buaya hanya tersenyum
bahkan menyambut Pukulan Telapak Halilintar dengan busungkan dadanya, Pukulan
Telapak Halilintar telak menghantam Ratu Buaya Sungai Sangatta. Perempuan ini
terpental sampai tiga tombak, Mahkota di tubuhnya tercampak ke tanah.
“Modar koweeee Ratu Buaya “ teriak Peramal Sinting, namun ia
dan Harimau Singgalang terkejut bukan main ketika Ratu Buaya bangkit lagi,
pakaian birunya hangus hingga menyembulkan sepasang payudaranya yang putih
sekal Menyilaukan semua mata orang2 yang hadir ditempat itu, kalung dengan Batu
berwarna merah sebagai hiasannya tergantung di leher sang Ratu. Pakaian birunya
mungkin hangus tapi tubuhnya Ratu Buaya sama sekali tak cidera sedikitpun
bahkan tidak ada goresan sama sekali.
“Kau tak akan bisa membunuhku anak manusia, tak akan pernah
bisa” seru Ratu Buaya.
“Kau bukan Tuhan, dan kematianmu
adalah hari ini Ratu Buaya, kejahatanmu telah melewati batas”
Andana hantamkan pukulan Telapak
Halilintar di tanan kanan dan Badai Topan Puncak Singgalang ditangan sebelah
kiri, hawa panas disertai tiupan angin seperti badai menggebubu ke arah Ratu
Buaya Sungai Sangatta. Ratu
buaya palangkan kedua siku tangannya ke depan membentuk huruf X,
Pukulan Andana kembali menghantam Ratu Buaya, Ratu Buaya
tahan pukulan sakti Harimau Singgalang dengan sikunya. Ratu Buaya berteriak
keras lalu kembalikan pukulan Telapak Halilintar dan Badai Topan Puncak
Singgalang ke pemiliknya sendiri.
Andana kaget bukan alang kepalang, ia sama sekali tak
menduga pukulan saktinya akan membal kembali menyerang dirinya. Andana Jatuhkan
tubuhnya sama rata dengan tanah, pukulan Telapak Halilintar lewat diatas
punggungnya. Pukulan Badai Topan tak mampu ia elakkan dan menyeret tubuh Andana
ke belakang serta menghantam Patung2 Kayu di taman itu. Lelehan darah mengalir
disela bibirnya.
“Kau masih mau melawanku anak muda !! “ teriak Ratu Buaya
Siluman Sangatta dengan senyum mengejek, ia kacakkan kedua tangannya di
pinggang.
Andana Ludahkan darah dimulutnya kemudia menjawab “Sampai
matipun kau akan ku hadapi perempuan iblis”
Melihat Andana terluka parah Peramal Sinting ambil Lonjo
milik pengawal yang tercampak di tanah, dengan senjata itu ia menyerang Ratu
Buaya. “Trang Trangg” tombak di tangan Peramal Sinting patah dua. Peramal
Sinting terperangah ternyata Ratu Buaya tidak hanya kebal pukulan sakti tetapi
juga kebal senjata. Rasa terperangahnya itu melalaikan Peramal Sinting. Satu
tendangan keras melanda dadanya “Bukkk”, Peramal Sinting terjengkang muntah
darah, matanya berkunang2.
Dengan perasaan marah Harimau Singgalang kembali hendak
menyerang Ratu Buaya, ketika ia hendak keluarkan pukulan Angin Limbubuh suara
mengiang di telinganya “Cepat keluarkan
Mandau Bertuahmu. Kau tak bakal kuat menghadapinya dengan tangan kosong !!”
Harimau Singgalang cabut Mandau dari sarungnya, Mandau sakti
Elang Putih berkilauan tertimpa cahaya matahari. Ratu Buaya memandang Mandau
bertuah itu dengan pandangan bergetar,.
“Keluarkan semua senjatamu anak manusia !! kau tak akan
mampu mengalahkanku”
“Manusia sombong !! makan Mandauku ini “ andana tebaskan
mandaunya dalam jurus “Sayap Elang membelah angkasa” Mandau ditangan Andana
berkelebat mencari sasaran disetiap jengkal tubuh Ratu Buaya. Dalam menghadapi
tebasan dan tusukan Mandau Andana, Ratu Buaya keluarkan Ajian “Parang Maya”. Seperti
menghadapi pedang yang banyak Mandau Sakti Elang Putih beradu dengan Ajian
Parang Maya menimbulkan suara “Trang’ berulang kali.
“Jangan tertipu dengan
yang maya, seranglah yang nyata !! jika Maya dan Nyata bersatu itu kelemahannya”
Satu Suara kembali mengiang di telinga Andana, tapi kali ini suara perempuan,
dalam keadaan terdesak sulit bagi Andana mengartikan makna yang tersirat dari
ucapan perempuan yang tak nampak sosoknya itu.
Harimau Singgalang semakin terdesak, ketika Ratu Buaya
menggunakan Cakarnya beracunnya dan lepaskan Ajian Parang Maya. Andana benar2
dibuat pontang panting.
“Celaka !! mampus aku kali ini”
Andana terus mundur ke belakang, Mandaunya dipakai menahan
Serangan Parang Maya sementara ia juga harus teliti terhadap
serangan cakar beracun sang Ratu.
“Menyeralah anak muda, wajahmu cukup tampan, ketampananmu membuatku
mengampunimu namun kau akan kujadikan budak nafsuku” Teriak Ratu Buaya dari
balik serangan gencarnya.
“Kubur saja angan2mu itu Ratu Buaya, aku sama sekali tak
sudi jadi budak nafsumu” jawab Andana sembari sibuk menghindari Cakar maut Ratu
Buaya.
“Berarti kau memilih mampus, sayang sekali orang gagah” Ratu
Buaya hantamkan Pukulan Sakti bercahaya biru terang ke arah Harimau Singgalang.
Melihat cahaya biru menderu ke arahnya Harimau Singgalang tangkis dengan
Pukulan Angin Limbubuh. Cahaya Biru pukulan Ratu Buaya mental tersapu Pukulan
Angin limbubuh, angin Pukulan itu terus mnghantam tubuh Ratu Buaya dan berbalik
kembali menghantam Andana, Andana Harimau Singgalang terjengkang ke tanah
Mandaunya terpental dan menancap di tanah.
Tiba2 Ratu Buaya menjerit setinggi langit, darah mengucur
dari luka menganga di tubuhnya. Andana merasa heran dengan apa yang terjadi,
Otaknya bekerja. Harimau Singgalang melihat Mandaunya tertancap di Bayangan
perempuan Buaya itu, itu yang membuat Ratu Buaya terluka . kini dia mengerti
ternyata kelemahan Ratu Buaya adalah bayangannya sendiri, bukankah bayangan itu
maya karena tak bisa disentuh namun juga nyata karena dapat dilihat.
Ratu Buaya berusaha menggapai Mandau Elang Putih yang
menancap di bayangannya, matahari yang sudah melebihi tengah hari membuat
bayangan Ratu Buaya menjadi panjang, hal ini membuatnya sulit menggapai Mandau
Elang Putih. Dengan gerakan Kilat Panglima Bayan yang sedari tadi berpura2 mati
sambar Mandau itu lebih dahulu dan hujamkan berulang kali ke bayangan perempuan
Buaya itu. Ratu Buaya menjerit2 kesakitan, darah mengucur deras dari luka
dibagian tubuhnya. Panglima Bayan tahu kini bahwa kelemahan Batu Merah Delima adalah bayangan orang yang memegangnya.
Harimau Singgalang berkelebat cepat dan betot Kalung Ratu
Buaya yang dihiasi batu Merah Delima, semua kemampuan Ratu Buaya sirna dengan
lepasnya kalung itu. Ia meratap minta ampun, luka ditubuhnya semakin banyak
mengeluarkan darah dan berbau busuk. Tubuh Ratu Buaya luruh ke tanah dan
berubah ke wujud aslinya, seekor buaya Betina Raksasa berukuran hampir enam
tombak panjangnya. Tubuh Buaya ini penuh luka menganga akibat hujaman Mandau
Elang Putih. Perlahan2 tubuh buaya raksasa itu melumer dan menjadi asap putih
lalu lenyap tak berbekas lagi.
Panglima Bayan Tarik napas
Dalam2 penuh kelegaan, ia serahkan Mandau Elang Putih kepada
Andana sambil berkata “Terima kasih atas pertolonganmu
Andana, ternyata mimpi ratuku tentang Pemuda berajah gambar Harimau Sedang
Mengaum yang membawa Mandau Sakti bertuah akan datang menjadi penyelamat benar2
terjadi”
“Kau terlalu kelewat memuji Panglima, aku hanya kepanjangan
tangan tuhan untuk menolong hamba2nya yang membutuhkan pertolongannya, lagipula
bukankah kau yang membawa aku dan kawanku ini ke pulau Klemathan ini” menyahuti
Andana merendah.
Panglima Bayan tepuk2 bahu Andana “kau benar2 satria yang
berhati mulia anak muda, mari kita bebaskan penduduk desa agar mereka bisa
kembali ke keluarga masing2”
“Dimanakah
mereka Panglima ?” tanya Andana pula.
Panglima Bayan menunjuk kandang Kambing di taman itu lalu
menjawab “Kambing2 itu adalah penduduk desa yang dirubah oleh ratu buaya dengan
ilmunya, termasuk ratu kerajaan yang sah, bukalah gemboknya dengan Mandaumu,
hanya mandau itu yang mampu memutus Rantai sakti yang melilit pintu
kandang”
Andana diikuti Peramal Sinting dan Kumbang Banaung menuju
kandang kambing, “Crass” Andana tebas rantai yang menjadi kunci kandang hingga
putus lalu ia membuka pintunya. Begitu pintu Kandang terbuka puluhan Kambing
yang berada di dalamnya berhamburan keluar. Kambing2 itu berubah kembali ke
wujud aslinya yaitu penduduk desa, mereka menyalami dan memeluk Andana dan
mengucapkan terima kasih kepada Kumbang Banaung. Dua diantara kambing2 itu
berubah menjadi dua orang gadis Cantik. Yang satu dikenal Andana sebagai Intan
Bintang dan yang satunya seorang gadis
luar biasa cantik berjubah panjang berwarna merah muda, di kepalanya terdapat
Mahkota terbuat dari rajutan Mutiara yang indah. Begitu mengetahui Andana
menyelamatkannya Intan Bintang dan Gadis bermahkota Mutiara yang bukan lain
Ratu Buaya penguasa kerajaan bawah air yang sah memeluk erat2 Andana Harimau
Singgalang.
“Weleh2 selalu saja si Harimau ini kebagian rezeki dipeluk,
aku hanya diacuhkan !! ahhh lebih baik peluk patung saja, nasib2 kenapa selalu
begini” Peramal Sinting peluk patung kayu perempuan yang berada didekatnya
dengan erat.
Andana, Ratu Buaya Asli, Panglima Bayan, Kumbang Banaung
serta para penduduk tertawa riuh melihat tingkah si Peramal Sinti. Intan
Bintang lalu mendekati sahabatnya berbaju warna warni itu lalu memeluknya
dengan mesra dan mengucapkan terima kasih.
“Cihuyyyyy !! aku akhirnya dipeluk !! nasibku mujur hari
ini” Peramal Sinting berjingkrak2 kegirangan lalu cuppp cuppp ia cium pipi
Andana. Andana meludah dan mengomel panjang pendek “Ting senang boleh tapi aku
jangan di cium juga, idihh aku masih normal ting” seru Andana yang disahuti tawa
riuh orang2 ditempat itu.
Dengan diantar Panglima Bayan
dan Ratu Buaya Asli ke pintu gerbang perbatasan. Andana, Peramal
Sinting dan Kumbang Banaung serta penduduk desa kembali ke
alam manusia, sementara Batu Sakti Merah Delima disimpan diruangan penyimpanan
benda pusaka di istana Ratu Buaya. Sesampainya di atas Sungai mereka di sambut
suka cita oleh Penduduk Desa Kenyamukan termasuk Nawang dan Istrinya yang
kembali bertemu anak mereka Ambung, Desa mengadakan pesta Syukuran semalaman.
Sesuai Janjinya Kepala Desa berniat mengambil Andana sebagai menantu. Ia
mencari kesana kemari namun tak berjumpa dengan Andana serta kawannya Pelawak
Sinting.
Di beranda Rumah Intan, Sinton duduk termenung bersama Intan
yang dari tadi selalu menundukkan kepalanya tak berani memandang Sinton, Sinton
pandangi wajah kekasihnya dengan sedih sebab sesuai perjanjian Intan akan
dinikahkan dengan Andana, pemuda ini benar2 kecewa dan putus asa. Dua bayangan
berkelebat di gelapnya malam, sebuah benda berkesiuran dan terjatuh dipangkuan
Intan. Intan dan Sinton terkejut, Sinton ambil benda itu yang ternyata selembar
kulit kayu. Diatas Kulit Kayu itu tertulis sebaris tulisan :
“Sinton sahabatku aku tahu kau mencintai
Intan sepenuh hati dan Intan pun mencintaimu setulus jiwa, karena itu aku sudah
memberi tahu Ayahnya intan bahwa hadiah perjodohan aku berikan kepadamu agar
kalian bisa bersatu selamanya, tak ada yang paling indah di dunia ini selain
kasih sayang yang murni, jagalah Intan baik2 dan bahagiakanlah ia, setiap
tempat adalah Surga jika disitu ada kasih sayang, selamat tinggal sobat semoga
kita berjumpa lagi”
Sahabatmu
: Andana
Sinton terharu membaca isi surat Andana itu lalu ia berikan
kepada Intan yang kemudian membacanya juga, mata kedua insan yang saling mencintai
ini berkaca2 mengetahui betapa bersih dan tulusnya hati Andana, Sinton peluk
kekasihnya dengan erat, intan pun membalas pelukan Sinton dengan hangat. Dua
insan itu semakin hanyut dalam buaian kasih meski malam semakin larut. Bulan
Purnama yang bersinar indah di angkasa seakan akan ikut menaungi kebahagiaan
dua insan yang saling mencintai itu........
TAMAT
0 $type={blogger}: