Istilah pengindraan jauh (remote sensing) pertama kali diperkenalkan oleh Parker di Amerika Serikat pada akhir tahun 1950-an dari instansi kelautan Amerika Serikat. Pada awal tahun 1970-an, istilah serupa juga digunakan di Prancis dengan sebutan “Teledetection”, di Jerman dengan istilah “Fenerkundung” di Spanyol dengan istilah “Teleperception”. Lalu ada “Distantsionaya” (Rusia), dan “Sensoriamento Remota” (Portugis). Beberapa ahli mendefinisikan pengindraan jauh sebagai berikut.
a. Menurut Lillesand dan Kiefer
Pengindraan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang
objek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan
menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap objek, atau gejala yang
dikaji.
b. Menurut Lindgren
Pengindraan jauh adalah berbagai teknik yang dikembangkan untuk
memperoleh dan menganalisis tentang bumi.
c. Menurut American Society of Photogrametry
Pengindraan jauh adalah pengukuran atau perolehan informasi dari
beberapa sifat objek atau fenomena dengan menggunakan alat perekam yang
secara fisik tidak terjadi kontak langsung atau bersinggungan dengan objek
atau fenomena yang dikaji.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan tentang pengertian pengindraan jauh. Pengindraan jauh adalah suatu cara merekam objek, daerah atau gejala-gejala dengan menggunakan alat perekam tanpa kontak langsung atau bersinggungan dengan objek atau fenomena yang dikaji di permukaan bumi.
Komponen Sistem Pengindraan Jauh
Penginderaan jauh sebagai suatu sistem tidak bisa terlepas dari beberapa
bagian yang saling terkait antara komponen yang satu dengan komponen
lainnya.
a. Sumber Tenaga
Dalam pengindraan jauh harus ada tenaga untuk memantulkan atau
memancarkan objek di permukaan bumi. Tenaga yang digunakan adalah tenaga
elektromagnetik, dengan sumber utamanya adalah matahari. Tenaga lain yang
bisa digunakan adalah sumber tenaga buatan, sehingga dikenal adanya
pengindraan jauh sistem pasif dan pengindraan jauh sistem aktif.
1) Pengindraan Jauh Sistem Pasif
Pada pengindraan jauh sistem pasif, tenaga yang menghubungkan
perekam dengan objek di bumi dengan menggunakan tenaga alamiah yaitu
matahari (dengan memanfaatkan tenaga pantulan), sehingga perekamannya
hanya bisa dilakukan pada siang hari dengan kondisi cuaca yang cerah.
2) Pengindraan Jauh Sistem Aktif
Pada pengindraan jauh sistem aktif, perekamannya dilakukan dengan
tenaga buatan (dengan tenaga pancaran), sehingga memungkinkan
perekamannya dapat dilakukan pada malam hari maupun siang hari, dan
di segala cuaca.
b. Atmosfer
Atmosfer mempunyai peranan untuk menghambat dan mengganggu tenaga
atau sinar matahari yang datang (bersifat selektif terhadap panjang gelombang).
Tidak semua spektrum elektromagnetik mampu menembus lapisan atmosfer, hanya sebagian kecil saja yang mampu menembusnya. Hambatan pada atmosfer
disebabkan oleh debu, uap air, dan gas. Hambatan atmosfer ini berupa serapan,
pantulan, dan hamburan. Hamburan adalah pantulan ke segala arah yang
disebabkan oleh benda-benda yang permukaannya kasar dan bentukannya tidak
menentu, atau oleh benda-benda kecil lainnya yang berserakan. Bagian dari
spektrum elektromagnetik yang mampu menembus atmosfer dan sampai ke
permukaan bumi disebut jendela atmosfer. Jendela atmosfer yang paling banyak
digunakan adalah spektrum tampak yangdibatasi oleh gelombang 0,4
mikrometer hingga 0,7 mikrometer.
c. Obyek
Adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran dalam Inderaja (Penginderaan Jauh). Dapat dikatakan juga Objek adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran dalam pengindraan
jauh seperti atmosfer, biosfer, hidrosfer dan litosfer.Setiap objek mempunyai sifat tertentu dalam memantulkan atau memancarkan tenaga ke sensor. Objek yang banyak memantulkan atau memancarkan tenaga akan tampak lebih cerah, sedangkan objek yang pantulan atau pancarannya sedikit akan tampak gelap.
d. Sensor
Sensor berfungsi untuk menerima dan merekam tenaga yang datang dari
suatu objek. Kemampuan sensor dalam merekam objek terkecil disebut dengan
resolusi spasial. Berdasarkan proses perekamannya, sensor dibedakan menjadi
2 sebagai berikut.
1) Sensor Fotografik
Sensor fotografik adalah sensor yang berupa kamera dengan
menggunakan film sebagai detektornya yang bekerja pada spetrum tampak.
Hasil dari penggunaan sensor fotografik adalah bentuk foto udara.
2) Sensor Elektronik
2) Sensor Elektronik
Sensor elektronik menggunakan tenaga elektrik dalam bentuk sinyal
elektrik yang beroperasi pada spektrum yang lebih luas, yaitu dari sinar X
sampai gelombang radio dengan pita magnetik sebagai detektornya.
Keluaran dari penggunaan sensor elektrik ini adalah dalam bentuk citra.
e. Wahana
Adalah tempat untuk meletakkan sensor.Kendaraan yang membawa alat pemantau dinamakan wahana. Berdasarkan ketinggian peredaran atau tempat pemantauannya, wahana di angkasa dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yaitu:
1) Pesawat terbang rendah sampai medium (Low to medium altitude aircraft),
dengan ketinggian antara 1000 meter sampai 9000 meter dari permukaan bumi.
Citra yang dihasilkan ialah citra foto (foto udara).
dengan ketinggian antara 1000 meter sampai 9000 meter dari permukaan bumi.
Citra yang dihasilkan ialah citra foto (foto udara).
2) Pesawat terbang tinggi (high altitude aircraft), dengan ketinggian sekitar 18.000
meter dari permukaan bumi. Citra yang dihasilkan yaitu foto udara dan
multispectral scanners data.
meter dari permukaan bumi. Citra yang dihasilkan yaitu foto udara dan
multispectral scanners data.
3) Satelit, dengan ketinggian antara 400 km sampai 900 km dari permukaan
bumi. Citra yang dihasilkan ialah citra satelit.
f. Citra
Hasil atau keluaran dalam proses Inderaja. Biasanya Hasil berupa foto atau cetakan foto.
g. Pengguna Data (User)
Pengguna data merupakan komponen penting dalam sistem penginderaan jauh. Pengguna dalam sistem ini bisa lembaga atau individu yang berkepentingan memanfaatkan hasil pengindraan jauh..
Sumber:
Endarto, Danang. Sarwono dan Prihadi, Singgih. 2009. Geografi Untuk
SMA/MA Kelas XII. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
SMA/MA Kelas XII. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Titis Prasongko, Eko dan Hendrawansyah, Rudi. 2009. GEOGRAFI untuk Siswa
Sekolah Menengah Atas – Madrasah Aliah Kelas XII. Jakarta: Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan Nasional.
Sekolah Menengah Atas – Madrasah Aliah Kelas XII. Jakarta: Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan Nasional.
Waluya, Bagja. 2009. Memahami Geografi SMA/MA Untuk Kelas XII, Semester 1
dan Semester 2 Program Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta: Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan Nasional.
dan Semester 2 Program Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta: Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan Nasional.
0 $type={blogger}: